Berjilbab, Karena Allah atau Trend?

Saya senang melihat makin banyak perempuan menutup aurat dengan mengenakan jilbab. Apalagi dengan adanya kelompok beranggotakan para perempuan yang bernama Hijabers. Cara berkerudung dan baju-baju mereka modis, fashionable, dan tidak melulu berupa rok atau celana panjang. Islam mengajarkan kesederhanaan, meski anggota Hijabers kadang terlihat berlebihan dalam berbusana, tapi patut diapresiasi mereka berjilbab karena Allah.

Alhamdulillah, meski cara berbusana saya tidak fashionable seperti kelompok Hijabers tapi saya bersyukur menjadi bagian dari orang yang mengenakan jilbab.

Pada akhir 2011, waktu hamil 5 bulan anak pertama, saya baca status teman SMP saya di Facebook yang menganjurkan muslimah untuk tidak menunda mengenakan jilbab, sayapun terusik. Saya mencari dalil-dalil dalam Quran dan Hadits tentang jilbab.

Memang benar, muslimah wajib mengenakan jilbab ketika sudah memasuki usia baligh. Tidak ada tawar-menawar. Alhamdulillah sejak itu saya pakai jilbab kalau keluar rumah atau jika ada tamu bukan mahram bersilaturahim ke rumah.
Akan tetapi, karena pemula, dulu saya maunya berjilbab modis. Karena kalau cuma pakai jilbab dan baju yang "sekedar" menutup aurat rasanya kuno, seperti ibu-ibu pengajian yang tidak trendi.

Sayapun rajin melihat youtube, mempraktikkan aneka tutorial jilbab, jepit sini pakai peniti disana, lilit sana lipat sini. Ternyata, repooott! Kalau dipakai saat jalan-jalan atau ke acara tertentu memang pe-de rasanya. Berjilbab tapi gaul dan keren. Tapi ketika sudah masuk waktu shalat kerepotan itu datang.
Alhamdulillah, suami saya termasuk orang yang tidak suka menunda shalat. Sering ditengah acara kami shalat sebentar. Buka jilbab gaul itu ternyata merepotkan.

Memasangnya lagi lebih merepotkan karena tidak semua masjid/mushola menyediakan cermin.

Untungnya sekarang banyak jilbab instant langsung pakai. Tanpa banyak peniti bisa tetap rapi. Melepas dan memakainyapun gampang. Sekarang saya lebih sering pakai bergo atau kerudung segiempat yang dilipat segitiga, paling praktis deh! Suami juga tak peduli saya dandan cantik atau tidak kalau keluar rumah, yang penting cara berpakaian saya harus syar'i. Tapi ya kalau kucel juga kan gak bagus, minimal bedakan sama lipstikan lah meskipun cuma ke warung, ehehee!

Meanwhile, saya prihatin dengan banyak muslimah berjilbab tapi tidak shalat. Baju dan jilbab mereka bagus-bagus, modis, tapi sampai waktu shalat hampir habis mereka tidak juga shalat. Ini kebanyakan saya lihat di kantor-kantor dan mall. Saat bulan Ramadhan apalagi. Banyak perempuan berjilbab santai makan di restoran fast food. Okelah mereka sedang datang bulan dan tidak puasa. Akan tetapi, karena jilbab mereka itu mereka dipandang sebagai orang sholehah. Sebaiknya orang sholehah menahan diri untuk tidak terang-terangan makan-minum ditempat terbuka (umum) di bulan Ramadhan, bulan spesial bagi umat Islam.

Pun begitu ketika bulan Ramadhan memunculkan buka puasa bersama. Puasa tapi tidak shalat. Buka puasa bersama tapi bersama-sama tidak shalat.

Hal-hal demikian memunculkan pemikiran saya bahwa kebanyakan perempuan berjilbab karena trend, bukan karena Allah SWT.

Munculnya pemakai jilbab bercelana ketat, dada membusung, dan penggunaan cepol dikepala menambah keyakinan saya bahwa jilbab sekarang adalah bagian dari trend fashion, bukan kesadaran untuk menjadi muslimah sejati.

Islam tidak melarang perempuan mengenakan baju bagus sesuai trend, asal sesuai syar'i. Tapi jangan pula karena merasa belum dapat hidayah lantas kita menunda memakai jilbab. Hidayah itu dicari bukan ditunggu. Kalau kita sudah tahu kewajiban muslimah memakai jilbab, lantas kenapa menunda menutup aurat?

Semoga saja kita tidak termasuk perempuan yang mengenakan jilbab karena ingin dipandang solehah, melainkan karena Allah, bukan pula karena lingkungan dan trend, Aamiin!






0 komentar

Posting Komentar