FOMO dan JOMO, Ketakutan dan Kegembiraan Atas Keterlibatan Tren Sosial

JOMO merupakan akronim dari Joy of Missing Out. Kalau diterjemahkan secara bebas berarti ga ngaruh mau ketinggalan info, kegiatan, atau apa pun yang lagi viral, hidupku tetap menyenangkan dan aku tetap gembira (joy).

Kebalikan dari JOMO adalah FOMO, yaitu Fear of Mission Out di mana seseorang takut ketinggalan informasi dan tren terbaru baik makanan, fashion, dan gaya hidup.


Awal Mula Kemunculan FOMO

 

Riset dari University of Glasgow, Skotlandia pada 2019 terhadap 467 responden mengungkap bahwa para responden merasakan tuntutan sosial untuk selalu ada, dalam artian ada di medsos, ada di komunitas, dan ada untuk mengikuti tren yang sedang viral.

Itu sebabnya FOMO dianggap muncul berbarengan dengan tumbuhnya video games. Paling besar yang mempengaruhi seseorang menjadi FOMO adalah media sosial.

Terbaru, riset dari Journal of Social and Personal Relationships yang menyurvei 400 orang dari seluruh Amerika Serikat (AS), menemukan kalau paparan media sosial yang menyebabkan FOMO sudah meluas menjadi kecemasan.

Kecemasan itu diakibatkan kepercayaan diri yang rendah dan tidak menyayangi diri sendiri. Akibatnya seseorang merasa tidak rela atau sangat khawatir kalau orang lain bersenang-senang tanpa dirinya.

Menurut John M. Grohol, pendiri sekaligus pemimpin redaksi Psych Central, FOMO menyebabkan seseorang terus mencari teman baru supaya tidak ketinggalan tren, tapi mengabaikan teman lama. 

Awalnya diperkirakan empat dari sepuluh anak muda di AS dilaporkan mengidap FOMO. Kini orang berusia 14-47 tahun dianggap jadi usia paling rentan mengidap FOMO, terutama ketakutan ketinggalan sesuatu di lingkaran sosial mereka.

Beda FOMO dengan JOMO

 

JOMO adalah kebalikan dari FOMO. Semua yang dilakukan seorang FOMO tidak akan dilakukan JOMO.

Bila FOMO sangat peduli dan ingin selalu tahu dan terlibat dengan hal yang tren dan viral, JOMO hanya menikmati melakukan yang disukainya walaupun itu kuno.

Bagi seorang FOMO punya banyak teman itu penting. Walau tidak ada satu pun teman yang jadi bestie tidak apa-apa, yang penting temannya banyak. Itu sebab FOMO cenderung kesepian dan sering cemas memikirkan apa kata orang lain tentang dirinya.

Sedangkan bagi JOMO, yang penting adalah kualitas pertemanan, bukan kuantitas. Maka tidak masalah bagi JOMO kalau cuma punya segelintir teman.

FOMO selalu melihat media sosial sesering yang dia bisa, sebalknya JOMO amat jarang. Medsos hanya digunakan si JOMO kalau ada hal penting saja. Karena itu FOMO juga paling sering membuat konten daripada JOMO.

Kepercayaan diri seorang FOMO timbul kalau dia berhasil melakukan hal yang sedang tren dan sudah mengetahui sesuatu yang viral. Sedangkan si JOMO tidak pernah mau tahu apa saja yang sedang tren dan viral karena kepercayaan dirinya tetap sama tingginya.

Supaya Tidak Jadi FOMO

 

1. Minimalisir penggunaan media sosial. Medsos diyakini menjadi penyebab awal munculnya FOMO, maka membatasi melihat medsos adalah cara paling baik supaya terhindar jadi FOMO.

Kita boleh punya semua akun medsos, tapi batasi melihatnya sering-sering walau hanya untuk upload foto. Kalau tahan, batasi diri dengan hanya punya 1-2 akun medsos saja.

Silaturahmi dengan kerabat dan teman lama dapat dilakukan dengan bertelepon, SMS, atau via WhatsApp alih-alih lewat medsos.

2. Punya hubungan dengan orang lain. Profesor psikologi dari Washington State University Chris Barry menyarankan punya hubungan dekat dengan orang lain untuk menghindari perasaan terisolasi akibat Fear of Missing Out.

Hubungan ini bisa dengan keluarga inti, suami atau istri, anak, teman lama, atau tetangga sebelah rumah.

3. Kurangi minder. Yakinlah bahwa semua yang ada di dunia ini tidak sempurna. Punya kekurangan bukan aib, melainkan kodrat manusia. 

Dengan menerima kekurangan mau tidak mau kita jadi lebih menghargai dan menyayangi diri sendiri.

4. Kurangi baperan. Kalau ada celetukan-celetukan, misal, "Itu, kan, lagi viral, makanan dikasih nitrogen, masak gak tahu, sih?!" biar saja, tidak usah baper.

Kalau kita dibilang kudet dan kuper, biar saja. Mereka yang bilang begitu seringnya cuma ingin dirinya terlihat gaul.

5. Cari circle lain. Kalau kita sudah tidak nyaman dalam satu circle, kurangi bergaul dengan orang-orang di circle itu sebelum benar-benar meninggalkannya.

Cari lingkaran sosial lain yang membuat kita nyaman dan bisa jadi diri sendiri.

Konteks FOMO

 

FOMO dan JOMO yang dibahas emperbaca.com adalah dalam konteks psikologi. Pada bisnis dan metaverse dikenal juga istilah FOMO, tapi konteknya bukan dengan kepribadian.

FOMO pada manajemen bisnis digunakan supaya tidak ketinggalan tren kompetitor dan strategi marketing. FOMO juga digunakan untuk memilih investasi mana yang paling menguntungkan sesuai minat si investor.

Sedangkan pada perdagangan mata uang kripto (cryptocurrency), FOMO digunakan untuk mencermati turun-naik nilai kripto dan bagaimana membaca analisis teknikal dan fundamental supaya tidak terombang-ambing isu di forum kripto.

Bacaan Lain: Cara Belanja dan Makan dengan Cryptocurrency

FOMO, JOMO, dan Istilah missing out Lain

1. FOBO (Fear of Better Option).  Ini istilah untuk seorang yang sulit memilih diantara salah satu dari banyak hasil yang dia terima. 

2. ROMO (Reality of Missing Out). Ini mungkin biasa dialami para fan yang tergabung di fandom (fans kingdom). ROMO adalah perasaan takut kehilangan suatu hal fantastis yang kita tahu tidak bakal jadi bagian di dalamnya.

3. FOMOMO (Fear of the Mystery Of Missing Out). Ini versi parah dari pengidap FOMO. FOMOMO sudah tidak bisa lepas dari ponsel dan medsos sedetik pun.

4. MOMO (Mystery of Missing Out). Mengacu pada paranoia yang muncul ketika seseorang mendapati teman-temannya tidak memposting apa pun di media sosial. Dia jadi kehilangan informasi dari teman-temannya itu. Bisa juga paranoid kehilangan suatu info tentang mantan atau musuh.

5. FOJI (Fear of Joining In). Ketakukan kalau dia memposting sesuatu di medsos, tidak ada orang yang me-like.

6. BROMO. mengacu pada saat teman-teman seseorang (bros/brothers)saling melindungi dari merasa kehilangan atau ditinggalkan.

Contoh BROMO adalah jika teman-teman seseorang menahan diri untuk tidak memposting foto kegiatan bertiga, berempat orang yang ada dalam geng yang sama karena takut membuat siapa pun dalam geng itu merasa ditinggalkan

7. NEMO (Nearly but not fully Missing Out). Istilah ini bukan Nemo nama ikan, melainkan merujuk pada orang yang selalu online di internet, tapi justru jarang ngecek internet.

8. SLOMO (Slow to Missing Out). Mengacu pada perasaan bertahap yang datang pada seseorang kalau dia akan kehilangan sesuatu.

***

Munculnya macam-macam bentuk ketakutan, kecemasan, dan kekhawatiran seperti disebut diatas di dunia psikolog termasuk dalam mental yang tidak sehat.

Orang yang mengidap missing out harus berkonsultasi ke psikolog atau berobat ke psikiater bila tidak mau dan mampu mengatasinya sendiri supaya tidak jadi gangguan mental.


0 komentar

Posting Komentar