Widget HTML #1

Para Tokoh Kunci di Dunia AI

Hidup di jaman kecerdasan buatan atau artificial intelligence memang memudahkan. Chat AI menolong kita mencari resep, cari ide bikin puisi, sampai curhat. AI bahkan bisa membuat video, gambar, dan komposisi lagu sesuai prompt (perintah/instruksi) yang kita inginkan.

Para tokoh AI
Para tokoh kunci di dunia artificial intelligence (AI)

Perkembangan AI sudah diprediksi oleh Dan Brown dalam novelnya berjudul Origin. Komputer canggih dengan kecerdasan buatan tingkat tinggi dalam Origin berhasil membuat pertikaian di antara para tokoh agama bahkan melakukan transfer rekening dan menyewa pembunuh bayaran.

Sebelum Dan Brown, Jules Verne juga lebih dulu memprediksi teknologi apa saja yang akan ada di masa depan lewat novelnya Twenty Thousand Leagues Under the Sea. Di abad 20 teknologi yang diprediksi Jules Verne benar ada seperti kapal selam, mesin uap, dan helikopter.

Dalam ranah AI yang diprediksi oleh Dan Brown, inilah para tokoh kunci dalam ilmu kecerdasan buatan yang perlu kita tahu.

1. Alan Turing sang Bapak AI

Alan Turing sering disebut sebagai Bapak Kecerdasan Buatan karena gagasan dan karyanya menjadi fondasi bagi komputer modern dan konsep AI yang kita kenal sekarang.  

Pada 1936, Turing memperkenalkan Mesin Turing, sebuah pemikiran tentang model komputasi matematis yang dapat menjalankan instruksi langkah demi langkah untuk memecahkan masalah. Berfungsi sebagai dasar untuk memahami batasan komputasi dan algoritma.

Mesin Turing jadi fondasi teori komputasi modern yang kelak jadi dasar semua komputer dan sistem AI.

Kemudian, Alan memimpin tim di Bletchley Park selama Perang Dunia II untuk memecahkan kode Enigma Nazi. Hal ini mempercepat kemenangan Sekutu dan menunjukkan kekuatan komputasi untuk memecahkan masalah kompleks di dunia nyata.

Tes Turing 

DI tahun 1950, Alan mengusulkan Tes Turing dalam makalahnya berjudul Computing Machinery and Intelligence. Tes Turing adalah sebuah eksperimen pemikiran yang dia perkenalkan untuk menjawab pertanyaan dalam benaknya yang ambisius, “Bisakah mesin berpikir?”

Alih‑alih memberi definisi abstrak tentang “berpikir”, Turing mengajukan uji praktis berbentuk permainan tanya jawab dengan komputer yang formatnya mirip wawancara tertutup dengan seorang penanya (manusia) yang berkomunikasi via teks dengan dua pihak, yaitu manusia dan mesin. 

Tujuan dari Tes Turing, kalau dari jawaban yang diberikan si penanya tidak bisa membedakan mana yang mesin mana yang manusia, maka mesin itu dianggap lulus Tes Turing.

Inti dari Tes Turing ini adalah mengukur perilaku dan kemampuan berbahasa mesin, bukan sekadar kecanggihan teknisnya. Kemudian, untuk mengukur seberapa baik mesin meniru p ola pikir dan respons manusia dalam percakapan.

Di masa sekarang Tes Turing memacu perdebatan filosofis, riset AI, dan berbagai kompetisi chatbot di dunia nyata. Walaupun teknologi sudah jauh melampaui konteks tahun 1950, prinsipnya masih jadi rujukan saat membahas kecerdasan buatan.

Jadi, Alan Turing tidak membangun AI seperti yang kita lihat hari ini, tapi menciptakan bahasa, kerangka, dan pertanyaan mendasar yang membuat AI mungkin untuk diwujudkan. Tanpa konsep Mesin Turing dan Tes Turing, perkembangan AI akan kehilangan fondasi teoretisnya. 

Hidup Alan berakhir tragis pada 1954 di usia 41 tahun karena keracunan sianida yang diduga hasil Alan mengakhiri hidupnya sendiri.

Meski vonis resmi adalah bunuh diri, beberapa sejarawan dan peneliti meragukannya karena tidak ada surat bunuh diri yang ditemukan. Beberapa kolega dan keluarga juga menilai Alan Turing masih aktif secara intelektual dan tidak menunjukkan tanda depresi di hari-hari terakhirnya.

Ada dugaan kematian bisa saja akibat kecelakaan semisalnya terpapar uap sianida dari eksperimen kimia di rumahnya.

2. John McCarthy sang Pencetus AI

John MacCarthy lahir 4 September 1927, Boston, Massachusetts, AS. Dialah pencetus istilah artificial intelligence saat lokakarya Dartmouth Summer Research Project on AI yang berlangsung pada 1956 yang diadakan di Dartmouth College, Hanover, New Hampshire, AS.

Lokakarya Darmouth Summer Research Project on AI dianggap sebagai momen kelahiran resmi AI sebagai cabang ilmiah dalam ilmu komputer. 

Pada 1958 John menciptakan bahasa pemrograman LISP (singkatan dari LISt Processing) yang merupakan salah satu bahasa pemrograman tingkat tinggi tertua yang masih digunakan hingga sekarang. 

Selain sebagai pemberi istilah AI, John McCarthy juga membangun infrastruktur yang membuat AI bisa berkembang dari sekadar ide menjadi bidang riset yang nyata dan berpengaruh hingga sekarang. 

3. Geoffrey Hinton sang Pembangkit AI

Geoffrey Hinton sering disebut Godfather of AI karena perannya menghidupkan kembali dan mematangkan jaringan saraf tiruan hingga melahirkan gelombang “deep learning” modern. Dia adalah ilmuwan Inggris–Kanada dan Guru Besar Emeritus di University of Toronto. 

Tokoh kunci dunia AI

Atas inovasi dan penemuannya di bidang AI Geoffrey Hinton menerima berbagai penghargaan di antaranya:

  1. Turing Award (2018) bersama Yann LeCun & Yoshua Bengio. Turing Award merupakan penghargaan tertinggi di bidang ilmu komputer yang setara dengan Nobel.
  2. Nobel Fisika (2024, bersama J.J. Hopfield) tentang pengakuan dampak fisika & matematika jaringan saraf.
  3. Dickson Prize in Science (2021) dari Carnegie Mellon University untuk pencapaian besar di sains, teknik, atau matematika.
  4. Princess of Asturias Award (Bidang Riset Teknis & Ilmiah) 2022 bersama Yann LeCun, Yoshua Bengio, dan Demis Hassabis atas kontribusi pada deep learning.
  5. Queen Elizabeth Prize for Engineering (2025) Bersama tujuh tokoh lain, atas pengembangan modern machine learning yang menjadi inti kemajuan AI. 

Pada 2023 Geoffrey mulai berbicara soal advokasi dan risiko keberadaan AI setelah mundur dari Google Brain. Dia juga memperingatkan bahwa AI “mengambil alih” banyak aspek kehidupan manusia jika tidak diawasi.

4. Yoshua Bengio sang Perintis Deep Learning

Yoshua Bengio lahir 5 Maret 1964 di Paris, Prancis, dan besar di Kanada. Dia disebut sebagai perintis deep learning karena merupakan salah satu peneliti pertama yang mengembangkan dan mempopulerkan jaringan saraf dalam (deep neural networks), merintis teori, arsitektur, serta algoritme fundamental yang mendorong kebangkitan dan kematangan bidang ini.

Disertasi untuk gelar PhD Bengio pada 1991 berjudul Artificial Neural Networks and their Application to Sequence Recognition menandai pemahaman mendalam tentang kemampuan jaringan saraf untuk memproses data berurutan, fondasi yang belakangan memicu gelombang riset deep learning.

Kontribusi Yoshua Bengio dalam ilmu artificial intelligence:

  1. Pengembangan dan populerisasi deep learning melalui arsitektur neural network yang dapat diturunkan ke banyak aplikasi praktis.
  2. Riset terobosan pada model seperti Generative Adversarial Networks (GAN), attention models, word embeddings, dan denoising autoencoders.
  3. Pembimbing bagi tokoh-tokoh AI generasi baru, termasuk Ian Goodfellow, yang menciptakan GAN. GAN didesain untuk menghasilkan data baru yang mirip dengan dataset asli melalui pembelajaran tanpa pengawasan (unsupervised learning) dengan dua model yang saling berkompetisi.
Artikel yang mengulas deep learning di Nature (2015), yang ditulis Yoshua bersama Yann LeCun dan Geoffrey Hinton juga menjadi peta jalan bagi komunitas riset global untuk menyusun ulang pendekatan pembelajaran mesin secara mendasar.

5. Fei-Fei Li sang Pelopor Revolusi AI

Perempuan kelahiran di Beijing pada 1976 ini meraih gelar PhD di California Institute of Technology sebelum mengajar di Stanford University. Fei-Fei Li dikenal sebagai pendiri dan pengembang utama ImageNet yang diluncurkan pada 2009.

ImageNet adalah basis data gambar berskala besar yang dirancang untuk melatih dan mengevaluasi algoritma pengenalan objek dalam computer vision. Selain itu juga merupakan kumpulan lebih dari 14 juta gambar yang telah dilabeli secara manual ke dalam lebih dari 20.000 kategori atau kelas objek. Setiap gambar juga dilengkapi kotak pembatas (bounding box) untuk menandai posisi objek dalam citra.

ImageNet mengisi kekosongan data yang selama ini menghambat kemajuan algoritma pengenalan objek. Karena itulah Fei-Fei Li disebut sebagai pelopor revolusi AI. 

6. Sam Altman sang Visioner AI

Sam Altman adalah CEO OpenAI, perusahaan riset dan pengembangan kecerdasan buatan yang meluncurkan model seperti GPT-4 dan DALL·E. Selain memimpin OpenAI, Sam Altman ikut mendirikan Tools for Humanity untuk proyek proof-of-human dengan Worldcoin, serta Merge Labs yang fokus pada antarmuka otak-mesin. 

Dia juga mendorong beberapa hal di bawah ini untuk dunia AI: 

  1. Penguatan regulasi AI dan penyusunan kerangka etika internasional.
  2. Pengembangan program retraining massal untuk tenaga kerja senior.
  3. Inovasi BCI di Merge Labs dan kolaborasi cross-industry (kedokteran, pendidikan, industri kreatif).
  4. Eksplorasi teknologi proof-of-human untuk keamanan digital dan kepercayaan platform.

Sebagai visioner AI, Sam Altman terus membentuk masa depan kecerdasan buatan mulai dari model bahasa hingga antarmuka otak-komputer. Meski begitu dia mendorong diskursus tentang etika, regulasi, dan inklusivitas tenaga kerja.

Soal etika dan risiko AI, Sam Altman juga mengingatkan potensi gelap AI, mulai dari otomatisasi total di sektor layanan pelanggan hingga diagnosa medis. AI bahkan bisa digunakan sebagai senjata pemusnah massal. Sam menggarisbawahi AI perlu diawasi secara ketat dengan kolaborasi global untuk mengelola risiko eksistensial ini.

7. Elon Musk sang Arsitek AI Masa Depan

Pendiri Tesla, SpaceX, dan pemilik media sosial X ini ternyata juga masuk jajaran tokoh kunci di dunia AI. Alasannya karena dia co-founder OpenAI pada 2015 dengan misi mengembangkan kecerdasan buatan yang aman dan bermanfaat bagi umat manusia.

Elon juga mendirikan Neuralink, perusahaan yang mengeksplorasi antarmuka otak-komputer untuk menyelaraskan kecerdasan manusia dengan AI.

Pada 2023 dia meluncurkan startup xAI dan dalam waktu hanya 19 hari timnya membangun superkomputer AI sebagai landasan pengembangan model bahasa besar (LLM) Grok. Langkah cepat ini menunjukkan dedikasi Elon dalam memajukan teknologi AI mutakhir.

Dia disebut sebagai artsitek AI masa depan karena peranannya dalam mendirikan, membiayai, dan mengintegrasikan berbagai inisiatif kecerdasan buatan ke dalam produk nyata. 

Dibalik itu, sama seperti tokoh AI lainnya, Elon juga sering mengingatkan risiko AI sejak 2014. Dia pernah berkata bahwa mengembangkan AI itu seperti “memanggil iblis.” Maksudnya, AI memiliki kekuatan luar biasa yang pada awalnya tampak bisa kita kendalikan, tapi berpotensi lepas kendali dengan konsekuensi yang tak terduga, seperti memanggil makhluk halus yang sulit diatur.

Elon Musk juga memperingatkan bahaya halusinasi AI. Halusinasi terjadi saat AI mengarang informasi yang tampak meyakinkan, tapi sebenarnya tak akurat. Ketergantungan berlebihan pada data sintetis tanpa verifikasi manusia bisa meningkatkan frekuensi halusinasi.

8. Demis Hassabis sang Inisiator General AI

Sir Demis Hassabis lahir 27 Juli 1976 di London, Inggris. Dia lulus sarjana di University of Cambridge dan meraih gelar PhD di University College London, meneliti hubungan antara proses saraf dan ingatan episodik.

Ingatan episodik adalah jenis memori deklaratif yang menyimpan informasi tentang peristiwa otobiografi, termasuk momen, lokasi, dan emosi yang menyertainya. Jenis memori ini memungkinkan seseorang untuk “melihat kembali” pengalaman masa lalu dengan kesadaran diri yang tinggi (autonoetic consciousness).

Setelah karir awal sebagai perancang AI untuk video game, Hassabis mendirikan DeepMind pada tahun 2010 bersama Shane Legg dan Mustafa Suleyman, yang kemudian dibeli Google pada 2014. Saat ini dia menjabat CEO DeepMind dan juga memimpin Isomorphic Labs yang fokus pada penerapan AI untuk penemuan obat dan material baru.

Penghargaan yang Diterima Demis Hassabis 

1. Diangkat menjadi Commander of the Order of the British Empire (CBE) pada 2017 dan dilantik sebagai Knight pada 2024 atas jasa di bidang AI dan sains.

2. Memenangi Nobel Prize in Chemistry 2024 bersama John Jumper untuk kontribusinya pada prediksi struktur protein melalui AI (AlphaFold).

3. Terdaftar dalam Time 100 sebanyak dua kali (2017 dan 2025) sebagai salah satu Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia.

Demis Masuk Dalam Daftar Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia karena:

1. Kepemimpinannya di DeepMind menghasilkan AlphaFold, yaitu sistem prediksi struktur protein yang memenangkan Hadiah Nobel di bidang Kimia pada 2024. Penemuan ini secara dramatis mempercepat penemuan obat serta pemahaman penyakit pada skala molekular. 

2. Inovasi AI-nya diadopsi oleh laboratorium di seluruh dunia untuk mengatasi tantangan mulai dari penyakit genetik langka, resistensi antibiotik, hingga masalah pertanian akibat perubahan iklim.

3. Pendekatan interdisipliner yang menggabungkan neuroscience, kognisi, dan komputasi memberi Demis Hassabis visi yang jelas serta rasa tanggung jawab tinggi dalam merancang sistem AI yang aman dan etis, sekaligus mendorong kolaborasi lintas ilmu.

4. Caranya membingkai biologi sebagai kumpulan pola yang bisa diprediksi dan dirancang telah mengubah paradigma penelitian. Ini memacu inovasi yang lebih cepat, kreatif, dan berkelanjutan di berbagai bidang sains. 

***

Sama seperti teknologi dan penemuan lain, kecerdasan buatan juga harus melalui jalan panjang untuk sampai ke teknologi yang kita kenal sekarang. Manusia boleh pakai AI, tapi jangan sampai ketergantungan sebab kecerdasan buatan tidak bisa menggantikan akal manusia.

Posting Komentar untuk "Para Tokoh Kunci di Dunia AI"