Echo Chamber dan Sisi Gelap Internet

Pada konteks media massa dan media sosial, echo chamber berarti ruang gema, yaitu lingkungan di mana seseorang hanya terpapar pada keyakinan dan pendapat yang sesuai nilai-nilai yang telah mereka percayai.

Penyebab Kita Terpapar Echo Chamber


1. Penggunaan media sosial berlebihan. Terlalu sering membuka medsos (padahal tidak ada yang harus dibagikan) mengakibatkan kita jadi membaca informasi yang tidak seharusnya kita baca.
 
Tanpa sadar kita terpapar opini keliru dan terus-menerus mencari informasi itu karena penasaran. Lama-lama kita merasa informasi itulah yang paling benar.

2. Kurang pergaulan. Cuma mau bergaul dengan orang yang seagama, sesuku, dan seras mengakibatkan pengetahuan kita tentang dunia luar jadi terbatas.
 
Maka dalam mencari informasi, kita cenderung hanya akan menerima berita dan opini dari sumber yang menguatkan pandangan kita saja.
 
Lama-lama kita jadi merasa eksklusif dan intoleran terhadap mereka yang tidak seagama, sesuku, dan seras.

3. Terlalu tergantung pada internet. Echo chamber terjadi karena kita terlalu mengandalkan internet untuk mencari tahu pengetahun dan informasi apa pun.

Misal ingin tahu tentang agama, kita tidak bertanya kepada kyai di pondok pesantren dan lebih suka mempercayai sebuah situs di internet yang bisa saja menyajikan dalil hadis tanpa sanad. 
 
Melansir NU Online, pada masa kekhalifahan dan sesudahnya sanad digunakan untuk menguji validitas sebuah informasi berupa hadis, atsar, dan khabar yang dibawa oleh seorang rawi (informan, guru, syekh). 
 
Selain itu, ulama hadis pada masa sebelumnya membaca sanad untuk memeroleh keberkahan dan rahmat dari Allah.
 
Di masa internet ini, seorang lulusan kampus agama terkemuka boleh berdakwah, tapi sanad yang dipakainya untuk berceramah belum tentu sevalid pendakwah dari pesantren.
 
Dari situlah cikal-bakal pola pikir kadrun berasal. Disebarluaskan oleh pendakwah yang sanadnya tidak jelas. Silakan baca: Kadrun dan Pola Pikir yang Menghambat Muslim

 

Sisi Gelap Internet

 

Mudahnya penggunaan internet dengan aneka jenis mesin pencari membuat manusia makin mudah dapat informasi. 

Sayangnya kemudahan itu tanpa kita sadari malah menjerumuskan. Kita tidak lagi mencari informasi baru untuk menambah kualitas hidup, melainkan hanya untuk memperkuat keyakinan dan sudut pandang semata. Juga menjelekkan hal yang berbeda pandangan dengan kita.

echo chamber

Pada 1996, peneliti dari Massachusset Institute of Technology (MIT) Marshall Van Alstyne dan Erik Brynjolfsson telah memperingatkan sisi gelap internet.

Mereka menulis dalam sebuah makalah

"Individu yang menyaring informasi yang tidak sesuai dengan preferensi mereka dapat membentuk klik virtual, mengisolasi diri mereka dari sudut pandang yang berlawanan, dan memperkuat bias mereka. 

Di internet, pengguna internet dapat berinteraksi dengan individu yang berpikiran sama yang memiliki nilai-nilai yang sama. Dengan demikian mereka jadi kurang memercayai keputusan penting dari orang-orang yang tidak sepaham dan nilai-nilainya berbeda."

Itulah echo chamber, memaksa orang untuk menutup pikiran mereka sendiri dari fakta dan lebih suka terbuai dengan informasi bohong, hanya karena informasi itu sesuai dengan nilai-nilai yang mereka percayai.

Echo Chamber dan Khilafah


Zakiah Aini nekat membeli airsoft gun dan menembak pos jaga Mabes Polri karena echo chamber. Polisi memaparkan bahwa Zakiah terpapar paham radikal ISIS dari internet.

Makin seseorang tertarik dengan suatu paham, makin dia mencari lebih banyak meski paham itu mengajarkan kekerasan yang mana semua agama justru melarang kekerasan.

Oleh penyebar sistem khilafah, pemerintah, termasuk aparat keamanan dianggap thogut (menindas, sewenang-wenang, dan melampaui Allah)  Maka mereka menolak segala yang datang dari pemerintahan thogut.

Karena meyakini hal yang seperti itu, maka informasi yang selalu ingin mereka dengar hanyalah tentang kelemahan dan keburukan pemeritahan semata.

Karena selalu mendengar apa yang ingin mereka dengar, pengetahuan mereka tentang Indonesia jadi tertutup. Padahal sejak sebelum Indonesia dijajah Belanda, Nusantara ini bukanlah negara Islam karena agama Islam masuk belakangan setelah Hindu dan Buddha, serta agama-agama kepercayaan.

Kalau sudah jadi negara Islam, Sunan Kalijaga tidak perlu repot memasukkan doa-doa dan shalawat di setiap kegiatan masyarakat di abad 15 yang mana banyak orang Jawa masih beragama Hindu.

Maka itu tidak ada alasan mengubah ideologi bangsa dan mengganti pemeritahan dengan sistem khilafah karena Indonesia ini punya banyak suku dan agama.

Kenapa kami contohkan khilafah? Karena hoaks dan propanganda tentang agama dampak buruknya lebih besar dan merusak daripada hoaks soal Jokowi atau Prabowo Subianto.

Echo Chamber dan Covid-19

 

Orang-orang yang tidak mau divaksin Covid-19 kebanyakan adalah mereka yang tidak percaya bahwa wabah Covid-19 nyata adanya.

ketidakpercayaan dan penolakan terhadap protokol kesehatan dialami oleh Wagub Jateng Taj Yasin tiap kali mensosialisaskan bahaya Covid-19. 

Selain karena tidak percaya bahwa wabah Covid-19 benar-benar ada, mereka juga terpapar disinformasi berita yang mengatakan kalau vaksin Covid mengandung babi.

Disinformasi itu mereka telan mentah-mentah karena mereka sudah tidak mau lagi mendengar informasi apa pun dari kelompok lain, walau kelompok lain itu mungkin menyampaikan kebenaran.

Itulah echo chamber. 

Istilah Lain Echo Chamber

 

  1. Filter bubble. Selengkapnya tentang Filter Bubble klik di sini.
  2. Hugbox
  3. Cult
  4. Mutual Admiration Society

Bahaya Echo Chamber

 

1. Pola pikir seseorang jadi menyempt. Echo chamber membuat orang terlena karena menganggap apa yang dipikiran dan diyakininya yang paling benar.

Seseorang juga bisa kehilangan rasa empatinya karena selalu berpikir dari sudut pandang dan pola pikirnya saja.

2. Tertutup pada pengetahuan dan informasi baru. Seseorang yang terpapar echo chamber tidak pernah siap menerima perubahan.

Padahal dunia selalu berubah karena setiap harinya manusia menemukan pengetahuan dan kemajuan teknologi.

3. Perpecahan di masyarakat. Bila tiap kelompok menganggap kelompoknya yang paling benar, maka masyarakat mudah dipolarisasi untuk kemudian diadu domba.

Bangsa Indonesia yang besar dengan beragam suku terancam pecah kalau suku dan agama mayoritas tidak merangkul agama dan suku lain hanya karena merasa suku dan agama lain jelek.

Menghindari Jebakan Echo Chamber

 

1. Biasakan bertanya pada orang yang lebih paham tentang suatu hal daripada mencarinya di Google. 

Bila ingin tahu soal urusan agama, tanya kepada guru agama atau kyai di pondok pesantren. Kalau mau tahu tentang ilmu kepenulisan, tanyakan pada penulis, bukan tukang cilok supaya tidak sesat.

2. Kurangi melihat media sosial. Gunakan medsos hanya kalau benar-benar perlu dan bukan untuk mengisi waktu.

Selebriti medsos bahkan hanya menggunakan medsos untuk mengisi konten dan membalas komentar netizen seperlunya karena penghasilan mereka dari medsos, bukan untuk menghabiskan hidup di medsos.

Isi waktu luang dengan mendengarkan radio, beres-beres rumah, menonton pertunjukkan teater, menikmati konser musik, atau menonton film.

3. Mengakui kalau manusia diciptakan berbeda-beda. Perbedaan justru membuat hidup lebih dinamis dan bervariasi.

Dengan mengakui kalau banyak perbedaan di dunia ini, kita bisa terhindar dari pola pikir sempit yang selalu menolak perubahan.

0 komentar

Posting Komentar