Relevansi Ningrat Zaman now

Relevansi Ningrat Zaman now



Pada saat masyarakat di Pulau Jawa mengalami masa feodalisme (kekuasaan sosial dan politik ada ditangan para bangsawan dan keluarganya. Kehormatan didapat berdasarkan pangkat dan jabatan, bukan atas prestasi kerja), orang-orang yang berdarah ningrat atau punya hubungan kekerabatan dengan keluarga raja harus dihormati dan di"sembah" supaya tidak melarat dan kualat. Selain itu masyarakat zaman itu percaya bahwa keberkahan pada hidup mereka akan datang dari para bangsawan itu. Itulah sebabnya rakyat jelata sampai menunduk dan menangkupkan tangan tanda hormat sekaligus takut setiap kali bicara pada para bangsawan. Posisi badan harus selalu lebih rendah dari sang ningrat. Apa yang sudah diperintahkan penguasa wilayahpun harus dilakukan.

Ini tidak terjadi di Indonesia saja. Eropa juga pernah mengalami masa feodalisme dimana kekuasaan dikendalikan para bangsawan dan tuan tanah.

Tapi di abad milenium ini, dimana budaya berubah seiring dengan majunya teknologi, maka berubah pula cara berpikir manusia.

Keturunan bangsawan tidak lagi dihormati berlebihan kecuali jika orang itu sukses secara materi yang didapat dengan cara baik, punya kecakapan memimpin, atau punya ilmu keagamaan yang mumpuni.

Coba bayangkan bila kita ternyata punya seorang office boy di kantor yang ternyata seorang Raden yang keturunan bangsawan, apa kita lantas harus bersimpuh membungkuk memohon padanya untuk minta tolong dibelikan makan siang? Ya nggak bakalan.

Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat adalah anak Raden Ajeng Kartini (gelar Raden Ajeng berubah jadi Raden Ayu setelah perempuan bangsawan menikah). Ayahnya bupati Rembang yang sudah pasti seorang Raden Mas.

Soesalit adalah pejuang kemerdekaan yang mengusir penjajah Belanda. Pada sejarah Komando Daerah Militer IV Diponegoro, nama Soesalit tercatat sebagai panglima kedua mereka, setelah Gatot Soebroto, dengan pangkat Mayor Jenderal.

Akan tetapi, Soesalit tidak pernah menggunakan keningratan dan statusnya sebagai anak
tunggal dari Ibu Kita Kartini. Beliau tidak pernah membawa-bawa nama besar ibunya untuk keuntungannya. Bahkan setelah kemerdekaan beliau tidak pernah mengambil fasilitas yang menjadi haknya. Karenanya bisa dibilang bahwa beliau adalah salah satu jenderal yang wafat (tahun 1962) dalam keadaan melarat. Anaknya, Raden Mas Boedy Setia Soesalit, selalu mengingat pesan ayahnya yaitu, "Jangan suka menonjolkan diri sebagai keturunan Kartini."

Back to zaman now, masih banyak orang (diluar lingkungan keraton) yang memakai gelar kebangsawanan macam Raden Mas, Raden Ajeng, atau Raden Roro didepan namanya. Tapi tanpa prestasi mereka tetap dianggap bukan siapa-siapa, bagaimanapun nyatanya mereka memang keturunan raja-raja Majapahit dan Mataram.

Pada wilayah terbatas seperti Keraton Yogya dan Solo, masyarakat disana masih menghormati raja dan keluarganya sama seperti zaman dulu, hanya saja tidak sampai harus bersimpuh dan menangkupkan tangan bila berhadapan dengan mereka, kecuali mungkin dilakukan oleh para abdi dalem.

Bagi masyarakat disana keraton dianggap juga sebagai cerminan budaya adiluhung Jawa, sehingga menghormati keluarga keraton berarti juga melestarikan budaya Jawa yang penuh falsafah kehidupan.

Menurut saya, selain keluarga keraton, gelar ningrat pada keturunan bangsawan tidak relevan lagi untuk mendongkrak status sosial seseorang. Karena masyarakat tidak lagi melihat siapa dia, tapi apa yang dia lakukan.
Rakyat Sudah Cerdas Tapi Takut

Rakyat Sudah Cerdas Tapi Takut

Tahun 2018 adalah tahun politik dimana ada pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang dilakukan serentak di sejumlah daerah.

Dalam beberapa berita ada pernyataan dari partai politik pengusung calon kepala daerah yang mengatakan, “Rakyat sudah cerdas, tidak akan terpengaruh isu SARA dan hoax.”
Bagi saya pernyataan itu cuma untuk menghibur diri sendiri atau untuk membohongi orang lain.

Pada setiap kampanye, dimanapun di dunia ini, pasti ada isu SARA yang disebarkan secara diam-diam lewat pesan instan seperti grup WhatsApp atau terang-terangan lewat media sosial seperti Facebook dan Twitter.

Jadi pernyataan yang mengatakan kalau rakyat sudah cerdas dalam memilih calon pemimpin adalah penyataan imajinatif.

Contoh nyata (dan sudah berulang-kali disampaikan banyak pengamat politik) adalah menangnya Anies Baswedan sebagai gubernur DKI karena menggunakan Almaidah ayat 51 untuk memaksa rakyat Jakarta supaya tidak memilih Basuki Tjahaja Purnama.

Warga Jakarta sudah cerdas. Tapi mereka juga takut karena semua TPS dijaga sekelompok orang yang memelototi mana-mana saja orang yang kira-kira akan mencoblos Basuki.

Orang yang sebelum sampai ke TPS sudah yakin akan memilih Basuki bisa jadi berubah mencoblos Anies karena ngeri dan takut akan keselamatannya.

Rakyat memang cerdas karena tahu bahwa agama dijual untuk kepentingan golongan. Mereka yang tidak terpengaruh kampanye hitam bisa berubah pikiran kalau merasa keselamatan diri dan keluarganya terancam.

Kejadian serupa di DKI bisa terjadi di daerah yang tahun ini menggelar pemilihan kepala daerah jika daerah itu dinilai strategis untuk kepentingan kelompok tertentu.

Apalagi alumni yang berhasil memenangkan Anies di DKI sudah mengklaim akan melakukan aksi serupa di daerah jika ada calon pemimpin yang seperti Basuki.

Itu artinya kalau agama tidak mempan untuk warga di daerah tertentu, maka apapun akan dilakukan supaya calon yang didukungnya menang.

Jadi ketimbang terus mengulang pernyataan bahwa rakyat sudah cerdas bla bla bla, untuk menghibur diri, lebih baik bikin saja tim khusus media sosial. Bayar tim itu untuk menghalau isu negatif sang calon dan mengupayakan agar program – program si calon dibaca target pemilih.

Spanduk tetap perlu tapi tujuannya cuma untuk mengingatkan bahwa, ini lho, si ini nanti bakal jadi bupatimu. Karena sekarang hampir semua orang punya telepon seluler untuk mengakses informasi. Spanduk kurang efektif lagi kecuali untuk manula miskin yang tidak punya ponsel dan tinggal di pedesaan.

Jangan malas juga berkawan dengan pendukung lawan supaya mudah mematahkan isu jelek yang ditujukan pada calon yang kita dukung.

Semoga calon yang Anda dukung menang.

Krisis Pekerja Sawah

Krisis Pekerja Sawah


Makin lama orang yang mau bekerja di sawah makin sedikit. Hanya orang-orang tua (rata-rata 50 tahun keatas) yang masih mau melakukannya. Anak-anak muda dari ekonomi lemah lebih memilih bekerja di toko, pabrik, atau jadi pekerja bangunan.

Pekerja sawah diupah 50rb perhari. Tenaga mereka dibutuhkan untuk membajak sawah, mengairi, menanam benih, memupuk, menghalau hama (jika diperlukan), memanen, dan memperbaiki irigasi yang mengaliri sawah (jika diperlukan).

Masih manual? Pakai teknologi pertanian dong. Modernisasi pertanian gitu. 

Sudah. Traktor termasuk salah satu teknologi pertanian (dulu membajak sawah pakai sapi atau kerbau). Mesin pemanen padi juga sudah ada. Padi langsung dipotong, dirontokkan dan masuk karung jadi gabah kering, tidak perlu lagi tenaga manusia memakai arit untuk memanennya. Tapi, mesin pemanen dan penanam padi sulit digunakan di lahan sawah yang landai dan berbukit-bukit. 

Mesin-mesin seperti itu mudah digunakan dilahan pertanian yang rata (tidak berbukit) dan membentang luas. Lahan sawah yang berbukit masih memerlukan tenaga manusia.

Sama seperti membangun gedung, bagaimanapun canggihnya alat konstruksi tetap memerlukan tenaga manusia untuk melakukan pekerjaan yang tidak bisa dilakukan mesin.
Mesin-mesin itu bisa didapat dengan cara sewa kepada kelompok tani atau perusahaan penggilingan padi, atau perorangan. Pada sawah tadah hujan, petani harus menyewa mesin penyedot air seharga Rp100rb – Rp150rb perjam untuk mengaliri sawah.

Jadi petani itu, seperti halnya semua pekerjaan di dunia ini, tidak gampang. Tidak sekedar menanam lalu duduk manis sampai panen. Ada banyak usaha agar bulir padi yang dihasilkan bagus dan menghasilkan nasi yang enak.

Orang yang punya lahan sawah berhektar-hektar tentu mendapat laba yang besar saat panen (setelah dipotong biaya dan upah), sementara pemilik yang cuma punya lahan 1500 – 2500 meter persegi laba bersihnya berkisar Rp2.500.000 – Rp4.000.000 tergantung kualitas padi yang dipanen.

Orang-orang yang berteriak-teriak soal cara kuno petani dalam mengelola lahan dan mengeluhkan harga beras yang mahal adalah orang-orang yang tidak paham bagaimana mekanisme dari mulai padi ditanam sampai distribusi ke tangan pemakan nasi. 

I personally agree kalau pemerintah impor beras terbatas untuk cadangan nasional. Kalau terjadi gagal panen karena banjir, kemarau panjang, dan hama, maka rakyat tidak sulit mencari beras.

Karena bagaimanapun makanan pokok mayoritas Indonesia itu ya nasi. Mau diganti pakai kentang atau ubi tetap carinya nasi.

Meghan Markle and The Prince

Meghan Markle and The Prince

Royal wedding di Kerajaan Britania Raya akan digelar pada 19 Mei 2018 antara Meghan Markle dan Pangeran Harry. Mengapa saya menulis tentang pernikahan di Inggris yang tidak ada hubungannya dengan kita? Karena globalisasi dan arus informasi yang bebas membuat kita bisa ikut berkomentar tentang segala hal yang ada di dunia ini 😎

Rachel Meghan Markle adalah aktris sinetron dari Amerika Serikat dan anak dari orangtua yang bercerai. Ia sendiri pernah menikah tapi hanya bertahan dua tahun. Ibunya dari ras kulit hitam yang menikah dengan pria kulit putih kemudian bercerai ketika Meghan berumur enam tahun. Sejak itu Meghan tinggal bersama ibunya. Kedekatan dengan ibunya yang membuat ia minta didampingi sang ibu saat pernikahannya nanti. Kebanyakan pengantin wanita pada pernikahan Nasrani meminta sang ayah untuk menjadi pendamping.

Tidak seperti ketika Kate Middleton bertunangan dengan Pangeran William, pertunangan Meghan dan Harry tahun lalu lebih heboh dan disorot media-media gosip. Ini karena publik Amerika menyamakannya dengan pernikahan dari negeri dongeng antara Cinderella dengan prince charming.

Kenapa publik Amerika heboh? Ya pastilah. Siapa yang tak heboh kalau warga negaranya dipersunting pangeran dari kerajaan paling tersohor sejagat.

Ditambah lagi banyak perempuan kulit hitam merasa bahwa Meghan – yang bukan sekaliber aktris Hollywood, janda, dan dari keluarga ras campuran yang broken home – telah mewakili mimpi mereka akan perubahan derajat  karena bersuamikan seorang pangeran.

Untuk mengungkapkan rasa kagum dan bangga pada Meghan mereka kerap menyebutnya sebagai princess, karena ia akan menjadi istri dari seorang prince. Padahal, sama seperti Kate, ia tidak akan menjadi princess karena tidak berdarah biru. Ia hanya akan bergelar “Duchess” dengan titel Her Royal Highness didepan namanya.

Publik Amerika bahkan menganggap Meghan akan membawa perubahan di kerajaan Inggris. Ia diharapkan akan mengubah aturan-aturan kaku yang dianggap mengekang kebebasan individu. Wait a minute, Americans, do you really think they are going to change the rules because of Meghan?! Yeah, you maybe forget that Meghan is in the lowest rank of hierarchy.  

Sebagai calon suami-istri, Pangeran Harry dan Meghan Markle jelas saling jatuh cinta. Makanya mereka selalu bergandengan tangan didepan publik seolah takkan terpisahkan. Setidaknya itu anggapan publik Amerika.

Tapi menurut saya, ehem, berdasarkan foto-foto dari berbagai sumber (juga video-video dari YouTube), yang sering terlihat menggamit lengan adalah Meghan. Dari bahasa tubuhnya terlihat ia ingin dekat dan meminta perlindungan dari Harry karena ia mungkin saja tidak percaya diri. Populer sebagai aktris tentu beda dengan popularitas sebagai anggota kerajaan yang penuh aturan dan etika.

Foto dan video yang selalu menggamit lengan tunangannya juga menunjukkan bahasa tubuh Meghan yang ingin diakui bahwa ia pantas menjadi istri Pangeran Harry dan menjadi anggota keluarga kerajaan.

Hal ini berbeda dengan William dan Kate yang tidak pernah bergandengan tangan pada acara-acara publik. Mereka tidak menunjukkan kemesraan dengan bergandengan tangan tapi dengan tatapan mata berbinar-binar yang menunjukkan kasih sayang dan saling menghargai diantara mereka.

Meski mendapat dukungan yang berlebihan dari publik Amerika, ia sebenarnya merasa berat jika selalu dibandingkan dengan Kate Middleton. Kate orang Inggris, dari orangtua dengan keuangan mapan yang tidak bercerai, belum pernah menikah sebelum menjadi istri William, dan lebih dulu mendapat tempat di hati orang Inggris sebagai pengganti Lady Diana.

Kemudian, bagaimanapun seringnya Meghan mengatakan bahwa dirinya (kepribadian dan kesukaannya) tidak akan berubah meski ia menjadi istri pangeran, tapi mau tak mau ada banyak hal yang harus diubah olehnya. Sebagai calon anggota keluarga kerajaan ia pasti sudah mengetahui apa saja yang harus dipatuhi dan dijalaninya kelak.

Well, let’s hope the best for Meghan Markle and Prince Harry. May they lives happily ever after.
Cara Menghemat Bahan Makanan Dengan Penyimpanan Tepat

Cara Menghemat Bahan Makanan Dengan Penyimpanan Tepat


Sudah tahu kan kalau menu di rumah makan Padang itu banyak pakai cabai? Harga lauknya relatif stabil meski harga cabai bisa mendadak naik. Itu karena mereka menyimpan cabai dalam freezer dan diambil sesuai kebutuhan. Banyak juga yang mengeringkan cabai sehingga dapat tahan lama dan dipakai saat dibutuhkan.

Cara lain menyimpan cabai sesuai anjuran kementerian perdagangan adalah :
•    Pulang dari pasar atau belanja ditukang sayur, cabainya diangin-anginkan bentar aja, jangan langsung masuk kulkas yes.
•    Cabai tidak usah dicuci. Air bisa mempercepat proses pembusukan.
•    Buang tangkainya.
•    Masukkan dalam wadah tertutup, alasi koran, dan taruh 2 siung bawang putih yang sudah dikupas.

Kalau menyimpan bawang merah dan bawang putih supaya tahan lama lebih gampang lagi :
•    Setelah beli pisahin deh tuh bawang yang bagus dengan yang busuk/hampir busuk, karena yang busuk itu cepat menulari bawang yang bagus jadi ikut busuk. (Jadi ingat pepatah berkawan dengan tukang minyak wangi bisa ikutan wangi -OOT).
•    Taruh dalam besek/wadah kering ditempat yang tidak lembab (maksudnya bukan didalam kamar mandi atau dekat wastafel). 

Ada lagi cara menyimpan bumbu buatan sendiri supaya gak bolak-balik ngulek bumbu :
•    Bikin bumbu (misal ayam ungkep) untuk 3 atau 4 kali masak. Ungkep ayam beserta bumbunya seperti biasa. Pisahkan ayam Dan bumbu ungkepnya.
•    Setelah bumbunya dingin masukkan ke wadah atau kantong plastik, masukkan freezer. Gunakan untuk masak ayam ungkep dikemudian hari.
•    Ayam yang sudah diungkep masukkan dalam chiller dan bisa digoreng kapan saja.

Untuk bumbu perkedel atau opor atau sop atau gorengan sama caranya :
•    Ulek bumbu sekaligus banyak. Lebih baik diulek pakai cobek daripada food processor karena sari bumbunya lebih keluar kalau diulek jadi lebih enak.
•    Taruh dalam wadah, beri nama bumbu untuk masak apa saja.
•    Simpan di kulkas yes, bukan di chiller atau freezer.

Cara yang lebih praktis mungkin dengan beli bumbu kemasan aneka masakan daripada ngulek-ngulek. Tapi bumbu kemasan itu pakai pengawet dan MSG segala macam. Lebih sehat bumbu buatan sendiri, apalagi masak buat anak-anak.

Oh ya, masak tidak usah pakai vetsin atau penyedap. Tambah aja sedikit gula pasir kedalam sayur, oseng, dan tumisan supaya rasanya lebih enak.

Because Blood Is Thicker Than Water

Because Blood Is Thicker Than Water


I now know what my dad & uncle's feeling about their siblings. Though we have good, kind, and nice in-laws but they are different.

I feels it as well.

Meskipun my sisters and my parents in-laws are very hearted-kind people but I always miss my parents and siblings.

Even though, let say if my siblings are not good but still, I miss and loves them. Because we have same blood. We have same root. We have been raised together to love one another.
That is why I believe bahwa bila ada orang yang sengaja memutuskan hubungan dengan orangtua dan saudara sedarahnya adalah orang yang bodoh.

Seburuk-buruknya kita punya saudara, dalam darahnya mengalir darah kita, jangan kita putuskan silaturahim. Tidak akan ada kedamaian batin bila melakukannya. Why? Because blood is thicker than anything.