Penulis Tidak Harus Membuat Buku, Ya?

Penulis Tidak Harus Membuat Buku, Ya?

Bila ada orang pandai menulis, tapi dia tidak menghasilkan satu karyapun dalam bentuk buku, apa dia bisa disebut penulis? 

Unsplash.com
Ya! Karena orang yang menyukai tulis-menulis, bekerja di bidang kepenulisan, dan menghasilkan karya tulis tetaplah seorang penulis.

Seorang penulis (dan pengarang) tidak perlu menghasilkan berlusin-lusin buku karena penulis bukan cuma menulis cerpen, puisi, dan novel. 

Orang yang menulis plot game, pidato, naskah iklan, penerjemah, penyunting, wartawan, dan membuat lirik lagu juga disebut penulis, tapi tidak harus membuat buku. 

Saya banyak menemukan penulis puisi, cerpen, dan novel menerbitkan sendiri karyanya melalui penerbit indie. Mereka membuat buku karena ingin karyanya abadi. Ada juga yang karena ingin dikenal sebagai penulis. Lainnya beranggapan kalau belum menghasilkan buku namanya bukan penulis.

Buku juga banyak dianggap sebagai bentuk pengakuan bagi seseorang agar bisa dianggap sebagai penulis. 

Pada banyak kelas menulis, hasil akhir yang harus dicapai oleh pesertanya adalah membuat buku. Entah bukunya enak dibaca atau tidak, yang penting menghasilkan buku. Kalau tidak, namanya bukan penulis.

Itu jargon sesat! Sekarang zaman sudah canggih, banyak pekerjaan yang 10 tahun lalu belum ada, sekarang dibutuhkan dan membutuhkan keahlian menulis. Pun tidak berarti orang yang pekerjaannya menulis harus membuat buku.

Analoginya mirip seperti penyanyi. Para penyanyi kafe, organ tunggal, wedding, atau gereja disebut penyanyi, tapi mereka tidak membuat single seperti penyanyi selebritis.

Mereka mahir bernyanyi dengan suara merdu, tapi tidak harus terkenal, membuat album dan single, manggung dimana-mana, dan jadi bintang tamu acara talkshow.

Penulis juga seperti itu. Orang yang mahir menulis tidak harus membuat buku. Dia bisa saja telah menjadi ghostwriter yang menulis buku dan diterbitkan atas nama orang lain.

Kata Ganti "Penulis" dan "Saya"

Kata Ganti "Penulis" dan "Saya"

Kata ganti atau pronomina adalah jenis kata yang menggantikan nomina atau frasa nomina. Contohnya adalah saya, kapan, -nya, ini. 

Fungsi dari pronomina adalah untuk menghindari pengulangan kata dalam satu kalimat. Pengulangan kata yang berlebihan dapat menyebabkan kalimat menjadi mubazir dan tidak efektif.

Sepengetahuan saya, kata ganti "penulis" digunakan pada zaman sebelum reformasi 1998. Penulis yang masih menggunakan kata ganti "penulis" untuk menyebut dirinya adalah birokrat, teknokrat, golongan priyayi, dan para pengarang era balai pustaka sampai angkatan 1980-an, yaitu Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Remy Silado, Pipiet Senja, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, atau Kurniawan Junaidi.

Zaman kuliah sarjana dulu, saya banyak mempelajari bahasa dan sastra karena kuliah di jurusan Ilmu Jurnalistik. Jadi kami tahu para kolumnis gaya hidup dan tren menggunakan pronomina "saya" daripada "penulis" agar lebih ngepop dan dekat dengan pembaca. 

Karena pronomina "penulis" sudah sangat jadul, jadi saya surprise saat menemukan banyak penulis konten menggunakan pronomina "penulis" daripada "saya", dan mereka masih muda-muda (dibawah 40 tahun).

Entah mereka kebanyakan baca kolom suratkabar era Menteri Penerangan Harmoko, atau kurang baca buku yang terbit era 2010-an, atau memang senang menggunakan pronomina "penulis" karena kesannya mungkin seperti profesional atau ala penulis jurnal ilmiah.

Tidak apa-apa, bebas aja. Menurut saya penulis konten muda haruslah punya cirinya sendiri yang tidak mengekor kemana-mana. Punya penulis atau pengarang idola boleh, tapi kalau mengikuti tumplek plek gaya idolanya rasanya kurang sedap juga, kan.

kata ganti penulis dan saya

Di sisi lain, penggunaan pronomina "penulis" membuat artikel jadi kurang enak dibaca. Misalnya pada kalimat, "Penulis ingin makan, tapi semua makanan di warung itu habis."

Kata "penulis" jika ditulis sebagai pronomina menjadi rancu dengan "penulis" sebagai bentuk kata. KBBI mengartikan penulis sebagai orang yang menulis.

Memang benar kata "penulis" pada kalimat di atas artinya menjadi "orang yang menulis konten yang ingin makan di warung, tapi makanannya habis". Namun, kalau dia menggunakan pronomina "saya" kalimatnya akan lebih enak dibaca.

"Saya ingin makan, tapi semua makanan di warung itu habis."

Jadi, kalau Anda ingin menulis konten, saya sarankan Anda gunakan kata ganti "saya" agar pembaca Anda yang muda-muda lebih mudah memahami apa yang Anda tulis.

Laksmi Pamuntjak, Fall Baby dan Pecut Untuk Pengarang

Laksmi Pamuntjak, Fall Baby dan Pecut Untuk Pengarang

Sebelum mengarang novel, Laksmi Pamuntjak telah lebih dulu dikenal sebagai kolumnis kuliner, film, sastra, musik klasik, dan politik di Majalah Tempo dan The Jakarta Post sejak 1994.

Novelnya yang berjudul Aruna dan Lidahnya diadaptasi jadi film dibintangi Dian Sastro dan Nicholas Saputra. Tetapi, menurut saya, konflik dan alur cerita versi filmnya justru lebih bagus daripada novelnya. Hemm~, mungkin karena faktor Dian dan Nicholas serta Oka Antara dan Hannah Al Rasyid.

Novel Aruna dan Lidahnya sukses membuat pembaca ngiler dan kelaparan selama membaca novel tersebut. Padahal tokoh utamanya, Aruna, bukanlah chef, koki, atau pakar kuliner melainkan epidemiolog (ahli wabah) yang sedang menyelidiki penyebaran flu unggas di Indonesia.

Sebelum Aruna dan Lidahnya, Laksmi telah menulis buku Jakarta Good Food Guide dan novel Amba.

Seperti pengarang lainnya yang punya spesialisasi, Laksmi juga nampak condong ke kuliner sebagaimana yang sering dia tulis dalam kolom di The Jakarta Post dan yang tertuang dalam situs pribadinya.

Tetapi, dia pun punya passion pada seni rupa maka terbitlah novel yang lebih rumit dari Aruna dan Lidahnya. Novel tentang seni rupa, politik, dan sosial dia beri judul Fall Baby.

Tanpa dia duga Fall Baby memenangkan penghargaan di Best Literary Work di ajang Singapore Book Awards 2020.

Jangankan Laksmi, penerbitnya pun terkejut karena mereka penerbit baru yang mulai menerbitkan buku tahun 2019.

Semua pengarang (cerpenis, novelis, penyair) punya kesempatan sama seperti Laksmi. Laksmi “baru” mengarang dua novel sebelum Fall Baby dan dia sempat merasa tidak percaya diri karena belum berpengalaman membuat novel.

Pun jika mahir berbahasa asing tulis saja karya dalam bahasa itu, meskipun menulis dalam bahasa yang bukan bahasa ibu tantangannya bisa dua kali lipat lebih besar.

Totalitas menyalurkan passion kuliner dan seni rupa yang Laksmi tuangkan ke dalam novel patut jadi inspirasi para pengarang pemula.

Tetapi kenapa dapat penghargaannya di Singapura? Karena Laksmi menulis Fall Baby memang dalam bahasa Inggris yang diterbitkan oleh penerbit Random Penguin House SEA. Pada Agustus 2020 Fall Baby telah terbit dalam terjemahan bahasa Indonesia dengan judul Kekasih Musim Gugur dan bahasa Jerman berjudul Herbstkind. 

Unik ya, pengarang Indonesia, menulis novel aslinya dalam bahasa Inggris lalu novel tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Untuk soal seni rupa ini Laksmi melakukan riset seni rupa kontemporer kepada Djoko Pekik, I Gusti Ayu Kadek Murniasih, S. Sudjojono, bahkan sampai ke Jerman.

Ya, pengarang memang harus melakukan riset untuk apapun yang dia tulis. Imajinasi saja tidak cukup. Andrea Hirata pun memerlukan waktu sampai dua tahun hanya untuk riset novel Guru Aini.

Riset pustaka kecil-kecilan bisa ditemukan lewat Google. Untuk keperluan riset mendalam dan detail  butuh kontak dengan ahlinya atau minimal dengan orang yang paham akan hal tertentu. Ini jugalah mungkin yang membedakan penulis dengan pengarang.

Seorang pengarang harus mencari sendiri data yang dia perlukan, sedangkan penulis bisa menggunakan data yang sudah tersedia di hadapannya.

Novel Fall Baby merupakan lanjutan kisah dari novel Amba. Tokoh utama Fall kisah bernama Srikandi atau biasa dipanggil Siri. Siri adalah anak Amba dan Bhisma yang lahir diluar nikah. 

Siri mengalami berbagai pergolakan sejak dari Jerman sampai Indonesia. Mulai dari pertemuan dengan ayah kandungnya sampai pamerannya di Jakarta yang ditolak karena dinilai melanggar norma susila.

Inspirasi Laksmi Pamuntjak bukan hanya ditujukan untuk penulis fiksi saja namun juga pecut untuk guru, dosen, wirausahawan, dan profesi lain untuk terus menulis apapun yang jadi hasrat dan kesukaannya.

Belajar Bahasa Inggris Lewat Gambar

Belajar Bahasa Inggris Lewat Gambar

Ini kumpulan tabel, gambar, dan grafis untuk belajar Bahasa Inggris secara singkat. Sebenarnya ini untuk si boy, tapi karena dia sekarang lebih tertarik sama matematika, fisika terapan, kimia dasar dan lain sebagainya itu, jadi saya taruh disini saja. Padahal hampir semua teman sekelas si boy itu les English tapi dia belum mau. Tapi kalo emak dan bapaknya lagi ngobrol "rahasia" pake English dia ngerti aja. Kadang nyeletuk nimpalin. Heuh.













PUEBI Pengganti EYDβ€”Tukang Nulis Harus Tahu

PUEBI Pengganti EYD—Tukang Nulis Harus Tahu

Zaman sekolah dulu kita sering dapat tugas mengarang cerita menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)? Well, bye-bye EYD, sekarang kamu sudah tidak kami pakai lagi. Kami sekarang pakai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dalam bahasa Indonesia sudah digunakan sejak 1972 dan resmi berakhir pada 26 November 2015.

Dibuatnya PUEBI menggantikan EYD, menurut Peraturan Menteri Dikbud Nomor 50 tahun 2015 karena :
  1. Adanya berbagai kemajuan dalam berbagai bidang ilmu, termasuk Bahasa Indonesia juga berubah lisan dan tulisannya.
  2. Memantapkan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Perbedaan EYD dan PUEBI :
  1. Penambahan huruf diftong. Diftong adalah vokal yang berubah kualiasnya. Dalam sistem tulisan diftong biasa dilambangkan oleh dua huruf vokal. Kedua huruf vokal itu tidak dapat dipisahkan. Bunyi /aw/ pada kata "harimau" adalah diftong, sehingga <au> pada suku kata "-mau" tidak dapat dipisahkan menjadi "ma·u" seperti pada kata "mau". Huruf diftong yang ditambahkan ke PUEBI adalah ‘ei’ seperti dalam kata survei.
  2. Penggunaan huruf tebal. Huruf tebal pada PUEBI dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang ditulis miring serta untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab.
  3. Penggunaan huruf kapital. Sekarang unsur julukan ditulis dengan awal huruf kapital.
PUEBI sudah masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang sekarang sudah dicetak dalam edisi kelima.

Selain versi cetak, kita bisa mengaksesnya secara daring melalui kbbi.kemdikbud.go.id.
Anda yang hobi menulis dan mendapat uang dari menulis, yuk ah, kita ikut PUEBI ini supaya kemampuan Bahasa Indonesia kita makin mantap.

Menulis Adalah Proses Kreatif dengan Penghasilan Paling Sedikit

Menulis Adalah Proses Kreatif dengan Penghasilan Paling Sedikit

Menulis adalah proses kreatif  merangkai kata demi kata menjadi kalimat yang membentuk satu kesatuan cerita. Sama seperti pelukis, pencipta lagu, dan pembuat game, menulis juga butuh daya imajinasi. Menulis juga butuh kemampuan berbahasa yang baik—bukan bahasa pergaulan sehari-hari—supaya dimengerti oleh semua orang yang membacanya, bukan hanya oleh teman-teman dan keluarganya saja.

Jika menulis adalah proses kreatif, apakah penulisnya bisa dapat bayaran mahal? Berapa sebenarnya uang yang dihasilkan oleh seorang novelis dan penulis buku pada umumnya?

Di Inggris, seperti dilansir The Guardian, penulis novel profesional hanya dapat penghasilan sebesar £10.500 pertahun, padahal pendapatan yang disarankan adalah £17.900 pertahun.
Tentu saja JK Rowling yang orang Inggris itu tidak termasuk penulis dengan penghasilan “pas-pasan” karena ia sudah tajir melintir berkat novel Harry Potter-nya yang mendunia.

Di Indonesia, sekelas Dewi “Dee” Lestari saja hanya mendapat royalti 10% dari harga buku. Hanya Pramoedya Ananta Toer yang mendapat 15%. Penulis pemula bahkan hanya mendapat 5% dari harga buku karena penerbit menghitung biaya promosi yang dibebankan ke harga buku. Penghasilan yang didapat penulis harus dipotong pajak (dimasukkan dalam SPT), padahal sebelumnya penerbit sudah memotong pendapatan penulis untuk pajak. Sudah penghasilannya tak seberapa, masih juga dipotong pajak dua kali.

Lalu bagaimana dengan bayaran penulis lepas? Pada situs projects.co.id penulis lepas hanya dihargai bayaran sebesar Rp5.000 untuk menulis satu artikel sepanjang 1000 kata. Padahal bukan asal menulis. Naskah harus asli bukan saduran, sesuai dengan tema yang ditentukan pemberi kerjaan. Ada beberapa kata kunci yang harus dimasukkan dalam kalimat, dan kadang penulis harus memasukkan tulisannya ke wordpress.com yang berarti butuh kemampuan mengenal platform blog tersebut.

Padahal standar biaya umum (SBU) yang ditetapkan pemerintah Indonesia (dari kemenkeu.go.id) untuk satu naskah (tutorial) yang ditampilkan di media adalah Rp100.000. Tapi kenyataannya hampir tidak ada yang membayar sebesar itu, kecuali media-media arus utama.

Memang ada yang membayar Rp50.000 per-artikel seperti yang dilakukan aplikasi baca berita BaBe, jalantikus.com, dan nulis.co.id tapi lebih banyak lagi yang membayar secara tidak manusiawi. Apakah penghasilan freelancer ini dipotong pajak? Jika mereka mendapat job melalui agen maka penghasilannya  dipotong komisi untuk agen.

Karena sedikitnya pendapatan yang diterima dari hasil menulis, banyak pula penulis yang punya usaha lain untuk biaya hidup. Para penulis (novelis) pada akhirnya sepakat bahwa menulis adalah wujud kepuasan batin, bukan untuk mata pencaharian utama.

Para penulis pemula bisa mencoba self-publish untuk mendulang uang, asalkan mereka mau repot mempromosikan dan menjual sendiri bukunya.