Beda Halalbihalal, Kumpul Trah, dan Syawalan yang Sering Dicampur dan Simpang-siur

Tiap lebaran kita mengenal acara silaturahim antarkerabat dan antar rekan kerja atau bahkan tetangga yang namanya halalbihalal, syawalan, dan kumpul trah.

Sebenarnya, sih, inti dari acara pertemuan dan silaturahim ketiga istilah itu sama. Bedanya cuma dari garis keturunan langsung, keturunan tidak langsung yang segaris darah, dan yang tidak ada hubungan darah.

Kumpul Trah

 

Kumpul trah biasa dilakukan tiap Idulfitri atau biasa kita sebut dengan lebaran. Biasanya kumpul trah dilakukan oleh keturunan dari pasangan suami-isteri yang punya banyak keturunan semisal 5, 8, bahkan 11 anak.

Di masa lalu menjadi hal wajar sebuah keluarga punya anak sampai 11. Anak-anak ini kemudian beranak-pinak dan menyebar kemana-mana. Saking banyaknya bersaudara dan hidup terpencar-pencar, maka diadakanlah kumpul trah supaya tali silaturahim antar garis keturunan tidak terputus.

Halalbihalal dan kumpul trah (foto: Mamik Setyorini)

Hanya saja karena jumlah keluarganya sudah sangat besar beranak-pinak sampai ke para cicit. Keakraban antar anggota keluarga sudah tidak lagi erat. Ditambah lagi karena jarang bertemu keakraban keluarga yang datang di kumpul trah menjadi sekadar basa-basi belaka.

Secara fisik mereka dekat, tapi secara batin tidak akrab.

Saya pernah mengemukan acara kumpul trah yang membagongkan karena keturunan Mbah Fulan yang pedagang dan petani dipisah dari keturunan yang jadi ASN, karyawan swasta, dan pejabat publik.

Related: Penggunaan Toa Masjid untuk Sahur dan Keberadaan Alarm

Para pedagang dan petani tersinggung karena dipisah dan dianggap tidak selevel dari mereka yang berpangkat dan berjabatan, padahal sama-sama keturunan Mbah Fulan. 

Sejak itu keturunan Mbah Fulan yang pedagang dan petani menolak hadir di acara kumpul trah bila pembagian tempat duduk masih dipisah dari yang lain. Ini mengakibatkan mereka tidak pernah lagi diundang. Trah Mbah Fulan pun tidak lagi lengkap dan terputus tali silaturahimnya.

Halalbihalal


KBBI mengartikan halalbihalal sebagai silaturahmi dan hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang.

Meski begitu, halalbihalal menurut saya lebih pas disematkan pada orang-orang yang jarang atau tidak pernah bertemu dalam rentang waktu minimal setahun sejak lebaran yang lalu.

Saling memaafkan di komplek perumahan, kantor, sekolah, dan organisasi lebih pas disebut silaturahmi saja daripada halalbihalal.

Sebabnya kalau tiap hari ketemu, bersua, dan bersapa lalu bikin halalbihalal, rasanya seperti kurang kerjaan karena mereka bisa saja langsung maaf-maafan saat itu juga. Lebih simpel, berkenan di hati, dan tidak boros biaya untuk menyewa tempat.

Momen Idulfitri adalah masa di mana kita harus mengeluarkan banyak uang untuk kebutuhan lebaran, jadi tidak perlu lagi kita keluar uang untuk bertemu orang-orang yang hampir tiap hari kita temui.

Syawalan

 

Di banyak tempat syawalan dianggap sama dengan halalbihalal karena sama-sama saling bermaafan disertai makan-makan.

Di Kendal, Jateng, tradisi syawalan dilakukan untuk mendoakan para ulama yang sudah meninggal. Di Tuban, Jatim, syawalan biasnaya dilakukan sepekan setelah hari raya Idulfitri, itu berarti dilakukan pada tanggal 8 Syawal. 

Syawalan kupat jembut di Pedurungan Kota Semarang (foto: Angling Aditya/DetikJateng

Secara garis besar, syawalan lebih dari sekadar bermaaf-maafan, disana ada keguyuban antarwarga, rasa syukur pada Allah atas nikmat yang diterima, dan saling berbagi. 

Syawalan biasanya dilakukan oleh warga dalam satu kampung yang sama sambil melakukan tradisi unik yang sudah turun-temurun ada dalam kampung atau desa tempat mereka tinggal.

Kalau maaf-maafan antar paguyuban atau dengan komite sekolah saya berpendapat istilahnya bukan syawalan, tapi silaturahmi (silaturahim). Pakai istilah halalbihalal boleh juga kalau antaranggota jarang bertemu.

Silaturahmi Kunjungan

 

Ada sebagian orang yang menganggap silaturahmi dan maaf-maafan kepada kerabat lebih baik dilakukan secara personal dengan mengunjungi kediaman yang bersangkutan.

Alasannya supaya terjadi kedekatan batin antarkeluarga dan hubungan bukan sekadar maaf-maafan setahun sekali belaka. Makanya sampai H+7 Idulfitri masih ada banyak orang yang saling berkunjung ke rumah saudara-saudara mereka untuk berlebaran.

Ada juga yang menghabiskan sampai 10 hari sebelum semua keluarganya mereka datangi. Jarak antarkeluarga ini tidak jauh, tapi juga tidak dekat. Artinya bisa ditempuh dalam waktu 1-2 jam perjalanan saja.

Kalau mengunjungi kerabat yang jauh biasanya dilakukan di lain hari atau pada lebaran dengan waktu 2 tahun sekali untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya.

0 komentar

Posting Komentar