Mengharmoniskan Suami-Istri yang Beda Karakter dan Pola Pikir

Pernikahan adalah komitmen seumur hidup yang harus dilakukan tiap hari selama kita ingin pernikahan itu langgeng.

Salah satu bentuk komitmen itu adalah keinginan untuk memberi dan terus memberi buat pasangan, bukan menerima.

Memberi kasih sayang, memberi kesabaran, dan tidak memberi pelampiasan atas kekecewaan dan kemarahan yang kita alami. Bila pasangan saling melakukan hal itu, maka pernikahan yang bahagia bukan cuma dongeng Cinderella semata.

Adakalanya kita heran, kenapa karakter kita beda sekali dengan suami (atau istri). 

Aku sangat pandai mengatur keuangan, istriku boros. Aku sabar menghadapi kenakalan anak-anak, suamiku temperamen. Aku senang bergaul, istriku pendiam. Dan banyak lagi karakter yang bertolakbelakang antara suami dan istri.

(theparentalcontrol.com)

Melansir Healthline, ternyata punya pasangan beda karakter ada manfaatnya.

Apa saja manfaat punya pasangan beda karakter?


1. Keseimbangan. Lelaki yang penyabar biasanya dapat istri yang grasak-grusuk. Istri yang pandai menabung biasanya malah dapat suami yang boros?

Apakah itu kutukan? Bukan, itu keseimbangan. 

Punya pasangan yang sama-sama sabar, cerdas intelektualnya, pandai mengatur keuangan, dan telaten mengasuh anak memang sempurna, tapi dunia ini tidak mengajarkan kesempurnaan, melainkan keseimbangan.

Pasangan beda karakter akan menyeimbangkan hidup kita juga.

2. Kesempatan untuk saling mengisi. Suami sangat kuat logikanya, sedangkan istri lebih mengutamakan intuisi, lantas apa keduanya bakal ribut terus?

Keduanya akan saling mengisi. Mengambil keputusan untuk keluarga sama-sama perlu logika dan intuisi supaya keputusan yang diambil adalah yang terbaik.

3. Dinamika hubungan yang seru. Punya karakter dan pola pikir yang sama dengan pasangan justru akan membuat hubungan jadi monoton.

Hidup terasa datar karena apapun yang kita lakukan, pasangan pasti setuju. Hidup rasanya kurang menantang.

Sesekali suami-istri perlu berselisih, perlu saling tidak setuju, lalu baikan kembali, bercanda lagi. Hubungan yang sehat bukan yang teratur dan tertata seperti robot.

4. Sudut pandang jadi makin luas. Punya suami dari desa sedangkan kita lahir dan besar di kota? Pasti banyak sudut pandang kita yang beda dengannya. 

However, perbedaan sudut pandang itu justru membuat suami dan istri saling berbagi pola pikir dan membuat wawasan keduanya jadi makin luas.

Suami dan istri jadi makin terbuka dan mengerti bahwa tidak semua perkara dilihat dan diselesaikan dari sudut pandangnya saja.

5. Belajar berkompromi dan berkomunikasi. Secara tidak langsung, punya pasangan beda karakter akan membuat kita terlatih untuk mengompromikan sesuatu kepada pasangan supaya ada titik temu antara pemikirannya dengan pemikiran kita.

Secara tidak langsung juga melatih cara kita berkomunikasi supaya saat kompromi kita dan pasangan tidak saling tersinggung.

***

Perbedaan pola pikir dan karakter biasanya sudah bisa kita deteksi sebelum menikah. Ketika memutuskan berumahtangga, laki-laki dan perempuan sudah tidak lagi memandang segala sesuatu hanya dari sudut pandangnya saja. Itulah komitmen.

Komitmen

Komitmen pertama terjadi saat pasangan mengurus dokumen negara lalu melakukan akad nikah dengan syarat-syarat sah sesuai agama masing-masing.

Komitmen selanjutnya adalah soal anak. Pengasuhan anak. Pasangan kerap beda pendapat kemudian berselisih di depan anak.

Menurut The Asian Parent, berselisih dan bertengkar di dekat anak sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan kesehatan mentalnya di masa depan.

Pengasuhan Anak

Satu hal lagi yang jadi indikator kebahagiaan adalah soal pengasuhan anak.

Pada dasarnya suami-istri sudah punya kesamaan visi dalam mengasuh anak. Kalau tidak, mereka tidak akan setuju menikah. 

Orang tua yang hedon dan agnostik akan mengasuh anak berdasarkan keduniawian. Sebaliknya, orang tua yang agamis akan mengasuh anak mereka sesuai agama yang diikutinya.

Maka, kesamaan visi sekecil apapun dengan pasangan soal pengasuhan anak jangan ditutup oleh perbedaan visi terhadap hal lain.

Pun biarkan ayah punya porsinya dalam pengasuhan anak. Seorang ayah biasanya sosok yang ideal bagi anak untuk bermain, menyalurkan hobi, dan bersenang-senang.

Walau ayah kelihatan dekat dengan anak, menurut Fatherly.com, dia selalu lebih punya kedekatan batin dengan ibunya.

Salah satu yang termasuk pengasuhan yang ideal adalah orangtua menghindari menasehati anak bersama-sama. Bila ibu sudah bicara, maka ayah tidak perlu bicara lagi. Pun sebaliknya. Bicara dan menasehati anak bersamaan akan membuatnya tertekan.

Libatkan anak

Biasanya seorang ibu ingin anaknya multi-skills dan multi-talent dengan mengikutkannya ke beragam les dari piano, bahasa, hingga sains.

Sementara ayah ingin anak menikmati masa kecilnya dengan bermain. Setelah melewati masa kecil yang bahagia dengan banyak bermain, barulah anak bisa ikut les dan macam-macam kursus.

Bagaimana menyatukan dua pemikiran itu? Libatkan anak. Beri pandangan singkat kepadanya apa yang diinginkan ayah dan ibu terhadapnya. Setelah si anak tahu yang diinginkan ayah-ibunya lalu tanyakan keinginannya.

Bila anak mau ikut beragam les, maka ikutkan dia. Bila anak tidak mau karena masih ingin banyak main, kita hormati keinginannya.

Beritahu konsekuensinya kepada anak bila dia mengikuti banyak les. Pun beritahu konsekuensinya kalau dia menghabiskan waktu hanya dengan bermain. 

Dan jika anak ingin mengikuti 1-2 les saja dengan kesadaran sendiri tanpa paksaan ayah-ibunya, maka itulah yang terbaik baginya.

Orang tua juga harus melibatkan anak dalam menentukan prioritas. Apakah ingin sekolah dinomorsatukan, apakah bakat yang dinomorsatukan, atau pergaulan yang dinomorsatukan.

Menentukan prioritas juga melatih dan mengajarkan anak untuk bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.

Pun libatkan anak pada apapun yang berhubungan dengannya, misal pemilihan baju, sepatu, kursus, kegiatan, sekolah, dan lainnya.

Anak zaman sekarang beda dengan zaman dulu. Anak sekarang sudah punya pemikiran sendiri yang dia dapat dari memperhatikan dan mengamati lingkungannya.

Bila dia dipaksa melakukan sesuatu diluar kehendaknya, mentalnya akan jatuh lebih dalam dan merusak daripada anak era 90-an. Itulah alasan memaksakan kehendak kepada anak sudah bukan zamannya lagi.

Langkah bila suami-istri sering bertengkar karena beda pemikiran

Lagi-lagi butuh komitmen dari suami dan istri bagaimana mereka memandang pernikahan. Bila salah satunya sudah tidak ingin berkomitmen, maka perlu bantuan orang ketiga sebagai mediator.

Kalau keduanya masih ingin mempertahankan pernikahan dan pertengkaran terjadi karena keuangan, bicarakan berdua. Cari solusinya bersama-sama dan hindari saling menyalahkan.

Misal taksepakat soal pengasuhan anak, contohnya ayah membolehkan anak makan coklat dan permen, sedangkan ibu melarangnya, cari kesepakatan yang tidak merugikan anak.

Semua bisa dibicarakan dengan mengungkap alasan kenapa kita tidak setuju dengan pasangan. Carilah kesepakatan tanpa aksi ngambek dan marah-marah. 

***

Salah satu sebab pasangan di Indonesia mudah cerai adalah kurangnya komunikasi (deep level of communication) karena merasa diri paling benar, tidak terbiasa berdiskusi, dan malu jika pasangan punya persepsi jelek terhadapnya.

By always remember that communication is key, we can communicate what make us uncomfortable to our spouse.

2 komentar

  1. Omg mama...so so so good..hope my husband read it too

    BalasHapus
    Balasan
    1. We hope so. Many thanks for the visiting 😊😊

      Hapus


EmoticonEmoticon