Cerita Anak Jenaka: Kisah si Warna-warni

Kisah si Warna-warni
(Pengarang: Fathan Zafran Arkana)

Di Dusun Kramat ada yang unik, yaitu pasar Jumat Pahing yang diadakan setiap 35 hari sekali. Di sana saya dan adik membeli tiga ekor ayam. Satu warnanya kuning, satu merah, dan hijau. Kami merawat ayam tersebut dengan baik dan penuh kasih sayang. 

Ayam tersebut dikasih makan tiga kali sehari dan dijemur di matahari setiap hari serta diganti kardusnya jika sudah kotor. Ayam tersebut hanya mau makan sentrat karena masih kecil. Ayahku juga memberi vitamin dan tolak angin cair supaya ayam warna-warni itu tidak mudah sakit.

Kak, ayamnya keluar dari kandang!” kata adik.

“Sebentar, nanti saya taruh ke kandang lagi,” kataku.

Ayam kami memang lincah sampai sering keluar kandang. Ayam kami waktu masih kecil juga tidak mau makan nasi. Lalu agar ayamnya tidak mudah keluar kandang, ayah membuat kandang yang cukup besar untuk ayam tersebut sekaligus tempat makan dan minumya.

Tak terasa setelah empat bulan ayam tersebut tumbuh besah dan yang tadinya warnannya merah, kuning, dan hijau sekarang menjadi putih semua. Setelah besar ayam tersebut jadi doyan makan nasi.

Saat ayam kami sudah besar mereka suka berkokok pada pagi hari dan terkadang di siang hari. Ayam tersebut juga memiliki paruh yang tajam sehingga sakit jika dipatuk.

“Bu, makannya mana, Bu” tanyaku.

Ibu menjawab, “Makanan ayamnya sedang dibelikan ayah.”

“Oke, Bu.”

Kadang stok makanan ayam terkadang memang habis jadi harus membeli terlebih dahulu dan terkadang karena ayamnya kelaparan sampai mematuk kaki ibuku.

“Aww, sakit!” kata ibuku.

Lalu ayam kami terkadang juga mematuk ayahku. Begitulah ayam kami yang dulunya imut sekarang menjadi agak galak.

“Yah, ayamya mau diapain kok diikat?” tanyaku.

“Ayamnya mau disembelih untuk opor” jawabnya.

Lalu ayam pun disembelih untuk membuat opor ayam. Setelah opor ayam jadi aku makan opor dengan lahap karena aku suka opor. Setelah ayam disembelih kami sisakan satu ayam entah kenapa.

“Dek, makan dulu sudah siap,” kataku

“ Itu ayam yang Ayah sembelih bukan?” tanya adikku

“Iya,” kataku lagi

“Enggak mau, ah, enggak enak!” begitu kata adikku

Begitu kata adikku. Dia selalu tidak mau makan ayam yang disembelih. Tentu saja ayam yang disisakan ayah merasa kesepian di kandang sendirian. Ayamku suka heboh kalau ada tikus. Serta kalau ada petir atau gledek ayam tersebut kaget. Ayamku juga kadang kadang menerobos kandang entah ada apa dan jika ayam menerobos ini yang terjadi

“Ayah, ayamnya menerobos keluar!” kata adikku

“Sebentar ayah balikin ke kandang!”

 Terkadang heboh kalau ayam keluar kandang, tapi lama lama terbiasa dengan hal itu jadi sekarang hal tersebut merupakan hal yang wajar dan tidak dikhawatirkan lagi.

0 komentar

Posting Komentar