Karakter Pemakan Bubur Diaduk dan Tidak Diaduk

Karakter Pemakan Bubur Diaduk dan Tidak Diaduk

Bubur enak dimakan saat sarapan atau makan malam karena tidak terlalu membuat kenyang seperti nasi, tapi perut bisa tetap terisi dengan aneka bahan pelengkap (toping) yang bergizi, misalnya suwiran ayam, hati-ampela, atau telur.

Makan Bubur Diaduk


Orang yang sedang sakit atau sedang tidak enak badan biasanya makan bubur. Tekstur bubur yang lembek menjadikannya mudah ditelan dan dicerna lambung.

Bahan pelengkap bubur juga disesuaikan dengan kondisi atau kesukaan si sakit yang biaanya kehilangan nafsu makan. Maka itu, orang sakit cocok makan bubur dengan cara diaduk. Dengan mengaduk, bubur jadi lebih cepat encer dan berair sehingga suwiran ayam, daging, dan bahan pelengkap juga jadi cepat layu dan mudah ditelan.

Selain sakit, alasan orang mengaduk buburnya sebelum dimakan supaya semua bahan pelengkap bubur tercampur rata dan mudah dinikmat.

Makan bubur diaduk atau tidak juga dipengaruhi oleh pengalamannya di masa lalu. Bisa jadi sewaktu kecil keluarganya makan bubur diaduk dan dia terbawa pada kebiasaan itu. 

Bisa juga karena dia sering melihat bestie-nya makan bubur tidak diaduk lalu dia ikutan. Cara makan kita berasal dari lingkungan tempat kita berada dan seberapa kuat kita ingin mengikuti atau meninggalnya.

Hal itu mirip dengan kebiasaan orang Indonesia di mana kita biasa makan menggunakan tangan. Namun di Barat makan menggunakan tangan dianggap jorok dan tidak higienis.

Kebiasaan kita makan bubur bisa berubah, yang tadinya makan bubur diaduk jadi tidak diaduk lagi dan sebaliknya.

Karakter Umum Pemakan Bubur Tidak Diaduk


Pemakan bubur tidak diaduk memakan buburnya dari pinggir. Kalaupun ingin mencampur buburnya, mereka melakukannya sedikit-sedikit dari sisi pinggir, jadi tidak langsung diaduk sampai semuanya tercampur di mangkuk.

Berikut karakter yang dimiliki orang yang buburnya tidak diaduk.

1. Menyukai kehangatan. Bubur yang tidak diaduk lebih tahan kehangatannya karena panas yang ada di bagian tengah dan bagian dalam bubur tidak cepat menguap. 

Pada bubur yang diaduk, panas akan cepat hilang dan bubur jadi cepat dingin. Makin sering diaduk bubur suhu bubur akan sama dengan suhu ruang yang menyebabkan bubur jadi encer.

Itu sebabnya orang yang suka kehangatan makan buburnya tidak diaduk supaya dia bisa merasakan kelezatan bubur dalam kehangatan.

2. Teliti dan mendekati perfeksionis. Orang yang makan buburnya tidak diaduk tidak pernah buru-buru dalam mengerjakan sesuatu.

Dia selalu mempersiapkan segalanya jauh-jauh hari. Kalaupun ada tugas mendadak, dia akan memeriksa dan mengeceknya berulangkali supaya minim kesalahan.

3. Tidak mudah membebek. Pemakan bubur tidak diaduk tidak gampang ikut-ikutan tren medsos yang sedang viral. 

Mereka juga tidak mudah terbawa isu dan opini dari media sosial dan media massa meski isu itu sedang ramai dibicarakan.

Kalau ingin ikut komentar, mencerca, atau mendukung mereka akan membaca-baca lebih dulu sampai yakin tahu tentang topik yang akan dikomentarinya. 

4. Cermat dan detail. Bila pemakan bubur diaduk cenderung punya kepribadian simpel dan sederhana

Kebanyakan pemakan bubur tidak diaduk sangat cermat dan memerhatikan detail pada banyak hal yang mereka lakukan.

Bila ingin travelling, misalnya, mereka akan menghitung dengan cermat waktu keberangkatan, spot wisata, sampai biaya tidak terduga mereka hitung betul-betul.

5. Menganggap penampilan adalah bagian dari jati diri. Jarang pemakan bubur tidak diaduk yang berpakaian asal-asalan. 

Mereka juga akan menghindari memakai baju dan aksesori yang warna dan motifnya saling tabrakan. Karena menyukai barang berkualitas tinggi, pemakan bubur tidak diaduk juga rela menabung untuk mendapatkan barang berkualitas yang mereka inginkan.

6. Punya selera seni bagus. Walau cuma buat dimakan, menata makanan juga termasuk seni.

Di Jepang, presentasi visual makanan termasuk penting disamping cita rasa, dinamakan mukimono atau seni makanan. 


Makanan juga merupakan bagian dari filosofi Yin dan Yang di Tiongkok. Di Jawa filosofi bubur punya beberapa makna. Contohnya bubur merah putih yang dibuat untuk menyambut kelahiran bayi atau orang yang berganti nama.


Merah melambangkan keberanian dan putih berarti suci.


Apakah makan bubur merah-putih lantas diaduk diublek-ublek? Ambil setengah sendok bubur putih yang gurih dan setengah sendok bubur merah yang manis. Suap sendok itu ke mulut. Rasakan kegurihan dan kemanisan dalam bubur yang menyatu padu.


Mangkuk dan piring di Jepang bahkan tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran, bukan cuma bundar dan oval karena menyesuaikan dengan hidangan dan dekorasinya.


Makan soto diaduk, kok bubur nggak? 

 

Satu hal yang sering dinyatakan oleh pemakan bubur diaduk adalah: makan bubur sama dengan soto, harus diaduk supaya semua rasanya tercampur rata. Makannya juga sama-sama pakai mangkuk, berarti sama-sama diaduk dong!

Pertama, soto itu pake kuah, guys! Secara otomatis semua bahan makanan yang ada di mangkok sudah kecampur duluan tanpa diaduk.

Bubur juga ada yang pake kuah, tapi kuahnya tidak sebanyak soto, jadi menyamakan makan bubur dengan soto itu gak apple to apple, ya, alias gak nyambung!

Kedua, pada soto tidak berlaku cara makan diaduk dan tidak diaduk. Cara makan yang berlaku bagi pemakan soto adalah nasi dicampur ke dalam mangkuk soto atau nasi dipisah dari soto. 

Pada orang yang menyukai makan soto terpisah dari nasi, mereka akan menuang soto ke dalam piring nasi sebelum disuap ke mulut.

Sebaliknya, orang yang menyukai soto campur nasi akan menaruh nasi ke dalam mangkuk supaya bisa dimakan bareng sotonya.

Ketiga, soto dan bubur adalah dua menu yang berbeda karena bahan, bumbu, dan cara pengolahannya tidak sama.

Dari tiga hal diatas dapat disimpulkan bahwa makan bubur tidak bisa disamakan dengan makan soto. Valid no debate.

Last but not least, karena berbeda karakter dan filosofi memandang hidup, orang yang makan bubur diaduk dan tidak diaduk tidak bisa jadi bestie (sahabat).

Mereka tetap bisa berteman dengan sangat asyik, tapi lebih dari itu tidak bisa. 

Perbedaan karakter antara dua orang sebenarnya baik untuk saling melengkapi, tapi perbedaan dengan  orang yang makan bubur diaduk dan tidak diaduk lebih kepada perbedaan prinsip dan visi hidup.

Maka, lebih baik cari pasangan hidup yang sama-sama makan buburnya diaduk atau tidak diaduk.

Beda E-Commerce, Social Commerce, dan Marketplace

Beda E-Commerce, Social Commerce, dan Marketplace

Electronic commerce (e-commerce), marketplace, dan social commerce sama-sama tempat jual-beli barang di internet yang sering disebut juga sebagai toko online. Namun dari ketiganya ada perbedaan yang mencolok mulai domain yang dipakai buat berdagang sampai karakteristiknya.


Singkatnya bisa dibilang kalau e-commerce adalah toko online yang dikelola langsung oleh individu atau perusahaan. Sedangkan marketplace adalah pasar online yang mempertemukan antara pembeli dan penjual yang dikelola pihak ketiga. Kemudian social commerce adalah medsos yang merangkap pasar online.

Berikut penjelasan lengkap tentang beda e-commerce, social market, dan marketplace.

E-commerce atau Electronic Commerce (Niaga Elektronik)

 

E-commerce adalah website atau situs yang menjual barang sekaligus menerima pembayaran dan mengirim barang langsung kepada pembeli. Pemberian potongan harga, bebas ongkir, dan promo kepada pembeli tergantung dari pemilik website.

Dibanding marketplace dan social commerce, e-commerce amat jarang memberi potongan harga apalagi bebas ongkir. Itu karena mereka memperhitungkan segalanya dari sisi komersil. Kalau dengan diskon bebas ongkir atau promo mereka masih bisa untung, barulah mereka memberikan diskon itu.

Jadi bisa dibilang kalau e-commerce adalah toko online yang sesungguhnya. Contoh dari e-commerce yang masih ada sejak lama sampai sekarang adalah estilamama.com, jakartanotebook.com, muslimgaleri.co.id, dan bhinneka,com.

Sebelum ada marketplace dan social commerce, banyak orang yang membuat toko online untuk menjual aneka kerajinan tangan buatannya, menjual baju, e-book, dan elektronik

Sekarang hampir tidak ada perorangan yang membuka e-commerce dan memilih jualan di marketplace dan social commerce. Membuat e-commerce biayanya lebih mahal karena harus membeli domain, menyewa server, dan meluangkan waktu untuk promosi toko online.

Marketplace (Lokapasar)

 

Marketplace punya padanan bahasa Indonesia sebagai lokapasar. Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Bibli, Lazada, Zalora, dan JDID adalah platform marketplace yang mempertemukan penjual dengan pembeli.

Pemilik marketplace bebas memberi diskon, bebas ongkir, dan cashback kepada barang yang dijual di platform-nya. Hanya saja pemberian seperti itu menggerus biaya operasional marketplace. 

Makanya cuma sedikit dari marketplace yang dapat untung dari mengelola platform jual-beli itu. Di Indonesia, sejauh ini, marketplace yang untung baru Bukalapak. Untung yang dimaksud disini mereka sudah dapat laba setelah mengeluarkan biaya untuk operasional marketplace, gaji karyawan, dan pajak.

Dari sisi pembeli, belanja di marketplace lebih menguntungkan daripada di e-commerce karena bebas ongkos kirim (ongkir), dapat potongan harga, dan kadang dapat cashback pula. Subsidi seperti itu sebetulnya merugikan marketplace karena membuat pengeluaran sangat bengkak yang lalu disebut sebagai bakar duit.

Social Commerce


Social commerce adalah media sosial sekaligus marketplace. Jadi selain bisa melihat postingan orang lain, kita bisa berbelanja juga. Para pengguna medsos yang punya banyak follower sering dibayar untuk jualan produk tertentu.

Jadi selain mejeng atau jadi content creator, pengguna medsos juga bisa nyambi jualan dan dapat komisi dari tiap barang yang terjual atau dibayar sesuai jam tayang atau sesuai perjanjian yang disepakati bersama.

TikTok Shop (sebelum ditutup) adalah social commerce yang paling banyak digunakan orang Indonesia. Penyebab pemerintah melarang dan menutup TikTok Shop karena di sana ada persaingan tidak sehat yang diberlakukan bagi barang impor dari Tiongkok.

Barang serupa dari Tiongkok diijual dengan harga jauh lebih miring dari yang diproduksi dalam negeri. Jadi semacam perang harga yang disubsidi besar-besaran oleh TikTok.

Sekarang ini Facebook Shop dan Instagram Shop juga terancam ditutup karena melalui Permendag Nomor 31 tahun 2023 platform medsos tidak boleh lagi melakukan transaksi jual-beli seperti marketplace.

Kalau mau tetap jualan, platform medsos harus membuat platform jualan yang terpisah, jadi tidak di satu aplikasi, sebab izin dan perhitungan pajaknya juga beda.

Pertimbangan Utama Orang Belanja Online

 

Dulu orang lebih senang belanja langsung ke toko untuk melihat, memegang, dan mencoba langsung barang yang diinginkannya. Selain itu ketakutan akan menerima barang yang tidak sesuai dengan yang dipajang di toko online juga jadi faktor orang enggan belanja orang.

Sekarang kita sudah tidak ragu beli apa pun lewat internet karena sudah terbiasa dan mengerti apa yang harus dilakukan supaya tidak tertipu.

Berikut pertimbangan utama orang memilih belanja online terutama karena alasan praktis.

1. Barang yang diinginkan tidak dijual di kota tempat tinggal. Kalau sudah begini belanja online jadi pilihan utama daripada harus keluar kota untuk membeli barang impian.

Tiket konser juga sering dijual online untuk memudahkan penonton di kota yang berbeda membeli tiket konser musisi favorit mereka.

2. Mencari barang unik yang dibuat dan dijual terbatas. Ada barang yang cuma dijual online dengan edisi terbatas supaya eksklusif.

Untuk membeli barang itu orang harus mengakses situs e-commerce dan melakukan transaksi di sana.

3. Bisa pesan sesuai selera. E-commerce dan marketplace sering menawarkan membuat kaus, poster, sepatu, atau aksesori yang didesain sesuai selera kita.

Daripada repot mencari alamat tempat yang membuat desain custom lebih baik mencarinya di marketplace atau e-commerce.

4. Harga jauh lebih murah dari toko fisik. Hampir semua barang yang dijual di internet lebih murah dari yang dijual di toko fisik.

Sudah lebih murah, dapat casback pula, gimana gak tergiur.

***

Mau belanja di toko fisik atau di internet sama saja. Yang penting jangan boros dan perhitungan betul-betul. Hindari utang dengan paylater dan sejenisnya karena bisa bikin kita lupa diri.

Diskon dan cashback besar yang ditawarkan paylater dkk itu bisa jadi perangkap yang membuat kita terjerat utang. Apalagi kalau digunakan untuk beli barang yang tidak bukan kebutuhan mendesak. 

Mau belanja di mana pun, pengeluaran tidak boleh lebih besar dari pemasukan kita.

Mengarang Cerpen Tanpa Plagiat

Mengarang Cerpen Tanpa Plagiat

Pernah baca novel The Hunger Games karangan Suzanne Collins dan Divergent karya Veronica Roth? Novel itu sama-sama bertokoh utama remaja perempuan 16 tahun, memakai kata ganti orang pertama, berlatar distopia dan kekacauan di masa depan, serta diwarnai adegan laga dan peperangan.

Dua novel itu sama-sama laris di banyak negera dan telah diangkat ke layar lebar yang juga sukses. Akan tetapi, kita tidak berpikir bahwa Divergent yang terbit 2011 memplagiat/menjiplak The Hunger Games yang lebih dulu terbit di 2008.

Kenapa? Sebab meski banyak kesamaan, tidak ada dalam dua novel itu yang bisa disebut sebagai plagiat.

Suatu karya fiksi entah itu cerpen, puisi, atau novel bisa dibilang plagiat terhadap karya lain kalau kita terinspirasi, tapi menulis ulang mentah-mentah tanpa modifikasi seperti yang didalamnya terdapat hal dibawah ini.

1. Menerjemahkan

 

Penerbit di Indonesia yang ingin menerjemahkan karya fiksi asing harus minta izin ke penerbit asli tangan pertama yang mencetak buku tersebut. 

Setelahnya mereka harus membayar sejumlah biaya royalti dan lisensi serta mengurus kontrak.

Melihat yang seperti itu kita bisa ambil kesimpulan kalau menerjemahkan tidak bisa sembarangan karena termasuk karya aslinya termasuk hak cipta intelektual. Kalau kita menerjemahkan tanpa mencantumkan nama penulis asli dan memberitahu di mana karya itu terbit, kita bisa dibilang melakukan plagiat.

Namun, walau sudah mencantumkan penulis asli dan sumber tayangnya, menerjemahkan mentah-mentah ternyata juga belum bisa dibilang bebas plagiarisme.

Kita cuma boleh menerjemahkan sebanyak 25% dari total cerita yang kita tulis supaya terhindar dari plagiarisme. Misal kita membuat cerpen sepanjang 2000 kata. Maka terjemahan yang kita salin hanyalah 500 kata.

Selebihnya haruslah memakai ide, kalimat, dan gaya bahasa kita sendiri. Kalau kita terinspirasi dari sebuah karya dan ingin mengarang tema, tokoh, latar, dan alur yang sama, sangat baik kita menulis dengan kalimat, gaya bahasa, dan imajinasi sendiri.

2. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik

 

Misal kita suka cerita horor dan terinspirasi ingin menulis seperti Risa Saraswati. Pun kita ingin menulis seperti Habiburahman El-Shirazy yang ciamik mengarang novel religi. Boleh ambil tema mereka dan latar serta karakter tokohnya, tapi masukkan unsur insintrik dan ekstrinsik.

Unsur intrinsik atau unsur internal adalah pengalaman, cara pandang, ideologi, kepribadian, pola pikir, karakter, dan kejadian yang langsung dialami dan berasal dari dalam diri penulisnya sendiri.

Misal, kita membuat tokoh A. Karakter dan kebiasaan A ini kita ambil dari karakter kita sendiri yang suka ngopi, bangun siang, dan suka dugem. Itu berarti kita menaruh unsur insintrik di dalam tokoh.

Unsur intrinsik juga bisa ditaruh didalam alur cerita, tempat, waktu kejadian, dan semua yang kita rasa perlu dimasukkan dalam cerita.

Sedangkan unsur ekstrinsik atau eksternal kebalikan dari intrinsik, yaitu semua pengalaman, ideologi, cara pandang, dan semua hal yang berasal dari orang dan peristiwa diluar si penulis. Jadi kita mengambil yang ada dan terjadi pada orang lain untuk kita masukkan dalam cerita.

3. Parafrasa

Parafrasa (kata tidak bakunya: parafrase) adalah menulis ulang dari artikel, cerita, dan kisah yang sudah terbit dengan mengubah kalimat dan susunan kata sehingga terlihat seperti artikel atau cerita yang baru.

Related: Parafrasa Cara Termudah Menulis Artikel Tanpa Dianggap Plagiat tapi Minim Etika

Melakukan parafrasa tidak termasuk plagiat asal kita mencantumkan nama penulis aslinya. Kalau cerpen atau artikel yang kita parafrasa tayang di internet, kita juga harus menyebut situs tempat cerpen itu dimuat. 

Cerpen yang Terinspirasi

 

Kadang ada pengarang yang  ingin diakui sebagai cerpenis lalu cari jalan pintas dengan melakukan plagiat dari cerpen luar negeri dengan dalih terinspirasi. Alih-alih terinspirasi yang dilakukannya cuma menerjemahkan dan melakukan parafrasa.

Kalau mau diakui sebagai cerpenis jempolan jalannya tidak bisa instan dan kita harus banyak membaca karya orang lain sebelum menemukan gaya sendiri. Awal-awal menulis cerpen alur kita mungkin berantakan, karakter tokohnya sama semua, dan penulisan tanda baca yang tidak sesuai EYD. 

Tidak apa-apa, itu semua proses buat kita menghasilkan cerpen yang bagus. Bagus dalam artian enak dibaca, mudah dipahami, dan sudah mahir menempatkan kaidah penulisan di dalam tiap karya.

Berusaha menulis dengan kemampuan sendiri jauh lebih baik dari mengaku terinspirasi padahal cuma plagiasi.

Beda Remote Working dan Digital Nomad Dari Cara Kerja Sampai Tempat Tinggalnya

Beda Remote Working dan Digital Nomad Dari Cara Kerja Sampai Tempat Tinggalnya

Di masa pandemi Covid-19 kita mengenal istilah work from home atau bekerja dari rumah karena kantor ditutup untuk mencegah penyebaran virus Corona penyebab penyakit Covid. Para karyawan tetap menunaikan tugasnya, tapi pekerjaan itu mereka selesaikan di rumah masing-masing, tidak di kantor sebagaimana normalnya.

Related: Social Loafing Orang yang Rajin tapi Malas Kerja Kelompok

Sebetulnya tidak harus dari rumah. Karyawan bisa kerja dari mana saja asal terhubung ke internet yang akan menyambungkannya ke jaringan kantor. Hanya saja kalau bekerja di kafe atau di perpustakaan daerah hitungannya lebih boros karena harus mengeluarkan uang transportasi dan beli kopi.

Pekerja yang bekerja di mana saja, termasuk sambil keliling kota/dunia, lebih pas disebut sebagai digital nomad daripada remote working. Remote working sama dengan work from home, tapi berbeda dengan digital nomad walau sama-sama tidak butuh datang ke kantor.

Asal Istilah Digital Nomad dan Remote Working

 

Nomad (bahasa Inggris) artinya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dan tidak pernah menetap. Dalam bahasa Indonesia disebut sebagai nomaden.

Jadi digital nomad berarti orang yang sering bepergian ke banyak tempat sambil bekerja menggunakan teknologi digital seperti internet, perangkat komunikasi, dan kamera bila diperlukan (tergantung pekerjaan yang sedang mereka jalani).

Sementara itu remote working adalah mengerjakan pekerjaan kantor yang tidak dilakukan di kantor alias kerja jarak jauh. Remote working sering disebut juga dengan telework, telecommuting, dan work from home.

Istilah itu populer sejak tahun 2020 atau saat awal pandemi Covid-19 melanda dunia.

Sama-sama bekerja jarak jauh (remotely), menggunakan internet dan perangkat komunikasi, lalu apa bedanya remote working (pekerjanya disebut worker) dan digital nomad?

Tempat Kerja dan Tempat Tinggal


Remote worker lebih banyak bekerja di rumah daripada di kafe, taman kota, atau perpustakaan yang menyediakan wifi. Itulah mengapa seseorang yang melakukan remote working sering disebut sedang melakukan work from home.

Remote worker sesekali ngopi sambil kerja menggunakan wifi di kafe atau di rumah saudaranya yang punya internet, tapi itu jarang. Mereka hampir selalu bekerja dari rumah karena sewaktu-waktu bisa dipanggil untuk meeting atau ditelepon kantor.

Remote worker tidak pernah pindah kota selagi bekerja, sedangkan digital nomad selalu berpindah-pindah. Bulan ini kerja di Denpasar, bulan depan di Jakarta, enam bulan kemudian mereka bisa saja sudah pindah negara.

Remote working dari rumah (Foto: Forbes India)

Digital nomad juga tidak punya rumah atau tempat tinggal tetap karena selalu berpindah-pindah selama bertahun-tahun. Kalau pulang ke kota atau negara asalnya mereka akan pulang ke rumah orang tua atau saudaranya sebelum melanglang buana lagi sambil bekerja.

Remote worker kebanyakan karyawan tetap di suatu perusahaan sedangkan digital nomad kebanyakan pekerja lepas, pekerja kontrak, atau bekerja mandiri (self employee).

Pekerjaan yang Ditekuni

 

Status karyawan tetap yang disandang remote worker berarti lingkup kerja mereka formal, entah di kementerian, lembaga negara, atau seputar perusahaan negara, pribadi, dan publik. 

Digital nomad (Foto: CEO Magazine)

Mengutip dari Glints digital nomad bekerja di bidang yang lebih kasual seperti:

  • Freelancer seperti penulis lepas, web programmer, atau admin sosial media yang mengurus aset klien dengan membuat online campaign/konten.
  • Profesional yang bekerja mandiri dengan membuka konseling, akuntan, atau bantuan hukum.
  • Enterpreneur yang mengatur timnya menggunakan tools online.
  • Seseorang yang menjual produk digital seperti e-book, panduan, desain website, atau print art.
  • Kreator konten seperti YouTuber dan TikToker yang mendapat uang dari jumlah views, subscriber, Live, dan promosi bisnis.
  • Influencer medsos yang dibayar untuk melakukan endorsement produk dan jasa.

Bisakah Seorang Remote Worker Jadi Digital Nomad?

 

Sangat bisa, tergantung dari jenis pekerjaannya. Kalau pekerjaan itu menuntut jam kerja tetap dari pagi sampai malam maka remote worker tidak bisa jadi digital nomad. 

Sebaliknya kalau pekerjaan kita cuma butuh hasil kerja dan hasil karya tanpa aturan jam kerja maka kita bisa kerja sebagai digital nomad.

Remote Working dan Hybrid Working

 

Ada istilah lain yang menggambarkan kerja jarak jauh, namanya hydbrid working. Karyawan remote dan hybrid tidak perlu datang dan menunjukkan diri di kantor untuk menyelesaikan tenggat waktu pekerjaan. Bedanya remote worker tidak perlu datang ke kantor sedangkan hybrid worker harus datang ke kantor dengan porsi, misal, 3 hari ngantor 2 hari kerja dari rumah.

Dalam waktu 8-10 tahun mendatang pakar pekerja Alicia Tung memperkirakan para karyawan akan membagi waktu mereka sebesar 40 persennya untuk bekerja di luar kantor secara hybrid

Namun asosiasi personalia profesional atau The Chartered Institute of Personnel and Development yakin kalau perusahaan lebih suka karyawannya datang ke kantor untuk bekerja daripada melakukan remote atau hybrid working.

Elon Musk telah melakukannya saat 30% perusahaan di AS masih memberlakukan work from home selama status pandemi belum dicabut oleh WHO.

The Guardian memberitakan kalau Elon mewajibkan seluruh karyawannya untuk ngantor. Karyawan boleh bekerja remote setelah mereka melaksanakan kewajiban ngantor minimal 40 jam per pekan. Kalau keberatan dengan peraturan itu mereka boleh mengundurkan diri dari SpaceX dan Tesla.

Di Indonesia sendiri perusahaan seperti Gojek yang sewaktu pandemi memberlakukan work from home tanpa sekali pun karyawannya harus ke kantor, sekarang sudah mewajibkan work from office kembali.

Meski begitu ada perusahaan yang pekerjanya berstatus berstatus karyawan tetap (bukan kontrak dan alih daya), tapi mayoritas bekerja remote. Yang ngantor cuma karyawan HR dan administrasi. Itu dimungkinkan karena perusahaan butuh karyawan dari banyak negara dan tidak berkepentingan mendatangkan karyawan ke kantor mereka.


Social Loafing, Orang yang Giat Bekerja Sendiri tapi Malas Kerja Kelompok

Social Loafing, Orang yang Giat Bekerja Sendiri tapi Malas Kerja Kelompok

Mengacu pada ilmu psikologi, social loafing atau kemalasan sosial berarti orang cenderung malas bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas/kepentingan kelompok walau sebenarnya mereka rajin dan bukan pemalas.

Meski begitu, social loafing tidak berlaku dalam kelompok sosial di mana anggotanya punya kesadaran bahwa mereka harus selalu bekerja bersama-sama dengan orang dalam kelompok itu.

Kerja kelompok relatif menyenangkan kalau orang dalam kelompok itu sama-sama terlibat di aktivitas sosial, misal PKK, karang taruna, ormas keagamaan, organisasi sosial, bisa juga Pramuka.

Orang yang sama-sama ikut kegiatan sosial punya hasrat yang sama untuk menjadi pelayan warga, jadi mereka dengan senang hati bekerja sama dalam satu kelompok dan masing-masing mengeluarkan usaha terbaiknya.

Maka bisa disimpulkan kalau social loafing lebih cocok diterapkan untuk pekerjaan kantoran, pabrik, atau perkebunan dan pertanian.

Asal Istilah Social Loafing 


Laman Simply Psychology melansir istilah social loafing atau kemalasan sosial datang dari hasil pengamatan dan percobaan yang dilakukan insinyur pertanian Prancis Max Ringelmann (1861-1931) pada pekerja perkebunan.

Max tertarik tentang bagaimana pekerja perkebunan memaksimalkan produktivitas mereka. Dia lalu menemukan bahwa tugas yang dikerjakan secara kelompok dapat hasil lebih baik daripada kalau dikerjakan secara individu, tapi ternyata masing-masing pekerja tidak mencapai kinerja maksimalnya.

Eksperimen Menarik-Tali Ringelmann


Pada 1913 Max Ringelmann kemudian membuat percobaan dengan tali dan minta orang-orang menarik tali yang dipasang pada pengukur tekanan. Dia meminta orang menarik tali itu sendirian kemudian menarik tali bersama-sama. Dari situ dia menemukan bahwa semakin banyak orang menarik, semakin rendah potensi kinerja mereka.

Jika dua orang masing-masing mampu menarik 100 unit maka ketika menarik bersama-sama total yang mereka tarik besarnya cuma 186 dari yang seharusnya 200 unit. Lalu delapan orang yang menarik bersama-sama total hanya dapat menarik 392, setengah dari total potensi keseluruhan mereka yaitu 800.  

Max Ringelmann mengaitkan fenomena itu dengan hilangnya koordinasi dan motivasi yang jadi sebab utama social loafing.

Hilangnya koordinasi disebabkan tidak adanya kesinambungan pekerja untuk mengeluarkan kemampuan yang sama dari awal sampai selesai. Lalu hilangnya motivasi disebabkan karena tiap orang dalam kelompok membiarkan yang lain untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Pada 1974 beberapa peneliti mengulang percobaan Ringelmann yang sedikit dimodifikasi. Para peneliti itu membuat dua kelompok. Kelompok pertama diisi sepenuhnya oleh para sukarelawan yang menarik tali. Pada kelompok kedua yang menarik tali hanya satu orang sukarelawan, yang lain cuma pura-pura menarik tali tanpa diketahui oleh satu sukarelawan itu.

Hasilnya kelompok pertama yang seluruh anggotanya menarik tali mengalami penurunan kinerja individu paling besar dibanding kelompok kedua.

Related: Lima Sifat Kepribadian Manusia Ternyata Tidak Ada Introvert

Percobaan sama yang dilakukan tahun 2005 lalu menemukan bahwa orang-orang mengeluarkan kinerja lebih besar bila bekerja dalam satu kelompok kecil dalam situasi terdistribusi maupun terkolokasi.

Namun, orang yang berada dalam kelompok terkolokasi cenderung mengalami tekanan untuk terlihat sibuk padahal sebetulnya tidak sibuk. Makanya mereka jadi pura-pura sibuk. Sedangkan orang yang berada dalam kelompok terdistribusi tidak mengalami tekanan seperti itu.

Kelompok terkolokasi dalam konteks pekerjaan artinya berada dalam lingkungan atau divisi yang sama, rincian pekerjaan yang serupa, dan tiap orang punya jabatan/posisi yang juga sama.

Penyebab Social Loafing

 

Social loafing bisa bikin frustasi ketua kelompok karena anggota kelompoknya tidak bekerja maksimal yang menyebabkan penurunan produktivitas. Situs Very Will Mind menyebutkan salah satu penyebabnya adalah besar-kecilnya kelompok.

Berikut alasan orang lebih malas bekerja dalam kelompok daripada bekerja sendirian.

1. Skala kelompok. Makin besar kelompoknya makin anggotanya tidak produktif karena merasa tidak dibutuhkan.

Sebaliknya, orang dalam kelompok yang lebih kecil akan bekerja giat karena merasa keberadaannya penting dan akan berkontribusi lebih banyak.

2. Motivasi. Orang-orang yang tidak suka berada dalam satu kelompok yang tidak disukainya (tidak satu circle, minder dengan anggota yang lain, atau merasa anggotanya tidak bisa diajak kerja sama) cenderung tidak termotivasi.

Karena tidak ada atau kurangnya motivasi mereka jadi malas bekerja akhirnya terjadi social loafing alias kemalasan sosial.

3. Pembagian tanggung  jawab. Orang akan cenderung terlibat dalam social loafing kalau mereka tidak merasa punya tanggung jawab terhadap tugas atau pekerjaan yang harus dilakukan berkelompok.

4. Sangkaan. Saat melihat anggota kelompok bermalas-malasan, kita biasanya tidak ingin jadi orang yang mengerjakan semuanya sendiri. 

Makanya kita jadi cenderung ikut bermalas-malasan juga. Meski begitu, saat ada di dalam kelompok yang kebanyakan anggotanya berprestasi atau rajin, kita juga cenderung ingin bermalas-malasan karena beranggapan mereka dengan sendirinya akan menyelesaikan tugas itu dengan baik.

Apakah Orang yang Melakukan Social Loafing Berarti Egois?


Banyak orang yang terlalu lelah melakukan kerja kelompok karena harus menyesuaikan diri dengan karakter orang lain yang bisa saja bertolak belakang dengannya.

Related: Hustle Culture dan Tipe Karyawan yang Senang Melakoninya

Kerja kelompok juga mengharuskan banyak orang untuk saling bekerja sama. Bagi sebagian orang, kerja sama dianggap hanya buang waktu karena pekerjaan bisa selesai lebih baik dan cepat tanpa harus bekerja dengan banyak orang.

Selain itu orang pemalu dan pendiam juga kurang suka bekerja dalam kelompok karena merasa terpinggirkan hanya karena mereka tidak banyak bicara.

Jadi apakah orang yang terlibat social loafing berarti egois?

Mencegah Social Loafing

 

Kemalasan sosial dilakukan oleh banyak orang atau hampir semua orang dalam kelompok, jadi bisa berakibat tugas tidak selesai atau hasilnya alakadar.

Hal  yang dapat dilakukan untuk mencegah social loafing adalah sebagai berikut:

  1. Memberi tugas yang berbeda pada tiap anggota kelompok.
  2. Membentuk kelompok kecil dan membangun akuntabilitas individu yang artinya tiap anggota kelompok dapat dimintai pertanggungjawabannya.
  3. Menetapkan standar dan aturan yang jelas. 
  4. Mengevaluasi kinerja individu dan kelompok.
  5. Menilai prestasi atau hasil kerja masing-masing anggota sebagai individu.

***

Orang yang rajin dan giat bekerja, tapi tidak mengeluarkan kemampuan terbaiknya saat kerja kelompok bukan hal baru karena sudah diteliti sejak tahun 1913. Jadi kita tidak perlu heran kalau sekumpulan orang-orang pintar ternyata tidak bisa menghasilkan karya spektakuler saat mereka bekerja di dalam kelompok, lebih-lebih di kelompok yang sama.

Empat Jenis Pola Asuh yang Membentuk Karakter Anak

Empat Jenis Pola Asuh yang Membentuk Karakter Anak

Anak mendapat pendidikan pertama kali dari orang tuanya. Sejak didalam kandungan dia sudah mengenali suara ayah-ibunya atau keluarganya yang lain. Dia juga menyerap kata dan kalimat penyejuk hati yang diucapkan orang tuanya. Pun mendengar bila di tempat tinggalnya sering terlontar makian dan serapah. 

4 jenis pola asuh yang membentuk karakter anak

Saat anak masuk sekolah, pendidikan yang diberikan orang tuanya tidak boleh berhenti, justru saling melengkapi dengan yang diajarkan di sekolah. Sekolah mengajarkan ilmu pengetahuan, orang tua mengajarkan budi pekerti, agama, dan pengetahuan lain yang tidak diajarkan di sekolah.

Meski setiap orang tua sayang pada anaknya, tapi ilmu psikologi menemukan adanya pola asuh otoriter yang ternyata tidak mempedulikan perasaan dan pikiran anak. 

Asal Muasal Pembagian Gaya Pengasuhan


Perkembangan pola asuh pertama kali dicetuskan oleh psikolog perkembangan bernama Diana Baumrind dari University of California di tahun 1960-an.

Diana kemudian mendeskripsikan tiga gaya pengasuhan berdasarkan penelitiannya terhadap anak-anak usia prasekolah. Tiga gaya pengasuhan itu adalah authoritarian, authoritative, dan permissive.

Beberapa tahun setelahnya di tahun 1983 Maccoby dan Martin memperkenalkan gaya pengasuhan yang keempat, yaitu uninvolved parenting. Maccoby dan Martin juga melakukan penelitian pada pola asuh orang dan hubungannya dengan perilaku dan sikapanak ketika remaja.

Merka menemukan uninvolved parenting setelah memperluas tipologi (pengelompokkan berdasarkan tipe atau jenis) dari tiga gaya pengasuhan yang telah dideskripsikan oleh Diana Baumrind.

Berikut empat pola asuh yang diterapkan orang tua ke anak-anak mereka.

1. Pola Asuh Otoriter (Authoritarian Parenting)

 

Authoritarian parenting disebut juga dengan pola asuh otoriter. Otoriter berarti berkuasa sendiri atau sewenang-wenang, Jadi dalam authoritarian parenting, orang tua memberikan larangan dan batasan yang ketat untuk anak.

Anak tidak boleh membantah apa yang dikatakan orang tua, bahkan bila anak mengungkapkan pendapat dan isi hatinya, orang tua akan mencapnya sebagai pemberontak dan tukang melawan.

Alasan Orang Tua Menerapkan Pola Asuh Otoriter

Berikut alasan kenapa orang tua menerapkan pola asuh otoriter terhadap anak.

1. Masih terbawa zaman penjajahan dimana yang muda harus tunduk pada tua apalagi yang berkuasa.

2. Belum mengenal pola asuh selain "anak harus nurut apa kata orang tua" karena menganggap orang tua lebih punya banyak pengalaman hidup dibanding anak.

3. Merasa paling tahu yang dibutuhkan anak karena telah membesarkan anak sejak lahir.

4,. Merasa punya kuasa terhadap anak karena merasa si anak darah daging sendiri maka semua perkataan dan tindakan orang tua harus diikuti.

5. Keinginan masa kecil orang tua tidak tercapai dan ingin anak mencapai apa yang tidak bisa mereka raih. 

Generasi Baby Boomer (kelahiran 1946-1964) dan Gen X awal (kelahiran 1965-1972) merupakan generasi yang paling menerapkan pola asuh otoriter ini. Contoh pola asuh otoriter paling nyata yang diterapkan Baby Boomer dan Gen X awal, misalnya, anak-anak dilarang makan lebih dulu sebelum ayah mereka makan. 

Related: Love Language Orang Tua untuk Hubungan Berkualitas

Alasan lain orang tua menerapkan pola asuh otoriter karena mereka punya trauma masa kecil atau gangguan mental yang tidak disadari, misal gangguan stres, gangguan kecemasan sosial, bipolar, atau gangguan mental lain yang berimbas pada pola asuh.

Psychology Today menyebut bahwa pola asuh otoriter sering disertai dengan kekerasan terhadap anak dalam bentuk bentakan, ledekan, dan makian. Orang tua juga mudah melabeli anak dengan macam-macam sebutan negatif tiap mereka merasa anak tidak menuruti perintah dengan benar.

2. Pola Asuh Otoritatif/Demokratis (Authoritative Parenting)

 

Orang tua yang menerapkan pola asuh otoritatif adalah orang tua yang hangat, penuh kasih sayang, selalu mendukung, tapi juga menetapkan batasan dan disiplin pada anak.

Mereka selalu memberikan bimbingan dan mendorong supaya anak-anak mampu mandiri dan berpikir sendiri. Karena selalu berdiskusi dan bertanya pada anak sebelum mengambil keputusan tentang aktivitas, kebutuhan, dan apa yang diinginkan si anak, maka gaya pengasuhan orotitatif sering disebut sebagai pola asuh demokratis.

Ilustrasi: Very Well Mind

Saat anak memutuskan ingin melakukan suatu hal untuk mengisi waktu, mengembangkan bakat dan minat atau untuk meraih cita-citanya, orang tua akan mendukung dengan memberi bimbingan dan dorongan sesuai usia anak.

Orang tua otoritatif juga memilih untuk memberi penjelasan dan pemahaman pada anak sebelum anak berbuat negatif atau melakukan hal yang dilarang oleh norma agama dan sosial. 

Memarahi anak adalah pilihan terakhir bagi orang tua otoritatif. Kalaupun terpaksa memarahi dan memberi hukuman mereka akan memberi alasan dan penjelasan kenapa mereka marah dan memberi hukuman..

3. Pola Asuh Terbuka (Permissive Parenting)

 

Permissive atau permisif artinya terbuka atau membolehkan. Orang tua yang permisif sangat sayang dan sabar pada anaknya karena itu mereka akan memberikan apa yang diinginkan anak tanpa bertanya dan memikirkan manfaat dan risikonya untuk anak.

Selain itu orang tua  permisif juga sangat sedikit memberi bimbingan, aturan, dan tidak pernah menerapkan disiplin pada anak karena tidak ingin anak marah, kecewa, dan menganggap orang tuanya kejam. 

Ilustrasi: Very Well Mind

Orang tua permisif menganggap kebahagiaan anak adalah kebahagiaan mereka juga maka keinginan anak akan sebisanya mereka penuhi.

Para peneliti menemukan kalau anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif cenderung tidak disiplin, manja, kurang empati, banyak menuntut, dan mementingkan diri sendiri.

Namun orang tua yang menerapkan pola asuh permisif punya alasan melakukannya karena:

  1. Ingin memberi kebebasan pada anak.
  2. Membebaskan anak berkreasi dengan kreativitasnya sendiri.
  3. Tidak ingin dianggap sebagai orang tua oleh anak, melainkan teman.
  4. Semua hal adalah kesempatan belajar buat anak sehingga tidak perlu memikirkan risiko dan keselamatan anak.

4. Uninvolved Parenting (Pola Asuh Abai)


Uninvolved parenting sering disebut juga sebagai neglected parenting atau pola asuh abai. Gaya pengasuhan ini disematkan pada orang tua yang cuek apakah anaknya sudah makan, salat, mengerjakan PR, istirahat, dan segala kebutuhan dasar yang diperlukan anak.

Bisa dibilang gaya pengasuhan abai ini kontroversial karena anak dibiarkan tumbuh dan mengurus dirinya sendiri. Mereka bahkan mengambil keputusan untuk dirinya sendiri tanpa keterlibatan orang tua yang membimbingnya.

Uninvolved parenting terjadi karena orang tua sibuk bekerja dan menyerahkan pengasuhan pada keluarga terdekat mereka. Namun keluarga dekat ternyata juga sibuk atau tidak mengerti bagaimana cara mengasuh anak.

Anak yang dibesarkan dengan pola asuh abai ini kalau sudah punya anak akan cenderung mengabaikan anak mereka juga. Sebabnya karena mereka hanya mengenal pola asuh ini dan sudah terbiasa sehingga tidak ingin lagi menjalani pola asuh lainnya, terutama authoritative parenting yang dinilai melelahkan.

***

Orang tua bisa saja mengubah pola asuh mereka selagi anak masih dibawah umur dan belum remaja (12 tahun kebawah). Misal yang tadinya menerapkan pola asuh otoriter pelan-pelan mengubahnya menjadi demokratis.

Perubahan pola asuh ketika anak sudah remaja tidak akan berpengaruh terhadap karakter dan perilaku anak karena masa optimal anak menyerap apa yang mereka dapat ada di usia 12 tahun kebawah saat fungsi kognitifnya masih berkembang.

Fungsi kognitif anak baru terbentuk matang saat usianya mencapai 13 tahun. Maka sebelum anak mencapai usia remaja, orang tua bisa mengoptimalkan pendidikan agama, bermusik, olahraga, seni, atau keterampilan lain yang disukai anak.

Pada masa sebelm remaja ini pula pembentukan karakter dan budi pekerti pada anak harus ditanamkan sungguh-sungguh supaya mereka kelak tidak jadi orang begajulan yang terpapar hal-hal negatif.

Lagu Indonesia Judulnya Oktober dan 5 Rekomendasinya

Lagu Indonesia Judulnya Oktober dan 5 Rekomendasinya

Musim hujan di Indonesia dimulai dari bulan Oktober sampai April, kalau tidak terjadi anomali cuaca akibat pemanasan global. 

Kalau tidak kebanjiran, musim hujan identik dengan suasana sejuk, romantis, dan kadang syahdu, membuat hati tenang dan kepala tetap dingin untuk memutuskan sesuatu yang penting dalam hidup.

Related: Beda Impersonator dan Impressionist di Dunia Musik

Menikmati Oktober dengan tenang dan tentram, berikut emperbaca.com rekomendasikan lagu Indonesia yang judulnya Oktober. Semua lagu dapat didengarkan di platform streaming musik.

1. Oktober - Asa Wisesa

 

Lagu Oktober yang dinyanyikan Aga Wisesa ini rilis 2015, tapi masih enak banget didengar di tahun kapan pun. Lagunya sendu tidak, cenderung ceria, tapi bukan yang lagu. Liriknya gampang dihapal dan musiknya dimainkan akustik dengan gitar.

Berkisah tentang sesorang yang baru jadian di bulan Oktober dan happy banget.

2. Oktober - Band Sol

 

Lagu berjudul Oktober yang dibawakan oleh band indie dari Jakarta ini campuran pop, rock, dan ska tipis-tipis. Rilis tahun 2022 dan enak didengar kapan saja saat sendiri atau sedang kumpul bareng teman.

Lebih enak lagi didengar pagi hari atau saat sedang butuh semangat.

3. Oktober - Joko Indra Sukma

 

Ini lagu instrumentalia yang rilis pada 2022 dan cocok didengar kalau pengin menikmati permainan musik tanpa vokalis.

Di intro lagunya mirip soundtrack film Gladiator dan Lord of the Rings yang dibawakan Enya, tapi lama-lama kita akan mendengar nada khas musik nusantara yang memakai synthesizer. Ada perpaduan sedikit jazz juga

Sampai sekarang Joko Indra Sukma sudah menelurkan tiga single yaitu Twenty Five, Oktober, dan Bertahan.

4. Oktober - Nyong Huda

 

Nyong Huda memainkan lagu Oktober secara akustik diiringi harmonika.

Rlis pada 2022, lagu ini berkisah tentang kecintaan pemuda terhadap negaranya, tapi gelisah dengan segala kepedihan sosial yang dialami masyarakatnya.

5. 19 Oktober - Syakir Daulay

 

Lagu ini dibilang lagu betulan, tapi kok lucu. Dibilang lagu lucu-lucuan, tapi, ya, serius mengajak oarng untuk nonton film Imam Tanpa Makmum di bioskop.

Poster film Imam Tanpa Makmum (Syakir Film)

Syakir Daulay di film itu berperan sebagai tokoh utama bernama Imam yang jatuh hati pada pemain biola yang juga mengelola rumah singgah untuk anak jalanan.

Empat Jenis Tugas Kelompok

Empat Jenis Tugas Kelompok

Kita tidak akan pernah lepas dari yang namanya tugas atau kerja kelompok sebab hal itu bagian dari menyelesaikan tugas atau persoalan dengan lebih mudah dan cepat. Ringan sama dijinjing berat sama dipikul, begitu pepatah tentang menyelesaikan pekerjaan berat bersama-sama lebih baik dari sendirian.


Meski begitu, ada orang yang menganggap kerja kelompok cuma buang waktu karena tiap orang dalam kelompok semua mau menang sendiri, lebih senang menyuruh, dan memaksakan kehendak. Jadinya yang seorang itu kadang menawarkan diri  untuk mengerjakan semua dan anggota yang lain membiayai atau menyediakan bahan yang diperlukan.

Manfaat Kerja Kelompok
  1. Melatih diri untuk tidak egois.
  2. Melatih cara berkomunikasi dengan banyak orang
  3. Melatih bekerjasama dengan berbagai macam karakter orang.
  4. Berlatih menjadi pemimpin 
  5. Mengisi kebutuhan dasar manusia untuk bersosialisasi

Kerja kelompok merupakan salah satu cara yang melatih kita menjadi pribadi yang tidak menang sendiri dan terampil dalam berhubungan dengan banyak orang. 

Walau begitu banyak juga orang yang sering melakukan kerja kelompok, tapi tetap egois, malas, suka mengatur, merasa paling pintar, dan tidak mau ikut mengerjakan tugas. Bagaimana kalau kita dapat teman tugas kelompok yang seperti itu? 

Terus, bagaimana membangun chemistry dengan teman kelompok yang tidak se-circle? Paling penting kita netralkan dulu hati dan pikiran untuk tidak merasa paling pintar dan paling benar. Selebihnya biarkan komunikasi mengalir sesuai situasi dan kondisi di dalam kelompok.

Empat  Jenis Tugas Kelompok

Ada Empat jenis tugas kelompok yaitu collaborative learning, cooperative learning, group work, problem-based learning, dan team-based learning.

1. Collaborative Activity

 

Collaborative learning sering disebut juga dengan collaborative activities atau teori pembelajaran/aktivitas kolaboratif.

Teori Pembelajaran Kolaboratif dicetuskan oleh Lev Vygotsky (1896-1934) seorang psikolog dari Uni Soviet. Lev terkenal karena membuat kerangka perkembangan psikologis anak yang disebut dengan Zone of Proximal Development.

Pada collaborative learning, semua peserta dalam kelompok mau tidak mau harus bekerja sama untuk memecahkan masalah supaya tugas mereka selesai tepat waktu. Contoh dari pembelajaran kolaboratif adalah mencocokkan, menyortir, memberi peringkat, atau memasang.

Jenis tugas kelompok collaorative learning membuat anggota kelompok harus bekerja bersama-sama dalam satu waktu. Bila tidak dikerjakan bersama dalam waktu yang bersamaan, tugas tidak akan selesai tempat waktu.

Collaborative activities bermanfaat untuk melatih keterampilan memimpin dan berkomunikasi lisan juga mengembangkan higher-level thinking atau kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini meliputi pembentukan konsep, penggambaran konsep, visualisasi, pemecahan masalah, berpikir kritis, berpikir praktis, aktif, dan kreatif.

2. Cooperative Activity


Cooperative activities atau aktivitas kerja sama efektif dilakukan pada kegiatan terstruktur yang dilakukan kelompok kecil terdiri dari 2-5 orang.

Yang dimaksud dengan kegiatan terstruktur adalah kegiatan yang semuanya sudah ditentukan oleh guru, dosen, manajer, supervisor, ketua RT, dan siapa pun yang memberi tugas. Tiap kelompok tinggal menjalankan apa yang jadi kewajiban dan batasan untuk menyelesaikan suatu tugas.

Cooperative activity bermanfaat untuk membangun rasa saling percaya antar anggota kelompok.

3. Problem-based Learning

 

Problem-based learning disebut juga dengan pembelajaran berbasis masalah. Ini cocok diterapkan pada sekelompok pelajar supaya mereka memahami suatu materi secara lengkap dan mendalam, caranya dengan melakukan tugas kelompok.

Sebelum bekerja berkelompok, tiap anggota kelompok harus lebih dulu membaca dan mengerti materi yang akan mereka kerjakan sebelum dicari penyelesaiannya dalam kerja kelompok.

Problem-based learning selalu berorientasi pada kelompok sehingga bermanfaat untuk melatih siswa menyisihkan waktu diluar jam sekolah untuk mengerjakan proyek kelompok mereka.

4. Team-based Learning 


Team-based learning disebut juga dengan pembelajaran berbasis tim/kelompok. 

Siswa, mahasiswa, atau siapa pun anggota kelompok diharapkan membaca dengan teliti serangkaian materi persiapan yang dapat berupa bacaan, slide presentasi, audio, atau video. Setelah itu baru menyelesaikan tugas bersama-sama dengan memadukan pengetahuan tiap anggota kelompok terhadap suatu materi.

Delapan Keuntungan jadi Anak Rumahan

Delapan Keuntungan jadi Anak Rumahan

Orang yang sering keluar rumah untuk berkegiatan dan beraktivitas dianggap orang yang punya banyak teman dan relasi. Kalau teman dan relasinya sedikit mana mungkin tiap hari ada saja kegiatannya di luar rumah.

Sebaliknya, orang yang lebih sering di rumah kuper (kurang pergaulan) dan tertutup karena tidak punya teman untuk diajak berkegiatan diluar rumah.

Bagi orang yang sering keluar rumah, entah untuk berkegiatan, ngopi-ngopi, mengerjakan tugas kuliah dan kantor, atau sekadar arisan,  jadi anak rumahan adalah sesuatu  yang membosankan dan tidak akan mereka lakukan kalau tidak terpaksa.

Alasan Orang Sering Keluar Rumah

 

1. Jadi aktivis sosial. Aktivis sosial termasuk didalamnya karang taruna, PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga), Dasawisma (dawis), kelompok senam, dan perkumpulan kajian agama.

Apa beda PKK dengan Dawis? Dasawisma adalah sekelompok anggota PKK yang terdiri dari 1 ibu-ibu yang berada dalam satu RT. Dawis bisa juga dibilang sebagai kelompok terkecill dari PKK.

Kalau seseorang senang melakukan kegiatan sosial dia akan senang hati melakukan apa yang dibutuhkan masyarakat di sekitarnya. Walau tidak dibayar dan lebih sering nombok, beraktivitas sosial dapat membuatnya bahagia.

2. Rumah sepi dan tidak ada fasilitas. Biasa dialami oleh ibu rumah tangga yang suaminya kerja kantoran dan anak-anaknya sekolah dan kuliah sampai sore.

Supaya tidak gabut dan beogong sendirian, mereka biasanya shopping, saling berkunjung ke rumah teman, ikut arisan, atau sekadar ngebakso bareng sembari menunggu jadwal menjemput anak.

Anak-anak muda yang rumahnya sepi juga lebih sering keluar rumah. Apalagi kalau dirumahnya tidak ada fasilitas hiburan seperti internet, alat musik, konsol game, perlengkapan hobi, atau hewan peliharaan, jadinya mereka lebih pilih keluar rumah.

3. Rumah sempit dan ramai. Sering dialami orang yang rumahnya kecil, sempit, berada dalam gang, dan dihuni banyak orang.

Orang dengan kondisi rumah seperti itu cenderung lebih suka berada di luar rumah untuk melepas kesumpekan. Tidak jauh, mereka biasanya duduk-duduk di luar rumah untuk ngobrol dengan tetangga atau nongkrong di warung terdekat.

Menurut Very Well Mind, tinggal di rumah kecil sebenarnya membantu mereduksi stres karena rumah lebih mudah dibersihkan dan tetap rapi yang membuat perasaan jadi tenang. Akan tetapi, kalau rumah kecil itu diisi lebih dari 4 orang, apalagi dihuni bersama mertua dan ipar, maka stres lebih cepat menghampiri.

Jadi rumah kecil ideal dan nyaman bikin tenang kalau dihuni 1-2 orang, tapi kalau dihuni banyak orang malah bikin stres.

4. Keluarga kurang harmonis. Ayah, ibu, dan anak-anak yang jarang bercengkrama dan bercanda bisa dibilang kurang harmonis sebab tidak ada kedekatan di hati satu sama lain.

Bila berkumpul dirumah pun masing-masing ada di dalam kamar atau sibuk melakukan aktivitas sendiri-sendiri. Karena itu suasana rumah jadi kurang nyaman dan penghuninya ingin selalu beraktivitas diluar rumah.

Keluarga kurang harmonis bisa juga terjadi karena orang tua sering bertengkar, dan terlalu memaksakan kehendak dan sering melarang anak.

5. Jenuh bekerja. Ada banyak orang kantoran yang memilih jalan-jalan, nongki bersama teman, atau melakukan kegiatan yang memeras adrenalin ketika mereka libur kerja.

Mereka beranggapan sayang sekali waktu kalau cuma digunakan untuk tidur di hari libur. Bagi mereka me-recharge energi dan kejeuhan adalah dengan melakukan aktivitas kesukaan di luar rumah.

Delapan Keuntungan Jadi Anak Rumahan

 

Seseorang jadi anak rumahan biasanya terjadi atas kemauan dan kesadarannya sendiri. Alasannya bisa karena menikmati kesendirian, ingin meluangkan waktu bersama keluarga, atau terlalu lelah karena selalu punya circle yang toxic.

Anak rumahan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah homebody.

Sebagian besar anak rumahan berkepribadian introversion (kita biasa menyebutnya dengan introvert) dan pastinya anak rumahan berbeda dengan orang yang menghindari dunia luar karena depresi. 

Anak rumahan menyukai aktivitas yang dilakukan didalam rumah. Sedangkan orang stres dan depresi berada di rumah karena takut dan cemas berhadapan dengan orang selain keluarganya.

Berikut keuntungan jadi anak rumahan yang bermanfaat bagi kesehatan jiwa dan raga.

1. Puas melakukan eksplorasi hobi. Banyak hobi yang bisa dilakukan di rumah dengan modal alakadar seperti memasak, menulis, berkebun, membaca, mengutak-atik elektronik, berolahraga, bahkan membersihkan rumah juga termasuk hobi, lho!

Eksplorasi hobi yang kita lakukan bisa membuat kita jadi menguasai bidang tersebut. Nantinya hobi itu bisa jadi uang atau membuat kita jadi ahli yang mana keahlian itu akan dibutuhkan banyak orang.

Connect Health mengungkap bahwa melakukan hobi dapat membuat kita bahagia yang baik bagi kesehatan memtal.

2. Bisa menerapkan gaya hidup sehat. Saat berada di rumah kita bisa memasak resep baru atau mencoba resep buatan sendiri dengan bahan sederhana yang sehat tanpa vetsin, makanan kaleng. atau yang berpengawet.

Tidur yang cukup juga bisa kita terapkan saat berada di rumah untuk menjaga kesehatan.

3. Terhindar dari penuaan dini akibat paparan sinar matahari dan kosmetik. 

Walau keluar rumah mengendarai mobil yang kacanya sudah anti-UV, tapi kita masih bisa terpapar saat keluar dari parkiran atau saat matahari sedang terik-teriknya menembus kaca film mobil dan mengenai kulit kita.

4. Menghemat bahan bakar dan mengurangi polusi udara. Kendaraan yang dipakai orang Indonesia masihlah yang berbahan bakar bensin yang dibuat dari fosil dinosaurus.

Bahan bakar dari fosil merupakan energi tidak terbarukan dan bisa habis dengan cepat bila semua orang boros memakainya. Dengan jadi anak rumahan, kita bisa menghemat bensin.

Pun kita tidak ikut-ikutan bikin polusi dari ojek, taksi, motor, dan mobil pribadi yang kita pakai untuk keluar rumah.

5. Terhindar dari keinginan mengikuti segala tren yang sedang viral atau dikenal dengan istilah fear of missing out (FOMO).

Related:  FOMO dan JOMO Ketakutan dan Kegembiraan Atas Keterlibatan Tren Sosial

Seringkali orang yang terjebak FOMO menghabiskan waktu dan uang dengan percuma karena tidak ingin dikatakan kudet (kurang update). Anak rumahan tidak ambil pusing pada apa yang sedang tren dan viral sebab hal itu belum tentu bikin mereka bahagia.

6. Menghemat pengeluaran karena tidak perlu ngopi cantik di kafe, ngebakso, atau nongki di  mall bersama teman-teman yang bisa bikin boros.

Ada juga, sih, anak rumahan yang sering pesan GoFood dan GrabFood dibanding masak sendiri, tapi itu biasanya anak rumahan jadi-jadian atau yang sedang capek kemana-mana. Anak rumahan yang asli lebih suka memasak daripada pesan makanan.

Kalau mau sering pesan juga tidak apa-apa, yang penting pengeluaran harus selalu lebih kecil dari pemasukan. Jangan tergoda PayLater atau pinjol karena itu sama saja berutang pada rentenir.

7. Suka menerima dan menjamu tamu. Menjadi anak rumahan bukan berarti anti-sosial. Kebanyakan anak rumahan lebih senang dikunjungi daripada mengunjungi orang lain.

Anak rumahan akan senang hati mengajak orang main ke rumahnya dan menjamu mereka sebaik mungkin.

8. Menghargai hal kecil yang dilakukan orang lain. Anak rumahan sering memberi apresiasi kepada hal positif yang dilakukan orang lain seperti tersenyum pada penyapu jalan, memuji anak yang sopan, memborong dagangan penjual lampu merah, atau memberi sedekah secara spontan.

Semuanya terjadi karena anak rumahan tidak sering berada di tengah orang banyak sehingga terbiasa menghargai orang dan memperhatikan tiap detail yang menarik perhatiannya atau yang terlintas di depan matanya.

Ada orang yang tadinya senang beraktivitas di luar rumah kemudian jadi anak rumahan. Ada juga yang tadinya anak rumahan sekarang jadi gampang bosan di rumah dan lebih suka bepergian. 

Jadi tidak selamanya seseorang jadi anak rumahan terus dan tidak selalu orang yang suka keluyuran tidak bisa jadi anak rumahan. Semua tergantung kondisi orang dan keluarga yang bersangkutan.

Post-holiday Blues dan Cara Menghindari Galau yang Cemas Sepulang Liburan dan Kembali ke Rutinitas

Post-holiday Blues dan Cara Menghindari Galau yang Cemas Sepulang Liburan dan Kembali ke Rutinitas

Liburan bermanfaat untuk kesehatan mental karena mengembalikan kesegaran pikiran, mencegah stres, dan menciptakan rasa bahagia. Rasa capek sepulangnya liburan pun wajar karena ada banyak hal yang kita lakukan diluar rutinitas meski kita cuma liburan di rumah saudara atau sekadar pulang kampung. 

Penyebab Lelah Sepulang dari Liburan

 

1. Mengepak dan mengeluarkan baju dari koper. Mengeluarkan baju-baju dari lemari dan menyusunnya di koper butuh tenaga dan waktu ekstra, terutama buat ibu yang tidak punya pekerja rumah tangga (PRT).

Selain baju kita juga harus menyiapkan peralatan mandi, skin care, dan obat-obatan. Semua itu bisa bikin kita capek bahkan sebelum berangkat liburan.

2. Berkeliling ke tempat baru. Biasanya kita cuma jalan kaki dari kampus atau kantor ke terminal terdekat atau ke pangkalan angkot dan ojek.

Saat liburan kita lebih banyak jalan kaki mengelilingi tempat wisata, cari rumah makan, ke tempat parkir, kembali ke hotel, atau mencari oleh-oleh dan suvenir.

Capek juga akan terasa kalau kita pergi ke tempat liburan mengendarai mobil pribadi. Sudah lelah nyetir, masih juga harus jalan kaki kesana-kemari.

3. Baju kotor dan membereskan barang liburan. Setibanya di rumah pulang dari liburan kita masih harus mencuci baju kotor dan membereskan isi koper. 

Enak kalau kita punya pekerja rumah tangga tinggal minta tolong, kalau tidak punya, ya, harus kita kerjakan sendiri.

Lelah Normal dan Lelah yang Bikin Stres

Semua capek fisik yang kita rasakan amat wajar terjadi. Namun selain capek normalnya kita juga merasakan kepuasan batin dan kesenangan hati karena telah mengalami liburan yang mengembalikan kesegaran otak.

Sekembalinya dari liburan kita amat merasa lebih semangat dan siap menjalani rutinitas sehari-hari seperti biasa.

Normalnya rasa bahagia sepulang dari liburan masih menempel beberapa hari setelah kita melakukan aktivitas rutin. Hal itu membantu mental kita lebih sehat menghadapi kemumetan yang terjadi selama menjalani rutinitas.

Akan tetapi kalau capek itu disertai rasa stres, tidak siap kembali ke rutinitas, cemas berlebihan menghadapi aktivitas harian, dan ingin liburan terus, maka harus diwaspadai sebab kita bisa saja kena post-holiday blues.

Apa Sebenarnya Post-holiday Blues?

 

Post-holiday blues (perasaan galau sepulang liburan) disebut juga dengan post-vacation syndrome atau sindrom pascaliburan. Post-holiday blues adalah kelelahan mental dan kecemasan yang terjadi sepulangnya dari liburan karena tidak ingin kembali ke rutinitas harian. Lelah mental dan kecemasan ini bisa mencetus stres dan depresi.

Munculnya post-holiday blues bisa terjadi karena:

1. Sudah stres lebih dulu sebelum liburan. Itu terjadi bisa karena pekerjaan, aktivitas harian, atau masalah lain. yang tiba-tiba datang atau belum selesai.

Selama liburan kita jadi tidak menikmati dan malah menganggap liburan itu sia-sia karena toh kita akan menghadapi tekanan rutininas lagi sepulangnya dari liburan.

2. Tidak ada yang membantu membereskan sisa liburan. Rumah yang ditinggal beberapa hari sudah pasti agak kotor karena tidak disapu dan dipel seperti biasa.

Hewan peliharaan juga perlu diberi makan dan kotorannya dibersihkan. Belum lagi tanaman juga mulai layu. Baju-baju kotor dalam koper harus dikeluarkan dan dicuci, perlengkapan dan peralatan pribadi keluarga juga harus dibereskan.

Ini umumnya dialami oleh ibu yang tidak punya pekerja rumah tangga (PRT) dan anggota keluarga yang lain tidak bisa membantu karena punya kesibukan masing-masing.

3. Bercampurnya urusan pekerjaan dengan liburan. Pekerja kantoran yang cuti tidak disaat hari raya agama atau hari besar nasional kadang tidak bisa masih mengerjakan urusan kantor karena deadline atau tidak ada yang menggantikan.

Supaya Tidak Stres Sepulang dari Liburan

 

Kita bisa menghindari post-vacation blues atau post-holiday syndrome dengan cara menyiapkan dan memastikan pekerjaan atau urusan yang harus selesai sebelum liburan betul-betul selesai.

1. Selesaikan pekerjaan dan urusan yang bisa diselesaikan sebelum liburan. Jangan sampai pekerjaan menumpuk lebih banyak. Selesaikan yang bisa diselesaikan sebelum liburan.
 
Selesaikan juga urusan pribadi dan jangan tunda penyelesaiannya berlarut-larut sampai pulang liburan.

Liburan biasanya direncanakan jauh-jauh hari jadi kita bisa memprioritaskan mana pekerjaan atau urusan yang harus selesai dan mana yang memang harus diselesaikan sepulang liburan.

2. Bersihkan dan bereskan rumah sebelum berangkat. Pastikan rumah atau kamar pribadi rapi dan bersih supaya waktu pulang liburan kita tidak stres melihat tumpukan sampah dan debu yang menempel di ruangan.
 
3. Membagikan foto dan video saat liburan ke WhatsApp atau media sosial. Ini bisa membuat kita mengingat kembali saat-saat menyenangkan ketika liburan.
 
Dengan begitu kita bisa hati senang lebih lama walau liburannya sudah lewat dari sepekan, bahkan sebulan.
 
4. Segera bereskan baju kotor dan kembalikan koper ke tempat semula. Menunda mencuci baju kotor dan membereskan perlengkapan liburan cuma bikin tambah lelah.

Hindari post-vacation blues dengan secepatnya membereskan segala baju kotor, suvenir, perlengkapan liburan, dan peralatan pribadi. Dengan begitu kita masih punya waktu luang sebelum kembali ke rutinitas.

5. Sediakan waktu santai sebelum menjalani aktivitas harian dan rutinitas pekerjaan. Misal kita kembali kuliah atau kerja di hari Senin, pulanglah liburan 2-3 hari sebelum Senin.
 
Waktu senggang itu kita gunakan untuk membereskan barang-barang liburan, menyiapkan keperluan kuliah atau kerja Senin, dan istirahat dari liburan yang melelahkan fisik.

Jadi di hari Senin kita sudah betui-betul segar dan semangat setelah berlibur melepas penah dari kejenuhan sehari-hari.

Related: Perjalanan Pulang Terasa Lebih Cepat Karena Return Trip Effect


Liburan mestinya jadi momen menyenangkan yang membawa kesan dan membuat hati senang. Kalau pulang liburan kita stres dan malah depresi Healthline menyebut kita mungkin punya masalah mental yang tercetus dari liburan tersebut.

Kalau sudah begitu sebaiknya kita ngobrol dengan orang terdekat atau psikolog supaya kesehatan mental kita terjaga.