Memilih Medsos yang Tepat Untuk Self Branding, Pendongkrak Profit, dan Pelayanan Publik

Memilih Medsos yang Tepat Untuk Self Branding, Pendongkrak Profit, dan Pelayanan Publik

Kita tidak harus punya semua akun media sosial kecuali kita artis dan selebritas duni hiburan, dan seleb internet seperti, contohnya, Ria Ricis dan Gen Halilintar. 

Artis dan selebritas dunia hiburan perlu selalu berhubungan dengan para penggemar sebagai bagian dari karir mereka. Begitu pun para selebritas internet atau seleb medsos yang pekerjaan utamanya memang membuat konten di media sosial.

Kalaupun punya semua akun medsos, kita tidak perlu aktif setiap hari memperbarui postingan di medsos. Kita punya kehidupan di dunia nyata yang lebih bermanfaat dan orang-orang di sekitar yang membutuhkan keaktifan kita.

Sebelum aktif di salah satu medsos, mari kenali dulu karakteristik medsos supaya apa yang kita inginkan di medsos tersebut lebih efektif dan mendukung tujuan kita.

 1. TikTok

 

Mengutip data dari We Are Social, pada 2023 pengguna aktif TikTok tercatat ada 1,09 miliar di seluruh dunia. Indonesia jadi negara nomor dua sebagai pengguna TikTok terbesar di dunia sebanyak 113 juta akun per April 2023. Di nomor satu ada Amerika Serikat dengan 117 juta pengguna.

Besarnya pengguna TikTok ini yang membuat jualan para pedagang laris manis bak kacang goreng walau minim subsidi ongkir seperti yang ada di lokapasar (marketplace) lain semacam Tokopedia dan Shopee.

Kalau kamu pedagang yang ingin mempercepat perputaran barang dan kas, kamu harus rajin bikin live untuk menarik minat para TikTokers. Perputaran barang dan uang yang cepat di TikTok juga jadi alasan pedagang berani memberi harga yang lebih murah daripada di marketplace lain.

TikTok paling cocok untuk kamu yang sering gabut dan suka bikin konten secara spontan. TikTok murni untuk hiburan tanpa ada unsur edukasi apa pun. Makanya tidak cocok untuk personal dan company branding.

2. Instagram

 

Instagram identik dengan keindahan, baik keindahan manusia, panorama, pemandangan, interior, eksterior, dan semua hal. Maka medsos ini cocok buat promosi tempat wisata, produk dan layanan terbaru, dan self-branding,

Sebagai medsos yang karakternya cocok untuk self-branding. Kamu bisa mencitrakan diri sesuai keinginanmu, entah kamu ingin dilihat sebagai orang kaya, suka sedekah, ramah, gaul, apa adanya, dan semua yang ingin kamu citrakan.

Instagram juga tempat para selebritas memajang segala aktivitas mereka dan lama-lama menarik minat orang biasa untuk melakukan hal serupa. Karena semua hal indah-indah, rupawan, mewah, dan megah inilah yang membuat Instagram dikenal sebagai media sosial tempat pamer.

3. Twitter

 

Twitter berbasis teks atau kalimat, jadi pengguna tidak perlu memposting foto atau gambar apa pun, cukup mengetik beberapa baris kata, lalu posting. Sangat simpel. Makanya Twitter ideal untuk orang yang ingin mengeluarkan ide, mengomentari sesuatu, atau bahkan curhat masalah sehari-hari.

Twitter juga medsos paling tepat bagi perusahaan untuk merespon secepat mungkin keluhan netizen sebelum jadi viral. Ini sesuai karakteristik Twitter yang berbasis teks. Jadi kalau pengguna produk atau layanan tertentu punya masalah mereka bisa langsung nge-twit dan me-mention akun yang bersangkutan tanpa harus memfoto apa pun dulu.

Namun karena merupakan medsos microblogging, banyak pengguna yang membuat akun anonim supaya merasa lebih bebas bercerita, mengungkapkan pendapat, atau curhat. Inilah yang membuat peredaran berita bohong (hoaks) kemudian marak di Twitter.

4. Facebook

 

Facebook sudah makin ditinggalkan muda dan para pesohor. Makanya yang masih menggunakan Facebook sekarang lebih banyak orang-orang tua.

Sejak lama Facebook punya fitur grup yang memungkinkan orang dengan minat sama membentuk sebuah grup dan rutin berdiskusi, namun keberadaan grup itu lantas dilupakan karena pengguna Facebook yang mayoritas orang tua tidak banyak menggunakan grup.

Pun walau Facebook juga punya fitur live seperti Instagram dan TikTok serta posting status seperti microblogging Twitter, namun sudah jarang orang yang menggunakannya sebab hampir semua pengguna Facebook kini beralih ke Instagram.

Untuk media promosi, layanan publik, dan kampanye, Facebook efektif untuk menjangkau orang berusia diatas 45 tahun.

Telegram dan WhatsApp Business


Perusahaan, kementerian, dan lembaga publik kini juga sudah menggunakan WhatsApp Business untuk pelayanan yang lebih privat kepada konsumen atau publik.

Lewat WhatsApp Business perusahaan bisa melakukan promosi dan layanan baru langsung ke tangan konsumen. Lebih praktis karena konsumen atau pengguna layanan tidak perlu repot lagi mencarinya di medsos atau website perusahaan.

Sama seperti WhatsApp yang merupakan aplikasi pesan instan, keberadaan Telegram untuk mengirim informasi ke ratusan orang sekaligus membuatnya lebih unggul dari WhatsApp. A

kan tetapi, karena mampu menampung ratusan orang sekaligus dalam satu grup, Telegram sering disalahgunakan untuk penyebaran film-film bajakan, konten porno, dan perjudian. Citra Telegram di Indonesia agak negatif karena sering dijadikan penyebaran tiga hal yang melanggar hukum tersebut.

Perusahaan dan unit usaha yang ingin menjangkau pelanggan baru, pelanggan tetap, dan calon pelanggan bisa menggunakan WhatsApp Business yang disetel menggunakan pesan otomatis (bot/robot algoritma. Pesan otomatis itu kemudian bisa diambil alih oleh customer service atau admin bila ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh bot tersebut.

Kita bebas menggunakan medsos sesukanya asal tidak melanggar UU ITE seperti menyebar fitnah, ujaran kebencian, dan mempermalukan nama seseorang. Lebih penting lagi gunakan medsos sesuai kepentingan dan kebutuhan. Dengan begitu kita bisa menyeimbangkan hidup di dunia nyata dengan kesenangan di media sosial.

My Conservative Thought Saying That Video Sharing Platform Is Ruin Our Brain

My Conservative Thought Saying That Video Sharing Platform Is Ruin Our Brain

I'm new to TiKTok because I'm not interesting to it until I have so much words that have to come out from my brain. So I need media to where I can write in a simple quotes.

I have Twitter, but doesn't fit to the quotes I wanted as it is known as microblog platform. The main post on Twitter is words.


Related: Because Life Isn't Like We Seen on Social Media

Then I created TiKTok account for emperbaca.com about a month ago. I have posted six contents so far. Unlike other content, I created only quotes that launches directly from my own thought.

These are the reasons why I thought video sharing like TiKTok or Snack or Capcut will ruin your brain because it work as same as social media. Those can distract you from your happy real life or worst, it can caused you some mental health concern.

1. Because we only watch, not read.

Our brain doesn't actively stimulate when we watch and stimulate better every time we read book, news, novel, poetry, poem, and any kind of literature.

Insider tells us that reading consistently strengthens connections in the brain, improves memory and concentration, and may even help you live longer. 

Healtline also cited same benefit. Researchers have foundTrusted Source that students who read books regularly, beginning at a young age, gradually develop large vocabularies. And vocabulary size can influence many areas of your life, from scores on standardized tests to college admissions and job opportunities.

2. Lack of creativity due to our desire to be like someone who viral.

We think we super creative by making funny and authentic video, but in fact we just want to have millions follower like Syahrini or Kim Kardashian.

We can be professional doctor, writer, graphic designer, engineer, even dedicated firefighter or police in real life instead by less watching TiKTok, SnackVideo, Capcut, and other video sharing platforms.

3. Block our talent off. 

There are some people who were born as entertainer, but not every people have to be entertainer.

What if we naturally enterpreneur-born? Or we have academic intelligent as a doctor, scientist, or even firefighter and police?

Related: Filter Bubble, Perangkap Internet yang Menyesatkan Pikiran dan Menyempitkan Wawasan

If you create something new and its useful for so many many people in real life, you are the real and truly influencer. We do not have to be internet celebs. We also do not have to online on social media throughout the day because it can caused us some mental health issues.

***

In my subjective opinion, YouTube is the only useful video sharing platform where we can learn new skills like playing music instruments, swimming, dance, handy craft, and many things. However, if we only watch YouTube Shorts that has similar nature to TikTok, Snack, and Capcut, that will ruin our brain as well.

TiKTok, Snack Video, and Capcut are only for entertainment purposes which we supposed to not watch it frequently. Otherwise we addictive to it and feel those are affected our lives. Hence it is only a fata morgana to us.

I agree that content creator is now considered as a real job, but what happens in our future if young people want to be content creator instead of paramedic, as example, or teacher, engineer, diplomat etc.

Cara Blog Umur Sebulan Diterima AdSense

Cara Blog Umur Sebulan Diterima AdSense

Baru bikin blog, tapi sudah ingin mendaftar ke AdSense? Bisa saja! Banyak blog yang baru aktif sebulan sudah bisa dipasang AdSense. Silakan simak cara berikut supaya blog yang baru dibuat bisa dipasangi AdSense.

Kendala Monetisasi Blog

 

Blog diterima AdSense itu gampang banget! Yang susah adalah monetisasinya setelah AdSense itu berjalan.

1. Adblocker

Banyak orang sekarang memakai adblock di peramban (browser) yang memblok setiap iklan yang muncul di blog. Banyak bloger memasang script yang memaksa pengunjung mematikan adblocker-nya.

Blog yang berani memasang script anti-adblocker hanya blog yang sudah langganan halaman satu Google, punya nilai cost per click tinggi, dan punya Domain Authority dan Page Authority tinggi. Blog seperti ini biasanya bertopik kesehatan, pendidikan, teknologi informasi, keuangan, rumah dan taman, kecantikan, dan hewan peliharaan.

2. Tidak ada yang klik iklan

Kita juga dibayar tiap iklan di blog tayang. Buat pengiklan ini namanya cost per million (CPM-biaya per 1000 iklan tayang).

Namun kita bakal dibayar lebih besar lagi kalau iklan itu diklik. Namanya cost per click (CPC-biaya per klik iklan).

Untuk memaksimalkan tayangan iklan kita bisa menggunakan fitur auto ads di AdSense. Iklan auto ads yang muncul di tengah artikel berpotensi membuat pengunjung blog tidak sengaja mengklik iklan itu yang membuat kita dapat rupiah. Namun pengunjung akan terganggu kenyamanan membacanya.

emperbaca.com sendiri mengaktifkan auto ads hanya di bagian footer sehingga tidak mengganggu kenyamanan pembaca sekali pun mereka tidak pakai adblocker.

3. Pengunjung blog sehari hanya puluhan

Ini biasa terjadi pada blog baru yang punya niche (topik khusus) gado-gado alias tidak mengacu pada satu topik. 

Blog yang punya satu niche, misal pendidikan saja, kesehatan saja, atau IT saja lebih cepat dapat pengunjung. Trafik mereka sehari bisa ribuan pengunjung. Yang seperti itu tentu membuat penghasilan dari AdSense jadi besar.

Cara Blog Umur Sebulan Diterima AdSense

 

Tidak susah, kok, cukup lengkapi dulu blog dengan hal berikut ini.

1. Beli domain. Paling umum digunakan untuk blog adalah domain berakhiran .com, .net, dan .web.id.

Membeli domain membuat blog kita jdai terlihat dikelola serius dan bukan sekadar iseng belaka. Harga domain berkisar antara Rp88.000-Rp155.000 belum termasuk pajak.

2. Beli template premium di situs yang menyediakannya. Template berbayar sudah mengandung SEO-off page sehingga kita tidak perlu repot meletakaan script yang SEO-friendly.

Memakai template bawaan dari blogspot, wordpress, atau hosting lainnya biasanya standar dan menunya terbatas. Membeli template premium membuat kita leluasa memilih template mana yang sesuai dengan tema blog.

3. Lengkapi struktur blog dengan:

a. About (Tentang). Berisi tentang siapa kita (bisa juga kelompok). Gunanya untuk memberitahu pembaca kalau blog ini ada pengelolanya, bukan blog spam atau blog abal-abal.

b. Sitemap (Peta Situs). Fungsinya memudahkan kita dan pengunjung untuk mencari artikel terbaru dari sebuah tema.

c. Contact (Kontak). Memudahkan orang atau sponsor menghubungi kita untuk menjalin kerja sama.

d. Privacy Policy (Kebijakan Privasi). Mencantumkan Kebijakan Privasi di blog berarti kamu berjanji melindungi data pengunjung yang mampir ke blog.

Artinya, jenis handphone, negara, kota, bahkan usia mereka tidak boleh kamu buka kepada siapa pun. Kalau ada data yang bocor kita tidak bisa dituntut karena sudah mencantumkan Kebijakan Privasi di blog.

e. Disclaimer. Disclaimer berfungsi untuk membatasi kewajiban kita terhadap konten blog. Misal kita pakai gambar dari situs asing, selama kita menuliskan sumber gambar itu, kita tidak bisa dituntut atas pelanggaran hak cipta.

4. Tulis dan posting artikel setiap hari tanpa putus.

Artikel haruslah yang bermanfaat bagi orang lain, bukan sekadar curhat. Kalau kamu ingin mengeluarkan unek-unek, riset pustaka dulu supaya artikel lebih berbobot.

Riset pustaka adalah sumber informasi dan pengetahuan dari bacaan. Bacaan bisa dari buku, internet, jurnal ilmiah, atau rilis resmi sebuah lembaga dan perusahaan.

Sertakan sumber bacaan untuk mendukung artikel. Kalau referensi yang kamu tulis berasal dari, misalnya, kemdikbud(dot)go(dot)id maka sertakan link hidup pada artikel. 

Misal kita kesal dengan pelayanan di Samsat yang lemot, bertele-tele, dan pakai tes di jalanan seperti angka 8. Tulis alasan yang membuat kita kesal secara logis, bukan asal marah. Sematkan juga berita yang menginformasikan kalau pelayanan SIM harusnya cepat. 

Tautkan juga peraturan lalu lintas atau artikel dari media berita yang memuat bahwa tes dengan angka 8 itu sebenarnya tidak perlu.

Jumlah Kata Dalam Artikel

 

Google tidak pernah mensyaratkan minimal jumlah kata dalam sebuah artikel karena hanya menganjurkan artikel yang lengkap dan memberi informasi yang dibutuhkan pengunjung.

Jumlah kata yang ideal dalam artikel menurut pengalaman emperbaca.com minimal 500 kata. Banyak juga bloger yang menyarankan menulis minimal 1000 kata. Bagu s lagi kalau sampai 2000 kata supaya mudah terindeks Google oleh robot perayap, katanya.

Namun kalau kita menulis artikel sampai 1000-2000 kata, tapi tidak ada pengetahuannya sama sekali, buat apa panjang-panjang. Iya, tidak?!

Membuat blog yang dimonetisasi itu tidak susah, tapi juga tidak gampang karena ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Kalau kamu bikin blog cuma untuk senang-senang dan mencurahkan pikiran, sih, bebas, tidak terikat pada syarat dan ketentuan dari AdSense.

Oh ya, penyedia iklan buat cuma AdSense saja. Ada Adsterra, OptAd360, AdNow, Yllix, dan masih ada beberapa penyedia iklan yang boleh dipasang bersamaan dengan AdSense.

Because Life Isn't What We Seen on Social Media

Because Life Isn't What We Seen on Social Media

I'm frequently Twitter user due to its simple usage by only typing some words compare to Instagram or Facebook.

Then one day I have to made an account on Instagram for my son's requirement due to his participation in science competition.

When I started to following people and they followed me back, I later realized that Instagram is beyond-a-normal-limit to me. Everything looks out of reach and outrageous, and... 

At first, I'm so delighted by seeing others' photograph and what they have been shared. But I became more addicted to see what else they have and why don't I have what they have.

This is affect, even just a little, my mental health. Then I finally got my conclusion as same as when I deleted my Facebook account.

"Why are we even bother to frequently seeing other people's life."

As an adult I can strict myself to not open any other social media to keep my mind clear and not interrupt by the any kind of what people posts.

But what about our underage children? I'm honestly so wondering why most parents, in this country of course, always feel free letting they children to see and post everything on social media from the account that the parents created.

This is the reasons why we should restrict social media usage to our children and most importantly for ourselves.

1. Social media is addicting and can bring you multiple negative effects.

Multiple studies have found a strong link between heavy social media and an increased risk for depression, anxiety, loneliness, self-harm, also even suicidal thoughts.

2. Social media may promote negative experience such as inadequacy about our life of appearance.

This can be happened because we neither comparing nor mirroring they life to our lives.

When we realize lack of similarities between us and them, we instantly think our live is miserable.

3. The more we seen every photos and videos on Instagram, Facebook, TiKTok, and YouTube, the more we feel lonely.

The feeling of being part in the community of social media creates pseudo feelings.

When we ended up our social media session then back to reality, we feel none beside us. None has same passion with us. None can laugh with us.

Fact is, those are only pseudo feeling. Hence, that make us feel uncomfortable that cause by lack of confidence from the delusion that we can't have any goodness as we have in social media.

I'm so wondering why people said social media is entertaining them and make them can feel relaxed. 

To me, when I'm not on social media, that is time I can be myself who is got my freedom to think about anything and something without being affected by others' post.

Instagram, TikTok, also YouTube only show you some things that can be monetize whether it is good or bad.

Social media is not for connecting people nowadays, it is now purely business. Then actually it is okay for us to not often seeing our social media accounts. 

No need to be worry of missing anything because our lives not depend on what is happening on social media.

I am now rarely seeing Instagram not even post anything in a long time. But I still frequently on Twitter, hoho! I can envy nobody on Twitter because people only write they thoughts. Same as me.

Twitter users hard to monetize their tweet or account and can only held broadcast. There's a paid tweet but it is not saleable due to lack of people who bother to read paid tweet.

Echo Chamber dan Sisi Gelap Internet

Echo Chamber dan Sisi Gelap Internet

Pada konteks media massa dan media sosial, echo chamber berarti ruang gema, yaitu lingkungan di mana seseorang hanya terpapar pada keyakinan dan pendapat yang sesuai nilai-nilai yang telah mereka percayai.

Penyebab Kita Terpapar Echo Chamber


1. Penggunaan media sosial berlebihan. Terlalu sering membuka medsos (padahal tidak ada yang harus dibagikan) mengakibatkan kita jadi membaca informasi yang tidak seharusnya kita baca.
 
Tanpa sadar kita terpapar opini keliru dan terus-menerus mencari informasi itu karena penasaran. Lama-lama kita merasa informasi itulah yang paling benar.

2. Kurang pergaulan. Cuma mau bergaul dengan orang yang seagama, sesuku, dan seras mengakibatkan pengetahuan kita tentang dunia luar jadi terbatas.
 
Maka dalam mencari informasi, kita cenderung hanya akan menerima berita dan opini dari sumber yang menguatkan pandangan kita saja.
 
Lama-lama kita jadi merasa eksklusif dan intoleran terhadap mereka yang tidak seagama, sesuku, dan seras.

3. Terlalu tergantung pada internet. Echo chamber terjadi karena kita terlalu mengandalkan internet untuk mencari tahu pengetahun dan informasi apa pun.

Misal ingin tahu tentang agama, kita tidak bertanya kepada kyai di pondok pesantren dan lebih suka mempercayai sebuah situs di internet yang bisa saja menyajikan dalil hadis tanpa sanad. 
 
Melansir NU Online, pada masa kekhalifahan dan sesudahnya sanad digunakan untuk menguji validitas sebuah informasi berupa hadis, atsar, dan khabar yang dibawa oleh seorang rawi (informan, guru, syekh). 
 
Selain itu, ulama hadis pada masa sebelumnya membaca sanad untuk memeroleh keberkahan dan rahmat dari Allah.
 
Di masa internet ini, seorang lulusan kampus agama terkemuka boleh berdakwah, tapi sanad yang dipakainya untuk berceramah belum tentu sevalid pendakwah dari pesantren.
 
Dari situlah cikal-bakal pola pikir kadrun berasal. Disebarluaskan oleh pendakwah yang sanadnya tidak jelas. Silakan baca: Kadrun dan Pola Pikir yang Menghambat Muslim

 

Sisi Gelap Internet

 

Mudahnya penggunaan internet dengan aneka jenis mesin pencari membuat manusia makin mudah dapat informasi. 

Sayangnya kemudahan itu tanpa kita sadari malah menjerumuskan. Kita tidak lagi mencari informasi baru untuk menambah kualitas hidup, melainkan hanya untuk memperkuat keyakinan dan sudut pandang semata. Juga menjelekkan hal yang berbeda pandangan dengan kita.

echo chamber

Pada 1996, peneliti dari Massachusset Institute of Technology (MIT) Marshall Van Alstyne dan Erik Brynjolfsson telah memperingatkan sisi gelap internet.

Mereka menulis dalam sebuah makalah

"Individu yang menyaring informasi yang tidak sesuai dengan preferensi mereka dapat membentuk klik virtual, mengisolasi diri mereka dari sudut pandang yang berlawanan, dan memperkuat bias mereka. 

Di internet, pengguna internet dapat berinteraksi dengan individu yang berpikiran sama yang memiliki nilai-nilai yang sama. Dengan demikian mereka jadi kurang memercayai keputusan penting dari orang-orang yang tidak sepaham dan nilai-nilainya berbeda."

Itulah echo chamber, memaksa orang untuk menutup pikiran mereka sendiri dari fakta dan lebih suka terbuai dengan informasi bohong, hanya karena informasi itu sesuai dengan nilai-nilai yang mereka percayai.

Echo Chamber dan Khilafah


Zakiah Aini nekat membeli airsoft gun dan menembak pos jaga Mabes Polri karena echo chamber. Polisi memaparkan bahwa Zakiah terpapar paham radikal ISIS dari internet.

Makin seseorang tertarik dengan suatu paham, makin dia mencari lebih banyak meski paham itu mengajarkan kekerasan yang mana semua agama justru melarang kekerasan.

Oleh penyebar sistem khilafah, pemerintah, termasuk aparat keamanan dianggap thogut (menindas, sewenang-wenang, dan melampaui Allah)  Maka mereka menolak segala yang datang dari pemerintahan thogut.

Karena meyakini hal yang seperti itu, maka informasi yang selalu ingin mereka dengar hanyalah tentang kelemahan dan keburukan pemeritahan semata.

Karena selalu mendengar apa yang ingin mereka dengar, pengetahuan mereka tentang Indonesia jadi tertutup. Padahal sejak sebelum Indonesia dijajah Belanda, Nusantara ini bukanlah negara Islam karena agama Islam masuk belakangan setelah Hindu dan Buddha, serta agama-agama kepercayaan.

Kalau sudah jadi negara Islam, Sunan Kalijaga tidak perlu repot memasukkan doa-doa dan shalawat di setiap kegiatan masyarakat di abad 15 yang mana banyak orang Jawa masih beragama Hindu.

Maka itu tidak ada alasan mengubah ideologi bangsa dan mengganti pemeritahan dengan sistem khilafah karena Indonesia ini punya banyak suku dan agama.

Kenapa kami contohkan khilafah? Karena hoaks dan propanganda tentang agama dampak buruknya lebih besar dan merusak daripada hoaks soal Jokowi atau Prabowo Subianto.

Echo Chamber dan Covid-19

 

Orang-orang yang tidak mau divaksin Covid-19 kebanyakan adalah mereka yang tidak percaya bahwa wabah Covid-19 nyata adanya.

ketidakpercayaan dan penolakan terhadap protokol kesehatan dialami oleh Wagub Jateng Taj Yasin tiap kali mensosialisaskan bahaya Covid-19. 

Selain karena tidak percaya bahwa wabah Covid-19 benar-benar ada, mereka juga terpapar disinformasi berita yang mengatakan kalau vaksin Covid mengandung babi.

Disinformasi itu mereka telan mentah-mentah karena mereka sudah tidak mau lagi mendengar informasi apa pun dari kelompok lain, walau kelompok lain itu mungkin menyampaikan kebenaran.

Itulah echo chamber. 

Istilah Lain Echo Chamber

 

  1. Filter bubble. Selengkapnya tentang Filter Bubble klik di sini.
  2. Hugbox
  3. Cult
  4. Mutual Admiration Society

Bahaya Echo Chamber

 

1. Pola pikir seseorang jadi menyempt. Echo chamber membuat orang terlena karena menganggap apa yang dipikiran dan diyakininya yang paling benar.

Seseorang juga bisa kehilangan rasa empatinya karena selalu berpikir dari sudut pandang dan pola pikirnya saja.

2. Tertutup pada pengetahuan dan informasi baru. Seseorang yang terpapar echo chamber tidak pernah siap menerima perubahan.

Padahal dunia selalu berubah karena setiap harinya manusia menemukan pengetahuan dan kemajuan teknologi.

3. Perpecahan di masyarakat. Bila tiap kelompok menganggap kelompoknya yang paling benar, maka masyarakat mudah dipolarisasi untuk kemudian diadu domba.

Bangsa Indonesia yang besar dengan beragam suku terancam pecah kalau suku dan agama mayoritas tidak merangkul agama dan suku lain hanya karena merasa suku dan agama lain jelek.

Menghindari Jebakan Echo Chamber

 

1. Biasakan bertanya pada orang yang lebih paham tentang suatu hal daripada mencarinya di Google. 

Bila ingin tahu soal urusan agama, tanya kepada guru agama atau kyai di pondok pesantren. Kalau mau tahu tentang ilmu kepenulisan, tanyakan pada penulis, bukan tukang cilok supaya tidak sesat.

2. Kurangi melihat media sosial. Gunakan medsos hanya kalau benar-benar perlu dan bukan untuk mengisi waktu.

Selebriti medsos bahkan hanya menggunakan medsos untuk mengisi konten dan membalas komentar netizen seperlunya karena penghasilan mereka dari medsos, bukan untuk menghabiskan hidup di medsos.

Isi waktu luang dengan mendengarkan radio, beres-beres rumah, menonton pertunjukkan teater, menikmati konser musik, atau menonton film.

3. Mengakui kalau manusia diciptakan berbeda-beda. Perbedaan justru membuat hidup lebih dinamis dan bervariasi.

Dengan mengakui kalau banyak perbedaan di dunia ini, kita bisa terhindar dari pola pikir sempit yang selalu menolak perubahan.

Filter Bubble, Perangkap Internet yang Menyesatkan Pikiran dan Menyempitkan Wawasan

Filter Bubble, Perangkap Internet yang Menyesatkan Pikiran dan Menyempitkan Wawasan

Filter bubble atau gelembung filter adalah keadaan isolasi intelektual ketika algoritma situs web atau media sosial menebak informasi apa yang ingin dilihat pengguna berdasarkan riwayat penelusuran.

Selain dari riwayat penelusuran, algoritma di website atau media sosial "menebak" berdasarkan lokasi dan kebiasaan klik yang sering dilakukan pengguna. 

Cara Kerja Filter Bubble 


Algoritma dalam internet, termasuk di media sosial dan mesin pencari, menyaring informasi dan menunjukkan hanya yang kita sukai saja.

Maka hasil pencarian tiap orang bisa berbeda walau mengetikkan kata kunci yang sama di Google. Algoritma Google akan menyuguhkan informasi tergantung riwayat pencarian, lokasi, dan perilaku kita di dalam internet.

Contohnya, saat kita penasaran tentang khilafah lalu mencari info soal itu di Google, Twitter, dan Facebook. Esok harinya karena masih penasaran tentang sistem khilafah, kita mencarinya lagi.

Saat itu itulah algoritma di Google, Twitter, dan Facebook bekerja merekam hasil penelusuran, apa yang kita baca, dan ada dimana kita saat mengakses informasi itu.

Kalau kita cenderung lebih sering melihat dan membaca tentang keunggulan khilafah, maka hasil penelusuran yang akan ditampilkan lebih banyak tentang kebenaran dan keunggulan khilafah. Pun sebaliknya kalau kita lebih sering melihat dan membaca tentang efek buruk khilafah untuk Indonesia, maka yang akan ditampilkan di internet adalah informasi seperti itu.

Karena itulah istilah filter bubble disebut juga sebagai bingkai ideologis. 

Secara tidak langsung dan tidak disadari, seseorang dapat menjadi fanatik atau membenci suatu hal berdasarkan apa yang dia lihat dan baca terus-terusan di internet.

Asal Mula Istilah Filter Bubble 

 

Istilah gelembung filter dibuat oleh aktivis internet Eli Pariser sekitar tahun 2010 dan dibahas dalam bukunya tahun 2011 dengan nama yang sama. 

Menurut Pariser, ketika perusahaan internet berusaha menyesuaikan layanan mereka (termasuk berita dan hasil pencarian) dengan selera pribadi kita, didalamnya ada konsekuensi berbahaya yang tidak diinginkan, yaitu filter bubble, yang mana kita cuma dapat informasi yang itu-itu saja.

Hal yang begitu tidak bakalan memperluas wawasan karena kita terjebak pada wawasan yang itu-itu saja dan cuma melihat hal-hal  yang sudah kita senangi tanpa adanya kemungkinan kita menyukai informasi dari sisi lain.

Filter Bubble untuk Iklan


Filter bubble juga digunakan untuk kepentingan para pemasang iklan di aplikasi, media sosial, dan situs web. Apa yang sering kita cari dan kita baca di internet akan terbaca oleh algoritma. Algoritma lalu akan menampilkan iklan sesuai dengan perilaku internet kita.

Misal, kita sering mencari info tentang cara melangsingkan tubuh, maka iklan yang muncul di medsos, aplikasi, atau website yang sedang kita kunjung adalah obat pelangsing.

Pun kalau kita beberapa kali mengakses atau mengunduh lagu, maka iklan yang muncul adalah iklan aplikasi streaming atau paket musik dari provider simcard.

Dampak Buruk Filter Bubble

 

Awalnya filter bubble memberi kemudahan pada pengguna supaya kita tidak usah susah-susah "menyaring" di internet apa yang mereka suka dan yang tidak. Lama-lama filter bubble justru "menghambat" orang mendapat informasi yang berimbang.
 
1. Dapat mengubah hoaks menjadi kebenaran. Orang yang sering melihat berita dan informasi yang sama terus-menerus akhirnya menganggap bahwa informasi itu benar.

Hal ini terjadi karena filter bubble hanya menyediakan informasi hanya yang kita sukai, walaupun informasi itu sebenarnya bohong atau palsu. 

Pikiran yang terpapar berita bohong terus-terusan bisa jadi sesat. Sesat berpikir dapat mencetus sesat logika. Akhirnya kita jadi merasa paling benar.

2. Memilih pemimpin yang salah. Contoh nyata dampak buruh filter bubble terjadi di Amerika Serikat (AS).

Pada pemilihan presiden 2017 Pendukung Hillary Clinton di dunia nyata jauh lebih banyak. Hasil survei juga selalu memenangkan Hillary, tapi pendukungnya lantas terlena.

Di medsos dan internet, mereka selalu dapat informasi tentang keunggulan Hillary, tapi tidak melihat bahwa pendukung Trump begitu masif dan giat memakai medsos untuk menyebarkan berita bohong.

Karena terlena dan menganggap Hillary pasti menang, banyak pendukung yang tidak memberikan suaranya karena memilih berlibur. Situasi makin suram karena penghitungan suara di AS memakai sistem electoral college di mana calon presiden yang dapat suara terbanyak tidak otomatis jadi pemenang.

3. Menyuburkan paham radikal dan ekstremisme. Melansir kompas.com, sejumlah pengamat terorisme mengatakan bahwa internet dan media sosial berperan besar dalam menyebarkan paham radikal termasuk khilafah.

Paham khilafah sudah dilarang di Indonesia karena dianggap melakukan makar terhadap ideologi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

sistem electoral college. Sistem electoral college ini membuat calon presiden yang memenangkan suara mayoritas secara nasional atau voting populer tidak otomatis menjadi pemenang.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "Simak Sistem, Tahapan dan Perhitungan Suara Pilpres AS 2020", Klik selengkapnya di sini: https://kabar24.bisnis.com/read/20200220/19/1203731/simak-sistem-tahapan-dan-perhitungan-suara-pilpres-as-2020.
Author: Denis Riantiza Meilanova
Editor : Nancy Junita

Download aplikasi Bisnis.com terbaru untuk akses lebih cepat dan nyaman di sini:
Android: http://bit.ly/AppsBisniscomPS
iOS: http://bit.ly/AppsBisniscomIOS
sistem electoral college. Sistem electoral college ini membuat calon presiden yang memenangkan suara mayoritas secara nasional atau voting populer tidak otomatis menjadi pemenang.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "Simak Sistem, Tahapan dan Perhitungan Suara Pilpres AS 2020", Klik selengkapnya di sini: https://kabar24.bisnis.com/read/20200220/19/1203731/simak-sistem-tahapan-dan-perhitungan-suara-pilpres-as-2020.
Author: Denis Riantiza Meilanova
Editor : Nancy Junita

Download aplikasi Bisnis.com terbaru untuk akses lebih cepat dan nyaman di sini:
Android: http://bit.ly/AppsBisniscomPS
iOS: http://bit.ly/AppsBisniscomIOS

Ini juga yang jadi sebab para pendukung NKRI ramai di medsos menyamai ramainya propaganda khilafah dan radikalisme. 

Bila tidak dilampaui, minimal diimbangi, maka yang terus muncul di algoritma internet dan media sosial adalah khilafah, ekstremisme, dan radikalisme. Orang kemudian akan menganggap itu sebagai kebenaran.

Apakah Filter Bubble Hanya Terjadi di Internet?

 

Tidak. Filter bubble juga terjadi di suatu komunitas. Misal, di perumahan mewah, sekolah elit, atau komunitas keagamaan. Anggota dari kelompok, kompleks, atau komunitas tersebut akan menganggap bahwa hidup seperti yang mereka jalani itulah yang paling baik.

Jadi, saat mereka dihadapkan pada kenyataan yang bertolak belakang dari apa yang mereka lihat dan alami sehari-hari, mereka akan menolak dan menutup diri dari kenyataan itu.

Namun, di sisi media ada kecenderungan orang yang menonton berita di televisi dan radio tidak mudah terperangkap filter bubble. 

Ini dikarenakan televisi dan radio mainstream tidak menyiarkan berita sesuai selera kita, melainkan berdasarkan fakta yang sedang terjadi, kecuali bila radio atau televisi itu memang merupakan media propaganda yang sengaja menyebarkan suatu paham atau pandangan.

***

Makin sering mengakses informasi itu-itu saja, makin mudah kita terperangkap filter bubble yang membuat wawasan kita tidak berkembang dan pola pikir malah jadi makin sempit.

Makanya tidak heran kalau pendukung radikalisme dan ekstremisme amat susah untuk kembali ke NKRI karena telah terperangkap filter bubble. Penyebabnya karena yang mereka akses itu-itu saja yang akhirnya dianggap sebagai kebenaran.