Widget HTML #1

Mereka yang Bingung Siapa Yana Haudy

Saya rasanya belum move on dari kejadian yang mengganjal hati saat jadi juri Menulis Cerita di FLS3N. Ada satu juri yang saat perkenalan sudah wakwekwok. Dia mengira saya orang Jawa, jadi terus mengajak saya bicara dengan bahasa Jawa.

Padahal saya sudah bilang saya lahir dan besar di Jakarta jadi belum fasih berbahasa Jawa meski sudah 10 tahun tinggal di Magelang. Lalu dia bilang ingin mengembalikan kodrat saya sebagai orang Jawa jadi dia terus saja bicara dengan bahasa Jawa.

Akhirnya dua guru yang kebetulan juri cabang lomba lain menyahut, "Dia, kan, sudah bilang bukan orang Jawa.Gak bisa dipaksa basa Jawa to."

🤣🤣🤣 Terus dia bawa-bawa Titiek Puspa. Katanya Titiek Puspa puluhan tahun tinggal di Jakarta, tapi tetap njawani. Titiek Puspa memang orang Purworejo, jadi nek njawani nang perantauan wajar to.

Amat mungkin juri senior ini gak nyangka ada orang bukan Jawa jadi juri di Jawa. Dipikirnya cuma orang desa yang bisa urbanisasi ke kota, orang kota gak bisa transmigrasi ke desa. 

Hobi Nulis Sejak Kecil

Saya memang masih agak mangkel atas perlakuan juri senior itu baik terhadap saya maupun pada para bocah SD yang ikut lomba menulis cerita. Jadi saya ingat latar belakang dia sebelum jadi penulis adalah chef.

Ini dia sendiri yang bilang kalau dia dulu chef di hotel terkenal, makanya tidak mau makan ikan nila dan lele yang asalnya tidak diketahui. Ikan nila dan lele dia sebut makan kotoran (termasuk kotoran manusia) supaya cepat besar dan bisa dipanen.

Ini terjadi waktu dia menyantap makan siang yang diberikan panitia berupa ikan nila goreng.  

Namun, beberapa waktu kemudian, masih di hari yang sama, dia bilang bahwa KTP-nya sejak awal tertulis Seniman. Kalau memang sudah sejak lama tertulis Seniman, lalu chef-nya?

Sudah Nulis Sejak Kecil

Kalau dia betul dulunya seorang chef, berarti saya lebih baik dari dia karena saya sejak kelas 3 SD lekat dengan dunia tulis-menulis. Awalnya saya menulis cerpen. Di SMP banyak teman minta saya buatkan cerpen untuk bahan bacaan mereka.

Waktu SMA saya masuk jurusan IPS dan sering ada tugas kelompok karya tulis. Saya males kerja bareng anak yang bisanya cuma menye-menye jadi saya tawarkan saya saja yang bikin semua tugasnya, mereka tinggal bayar dan saya beri tahu kisi-kisinya. 

Dari situ saya dapat tambahan uang jajan. Kalau ada teman yang ulang tahun, saya buka jasa membuat undangan dan membagikannya ke teman-teman sekolah yang diundang. 

Makanya, saya jadi buruk sangka ke si juri senior kalau dia menang lomba cerita anak dan dapat penghargaan dari Badan Bahasa Jateng karena peserta menulis novel anak berbahasa Jawa sangat sedikit. Peserta lain mungkin bisa membuat cerita dalam bahasa Jawa, tapi ceritanya ga bagus-bagus amat. Jadi dia dipilih karena terbaik dari yang terburuk.

Dari chef ke penulis, kan, jauh banget, ya. Kalau saya memilih jurusan kuliah yang ada hubungannya dengan tulis-menulis karena saya suka menulis.

Cari Duit dari Nulis Sejak Kuliah

Sama seperti waktu SMA, di perkuliahan pun ada tugas kelompok. Saya tipikal orang yang malas kerja kelompok. Ndilalah, teman-teman kelompok saya juga pada males mikir. Jadi waktu saya tawarkan "bayar-terima beres" mereka iya-iya aja....wkwkkw.

Saya kuliah di Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi. Nyambung banget sama dunia tulis-menulis karena ada mata kuliah Bahasa Indonesia dan Bahasa Indonesia Jurnalistik. Mahasiswa jurnalistik jadi banyak menulis selain praktik kerja lapangan di berbagai media massa di Jakarta.
 
Saya pernah bekerja jadi wartawan meski cuma setahun. Lalu pindah jadi sekretaris eksekutif, jadi staf corporate communication, dan terakhir jadi social media analyst. Semua pekerjaan itu membutuhkan keterampilan menulis.
 
Bedalah sama chef. Chef, kan, masak. Oya, si juri senior bilang dia punya rumah makan yang dikelola bersama istrinya. Waktu dia menyebut nama rumah makannya saya bilang belum tahu. Terus dia bilang, "Lho, kalau ke luar rumah ke mana aja, kok rumah makan saya yang cuma di Pabelan ga tahu?"
 
Lhaaa, andaipun tahu juga gue ogah ke rumah makan elu. Elunya aja songong. Sumpah, kalau boleh membandingkan pengalaman menulis, saya yakin dia ga ada apa-apanya. 
 
Siapa Yana Haudy
 
Ivan Lanin juga ga nyambung sama latar belakang pendidikannya yang sarjana teknik kimia, tapi dia menyebarkan semangat berbahasa Indonesia yang baik, bukan menyombongkan diri ke mana-mana. Dan, Ivan Lanin mantan anggota Badan Bahasa Kemdikbud.

Pegiat Bahasa dan Sastrawan

Ivan Lanin bukan seorang sastrawan, melainkan pegiat bahasa. Saya juga bisa dibilang sebagai pegiat bahasa karena beberapa kali menulis soal kebahasaan. Jadi tidak semua penulis harus membuat novel yang menang kompetisi atau dapat penghargaan. 
 
Maka sebetulnya tidak ada alasan bagi si juri senior untuk meremehkan saya hanya karena dia sastrawan bahasa Jawa dan saya penulis artikel sekaligus pegiat bahasa. 
 
Apalagi waktu menilai cerpen anak SD, si juri senior tidak menggunakan metode normal dengan menjumlah nilai ketiga juri terhadap satu karya lalu dibagi tiga. Dia bilang, "Kita pilih 10 karya yang paling kita sukai. Terus kita pilih pakai suara terbanyak."
 
Itu, kan, subjektif sekali. Waktu saya jadi juri LKTI MAPSI kecamatan. Ketiga juri menjumlahkan nilai mereka lalu dibagi tiga. Dari situlah para pemenang diambil.
 
Kasihan sekali anak-anak itu tidak dinilai secara objektif karena juri senior memaksa juri lain untuk mengedepankan like and dislike, bukan menggunakan indikator nilai. 
 
Saya buruk sangka lagi. Mungkin karena si juri senior merasa diri sastrawan terkemuka yang disegani guru-guru sekabupaten dan kota, jadi dia merasa bisa menentukan hasil sastra peserta lomba. 
 

Jadi Blogger

Kemudian datang zaman internet yang juga memunculkan tren ngeblog di kalangan anak sekolah, termasuk Raditya Dika yang waktu itu masih SMP. Rumah Raditya Dika kebetulan tidak jauh dari rumah saya, masih satu kelurahan Rawa Barat.
 
Saya juga membuat blog di Blogspost pada 2006 lalu pindah ke Wordpress. Sekarang balik lagi ke Blogspot.
 
Si juri senior apa bisa ngeblog? Apa bisa masang template blog dan nulis artikel (atau cerpen, deh) sepekan tiga kali? Nggak, dia sudah mengelola padepokan Jawa, untuk apa bikin kegiatan ga penting macam ngurus blog? Paling gitu mikirnya. Padahal Ivan Lanin juga punya blog di Medium. 

Portofolio 

Saya tulis di sini supaya mereka yang bingung siapa Yana Haudy bisa terinformasikan dan tidak menebak semata. Paling tidak, kalau ketemu, saya tidak diremehkan. Sumpah aku baper 🤣🤣
 
Emangnya ada orang yang mau disepelekan? Semua orang pasti maunya dihargai, minimal jangan direndahkanlah. Jadi, mereka yang bingung siapa Yana Haudy, inilah dia:
  1. Penulis konten di kompasiana.com
  2. Pemenang Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.
  3. Ghostwriter (penulis bayangan) untuk memoar perjuangan veteran, novel aksi, novel romansa, pelatihan sepak bola, dan memoar kepala sekolah.
  4. Exclusive Writer untuk Adira Finance, JNE, PT GNI, Astra, Sinotif, dan Krom Bank 2021-2025 via Kompasiana.
  5. Partisipasi di 4 buku antologi berjudul Kejutan Terindah di Hari Kemenangan, Sejarah Perjuangan Bangsa dalam Bingkai Sinema, 150 Kompasianer Menulis untuk Tjiptadinata Effendi, dan Diamond Wedding Anniversary Tjiptadinata dan Helena Roselina.
  6. Pembimbing menulis SDN Muntilan untuk lomba artikel Hardiknas PWI Kabupaten Magelang 2022. SDN Muntilan meraih 5 piala.
  7. Juara 1 kompetisi menulis tema Kurikulum Merdeka diselenggarakan Kemdikbudristek dan Kompasiana 2023.
  8. Narasumber webinar Implemetasi Kurikulum Merdeka oleh Kemdikbudristek dan Kompas.com 2023.
  9. Juri MAPSI cabang Lomba Karya Tulis Islami 2023. Wakil Muntilan meraih juara 3 tingkat Kabupaten Magelang.
  10. Pembimbing menulis cerpen SDN Gunungpring 3 Muntilan dalam rangka Bulan Bahasa Oktober 2024.
  11. Juri cabang Menulis Cerita Festival Lomba Seni dan Sastra Siswa Nasional (FLS3N) Kota Magelang 2025.  

Posting Komentar untuk "Mereka yang Bingung Siapa Yana Haudy"