Anak yang masih duduk di sekolah dasar (SD) dan belum akil-baligh belum bisa berpikir layaknya orang dewasa dan lebih banyak meniru sekitarnya.
Maka tidak aneh kalau si anak terbiasa melihat kekerasan, perkataan kasar, dan perilaku buruk lain dari orang tua, keluarga dekat, atau lingkungan tempat tinggalnya, dia akan cenderung melakukan hal serupa.
Pendidikan Pertama Anak di Tangan Keluarga
Sejak lahir, orang yang paling sering dilihat anak adalah orang tua atau keluarga dekat yang mengasuhnya, misal nenek, bibi, kakak, atau pengasuh yang dibayar orang tua.
Perkataan dan perilaku yang dilakukan orang tua atau orang yang mengasuhnya akan ditiru dan diikuti oleh si anak.
Kenapa pendidikan pertama dan utama anak ada di tangan orang tua, bukan sekolah?
Karena sebelum masuk sekolah, anak lebih dulu mengenal orang tuanya. Bila kedua orang tuanya bekerja dan tidak bisa menemani anak, mereka tetap bertanggung jawab mendidik dengan cara menggaji pengasuh yang baik perkataan dan perilakunya.
Kalau tidak mampu menggaji pengasuh, orang tua harus memastikan bahwa keluarga yang mengasuh tidak berperilaku buruk yang dapat ditiru anak-anaknya. Pun menjaga agar anak tidak terpengaruh bila para tetangganya ternyata misal, sering berkata kasar, temperamen, merokok, melewatkan waktu salat, atau suka memukul.
Kita sudah mengasuh dan mendidik anak sesuai akhlak agama, tapi ketika masuk sekolah, ternyata ada temannya yang suka mengganggu. Apa yang harus kita lakukan?
Sekali lagi, anak yang belum akil-baligh belum bisa berpikir secara benar layaknya orang dewasa. Apa yang diucapkan dan dilakukannya adalah hasil dari meniru orang-orang disekitar yang sering dilihatnya.
Anak yang sering marah-marah bisa jadi karena melihat ibu atau ayahnya sering meledak-ledak. Pun anak yang sering mencuri uang kemungkinan karena tidak pernah dipenuhi keinginannya dibelikan sesuatu oleh orang tua.
Maka, bila anak memiliki disruptive behavior (perilaku mengganggu) di sekolah, berarti ada yang tidak ideal dari pola asuh yang diterimanya di rumah.
Penyebab Anak Bertingkah di Kelas dan Mengganggu Teman-temannya
1. Broken home. Melansir Research Gate, anak yang orang tuanya bercerai cenderung berperilaku agresif karena kehilangan perasaan nyaman dan bahagia akibat orang tuanya tidak lagi bersama.
Dia juga merasa disia-siakan dan tidak diterima oleh ayah dan ibunya, bahkan banyak anak yang merasa bersalah telah menjadi penyebab orang tuanya berpisah, padahal sama sekali bukan salah mereka.
Untuk melampiaskan semua perasaan itu dia jadi agresif dan mengganggu teman-teman di kelasnya supaya segala keresahan di jiwanya hilang.
2. Kurang interaksi dengan orang tua. Orang tua yang utuh bahkan ada di rumah sepanjang waktu juga bisa jadi penyabab anak agresif karena kurangnya waktu bercengkrama dengan orang tua.
Pola pikir orang tua yang menganggap anak harus selalu menurut dan tidak boleh membantah, membuat kemampuan bicara dan mengutarakan perasaan si anak terhambat.
Anak yang tidak dekat dengan orang tua jadi lebih sering meniru lingkungannya. Kalau ada tetangga atau tontonan yang sering memperlihatkan kata-kata kasar dan berperilaku buruk, dia akan mudah mengikutinya karena tidak ada filter yang mestinya diberikan orang tuanya.
3. Ada keinginan yang tidak terpenuhi. Anak yang dijanjikan sesuatu, tapi tidak kunjung dipenuhi juga bisa membuatnya agresif dan mengganggu teman-teman.
Dia merasa dibohongi, tidak dihargai, dan tidak diperhatikan sehingga berbuat ulah dan cari perhatian di kelas.
Maka hindari menjanjikan sesuatu kepada anak kalau kita tahu janji itu tidak bakal bisa dipenuhi. Itu juga melatih kita sebagai orang tua untuk tidak membohongi anak demi membuat dia tidak rewel atau ceriwis.
4. Energi melimpah yang tidak tersalurkan. Energi anak-anak sangat berlimpah dibanding orang tua.
Itu sebabnya mereka tidak bisa diam dan ingin selalu bergerak. Ada baiknya beri anak kegiatan fisik dan dampingi, misal bermain peran, main sepeda, karambol, atau les keterampilan sesuai minatnya.
5. Berkebutuhan khusus. Anak dengan diagnosa hiperaktif atau berkebutuhan khusus lainnya harus diterapi dan dibimbing secara khusus pula supaya terampil dan tidak mengganggu anak-anak lainnya.
Bila disatukan dengan anak-anak lain, yang berkebutuhan khusus dan yang tidak malah sama-sama tidak optimal pendidikan.
Bila Anak Terluka Karena Diganggu Teman
Terluka disini bisa berarti fisik atau mental. Anak yang sering diledek, kesehatan mentalnya bisa terganggu. Kemampuan akademiknya juga bisa menurun dan susah untuk menormalkannya kembali.
Sementara itu terluka secara fisik juga bisa menyebabkan anak trauma. Maka yang harus kita lakukan ketika anak terluka karena diganggu temannya di kelas adalah:
1. Beritahu wali kelas lebih dulu
Wali kelas haruslah jadi orang pertama yang kita hubungi kalau ada kejadian tidak enak yang menimpa anak di sekolah.
Kenapa? Karena "tempat kejadian perkara" ada di sekolah. Secara tidak langsung, wali kelas punya tanggung jawab mengawasi anak-anak yang ada di kelasnya, walau tidak setiap waktu.
Sebisa mungkin tahan diri dengan tidak menceritakan kejadian yang menimpa anak ke sesama orang tua sebelum memberitahu wali kelas.
Memberitahu ke sesama orang tua sebelum wali kelas bisa jadi bumerang. Kalau orang tua anak yang mengganggu tahu, mereka secara agresif dapat menyebarkan berita kalau anaknya hanya membela diri karena diganggu lebih dulu.
Padahal anak kita tidak ngapa-ngapain tiba-tiba dipukul, ditendang, atau dijegal.
2. Bangun mental anak
Anak yang terluka atau habis berkelahi dengan temannya tidak perlu dimarahi apalagi dinasehati sampai berbusa. Mental anak malah akan jatuh karena merasa tidak dipercaya orang tuanya.
Cukup beritahu anak kalau dia harus menghindari temannya yang sering mengganggu. Beri alasan kenapa dia harus menghindar, misalnya supaya si teman tahu kita tidak suka diganggu dan tidak mau berteman dengannya.
Beritahu anak kalau menghindar bukan berarti penakut, tapi karena kita tidak suka dengan perilaku buruk si teman.
Beri perhatian dan kata-kata lembut lebih banyak dari biasanya supaya anak tidak merasa sendirian menghadapi situasi tidak enak yang terjadi padanya di kelas.
3. Hindari melabrak orang tua dari anak yang mengganggu
Baik lewat WhatsApp atau bicara langsung, melabrak orang tua dari anak yang mengganggu sangat tidak disarankan karena akan membuat posisi jadi terbalik.
Kita bisa jadi pihak yang malah bersalah bila tidak sengaja melempar ancaman, marah-marah, atau menghina si orang tua.
Walau rasanya ingin ngomel, lebih baik kita sama sekali tidak memberitahu orang tua dari anak itu. Biar wali kelas yang memberitahu supaya efektif dan terhindar dari campur tangan orang tua lain yang seringkali malah memperkeruh keadaan.
Wali kelas sudah terdidik secara akademik untuk menghadapi situasi seperti ini, meski sebelumnya belum punya pengalaman serupa.
4. Tahan diri bergosip dengan sesama orang tua
Ini banyak dilakukan ibu-ibu saat ada waktu di sela menjemput anak. Mereka bisa saling ber-ghibah mengenai anak pengganggu tadi, juga bisa membicarakan orang tua anak itu.
Ghibah sangat tidak disarankan karena bisa menjurus kepada fitnah. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan karena dampaknya bisa berlanjut amat lama.
Jadi, tahan diri sekuat mungkin meski kita jengkel ingin menjelekkan anak pengganggu dan orang tuanya. Paling penting dampingi anak kita supaya kalau terjadi sesuatu lagi padanya, anak kita bisa bercerita tanpa rasa ketakutan terhadap si teman pengganggu.
Solusi Mengawasi Anak Bila Kedua Orang Tua Bekerja
Beritahu keluarga yang mengasuh tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak.
Misal, orang yang mengasuh tidak boleh mengucapkan kata-kata negatif seperti sialan, asu, jancuk, bajingan, dan sebagainya.
Bila perlu percayakan pada pengasuh profesional seperti babysitter atau nanny. Dengan mereka kita bisa menanamkan pola asuh ideal tanpa rasa canggung.
Bila tidak mampu membayar pengasuh, bicarakan kepada kakek-nenek, paman-bibi, atau siapa pun keluarga yang mengasuh anak di rumah supaya pola asuhnya sama dengan kita dan tidak bertolak belakang.
Orang yang membantu mengasuh juga harus membatasi akses sinetron, YouTube, TikTok, media sosial, game, dan aktivitas internet lain bila anak sedang mengerjakan tugas sekolah.
Upayakan tetap bercengkrama dengan anak bukan cuma urusan PR dan tugas sekolah. Tentang kesukaannya, film terbaru, atau apa yang sedang disukai teman-temannya.
Mengasuh itu anak itu mudah, asal ada kemauan karena niat saja tidak cukup.
0 komentar
Posting Komentar