Selalu Ada Jalan

Cerpen berjudul Selalu Ada Jalan ini dikarang oleh Inong Islamiyati Abdullah yang juga aktif menulis cerpen di blog publik Kompasiana. Kisah Yumna ini sederhana, tapi punya pesan moral yang kuat tentang perjuangan hidup dan motivasi pantang menyerah. Selamat membaca!

 

selalu ada jalan

Selalu Ada Jalan

Yumna berdiri menatap ke luar jendela ruang tamunya sambil sesekali memandangi selembar ijazah SMA miliknya. Matanya berkaca-kaca dan berulangkali dia menghela napas.

Sesekali pandangannya teralih pada hamparan kebun bawang merah yang berada di samping rumahnya. 
 
Dia menangis, teringat akan mimpi yang telah lama dia perjuangkan. Berkuliah dan jadi sarjana lalu bekerja di kota metropolitan demi memperbaiki ekonomi keluarga sekarang sirna. 

 

Sepekan setelah Yumna mendapat kabar bahagia kalau dia lolos sebagai penerima beasiswa S1, sang ayah meninggal dunia. Sosok pelindung, permata hati, dan tulang punggung keluarga itu telah pergi saat Yumna belum membalas semua jasa beliau. 


Kini gadis remaja itu tinggal berdua dengan sang ibu. Sebagai anak tunggal, Yumna tidak tega membiarkan sang ibu tinggal sendirian di desa. Sang ayah meninggalkan harta warisan sepetak petak kebun bawang merah seluas 500 meter per segi. 

 

Di sinilah Yumna merasa hidupnya berakhir, tetapi dia berusaha mengikhlaskan seluruh harapan dan mimpinya untuk jadi orang kantoran terpendam kembali. 

 

Air matanya mulai menetes karena dalam hati kecilnya Yumna masih merasa berat harus rela melepaskan semua impiannya. Padahal itu cuma impian sederhana guna kebaikan diri dan keluarganya.

 

“Yumna, kamu tidak apa-apa sayang?” seru Ibu sambil menepuk bahu gadis berkerudung itu. Dengan cepat Yumna menyimpan kembali lembaran ijazahnya. 

 

“Ah, tidak apa-apa Bu,” ujar Yumna berbohong. Namun, naluri seorang ibu sangat yakin kalau anaknya sedang tidak baik-baik saja. 

 

“Maafkan Ibu, Sayang. Ibu tahu kalau kuliah adalah impianmu sejak lama. Ibu minta maaf karena Ayah sudah pergi dan kau seperti terkungkung hanya berdua bersama Ibu."

 

Yumna tersenyum dan memeluk ibunya, “Yumna tidak apa-apa kok, Bu. Kebahagiaan Yumna adalah selalu bersama di dekat Ibu."

 

"Sekarang, yuk, Bu, kita kembali berkebun. Kita harus menjaga warisan Ayah yang berharga ini.” 

 

Ibu tersenyum lembut, “Yumna sayang, percayalah Tuhan pasti punya rencana yang terbaik untuk hamba-Nya. Ibu percaya bahwa suatu saat kamu sukses.” 


Ibu dan Yumna kemudian mengambil perlengkapan berkebun dari gudang dan mulai beranjak menuju kebun bawang. Mereka mencabut gulma dan rumput liar serta memeriksa bonggol-bonggol bawang merah.

 

Pekan depan bawang merah panen dan mereka bisa menjualnya ke pasar. Meskipun harga panen bawang merah tidak menentu, Yumna bersyukur karena dari sinilah mereka tetap bisa makan. 

 

Ayah sering bilang kalau kita tidak boleh meminta bantuan pada orang lain selama kita bisa berusaha sendiri. Tidak apa-apa hidup sederhana yang penting hati selalu bahagia.  


Terkadang jika ada beberapa bawang yang tidak laku terjual, ibu akan membuat bawang goreng karena takut jika dibiarkan begitu saja bawang-bawang tersebut akan membusuk. 

 

Yumna juga membantu ibunya memotong bawang tipis tipis sementara Ibu membumbui bawang. Kalau sedang tidak mereka sudah nikmat makan hanya dengan nasi bercampur bawang goreng saja.

 

“Ibu tahu tidak? Bawang goreng Ibu ini enak banget, lho, Bu. Bagaimana kalau kita jual juga? Yumna yakin banyak yang mau beli karena enak."


Ibu lalu tertawa kecil, “Kamu ada-ada saja. Kalau cuma bawang goreng di pasar juga banyak, Nak.” 

 

“Serius Bu! Yumna akan berusaha keras supaya bawang goreng ini laku terjual,” seru Yumna sembari berpikir cara memasarkan bawang goreng buatan ibunya. 

 

Yumna mencari informasi di internet dan belajar bagaimana cara menggoreng yang tahan lama. Dia juga belajar cara mengemas dan memasarkan barang agar banyak yang tertarik membeli.


Dengan tekad kuat, Yumna membantu ibunya menggoreng bawang dan memasarkannya lewat lokapasar. Yumna sudah tahu kalau bawang gorengnya tidak selalu laku banyak. Kadang ada yang tidak terjual sama sekali.

 

Meskipun begitu Yumna tidak pernah menyerah dan terus berusaha memasarkan bawang goreng buatan ibu dan dirinya.  

 

Agar bawang gorengnya bisa lebih dikenal, Yumna menawarkan sampel untuk dicicipi dan mencoba menjual bawang gorengnya di beberapa restoran dan rumah makan. Dari mereka juga Yumna mendapatkan saran tentang kemasan, bentuk, dan juga rasa bawang goreng miliknya. 

 

Saran tersebut Yumna lakukan supaya bawang gorengnya terus laku dan punya pasar yang luas. Perjuangan tidak pernah mengkhianati hasil. Dengan kerja keras, ikhtiar, dan doa dari sang Ibu, kini bawang goreng Yumna sudah dikenal orang. 

 

Bawang goreng buatan Yumna dan ibunya kini telah punya pilihan rasa original, pedas, dan campur teri. Usaha bawang goreng rumahan tersebut kini melesat hingga Yumna merekrut beberapa orang desanya untuk bekerja.

 

“Benar, kan, yang dulu Ibu bilang, kadang rencana Tuhan jauh  lebih indah daripada rencanamu. Ibu bangga padamu, Yumna. Ibu juga yakin, Ayahmu di atas sana juga akan sangat bahagia melihat keadaanmu sekarang.” 


0 komentar

Posting Komentar