Membatasi Anak Main HP dengan FamilyLink

Membatasi Anak Main HP dengan FamilyLink

Anak usia SD masih harus dibatasi menatap layar (HP, televisi, konsol game, tablet, dll yang menggunakan layar) supaya otak anak terstimulasi dari hal selain yang berasal dari layar.
FamilyLink 

Mumpung anak masih SD arahkan anak untuk bermain kreatif yang melibatkan fisik dan otak supaya kecerdasan emosi dan intelejensinya seimbang.

Kalau sudah SMP akan sulit membatasi pemakaian ponsel karena segala aktivitas dengan teman-temannya akan menggunakan handphone (ponsel/telepon selular).

Jadi mumpung anak kita masih usia SD, gunakan FamilyLink untuk mengontrol aktivitas digital anak di ponselnya.

FamilyLink adalah aplikasi yang dipakai bersamaan dengan Digital Wellbeing yang ada di semua ponsel bersistem operasi Android 9 keatas.


Masuk ke fitur Digital Wellbeing di setting/pengaturan ponsel Anda dan ikuti petunjuk penggunaan FamilyLink dari Play Store.

FamilyLink hanya efektif digunakan kalau ter-install di ponsel anak dan Anda secara bersamaan.

Namun ingat, jangan gunakan FamilyLink diam-diam. Beritahu anak kalau Anda kan menggunakan FamilyLink supaya bisa mengontrol aktivitas ponselnya.

Dengan memberitahu anak, berarti Anda melibatkannya di setiap keputusan yang berkaitan dengannya. Itu perlu dilakukan supaya anak tetap percaya kepada Anda, orangtuanya. 

Anak yang tidak percaya pada orangtuanya cenderung sering berbohong dan berbuat nakal di luar rumah karena merasa tidak punya sandaran dan tumpuan hidup.

Maka beritahu anak bahwa penggunaan ponselnya Anda batasi karena menurut Undang-undang Perlindungan Anak, anak dibawah 18 tahun masih harus diawasi orang tua, termasuk penggunaan ponselnya.

Fitur FamilyLink


1. Membatasi penggunaan ponsel. 
Anda bisa mematikan ponsel anak lewat ponsel Anda kalau dia sudah berjam-jam memakai ponsel.

Ketika ponsel anak akan mati, ada peringatan di ponselnya yang memberitahu kalau saat downtime tiba dan ponsel akan mati sendiri.

2. Membatasi pemakaian aplikasi game.
Anda bisa membatasi anak memakai aplikasi tertentu dengan mem-block aplikasi tersebut jika batas waktunya sudah terlewati.

Misal, nonton YouTube hanya 1 jam, main Minecraft 1 jam, atau buka WhatsApp hanya 1 jam.

3. Mem-block aplikasi yang tidak sesuai usia anak.
Bila anak men-download aplikasi dewasa atau game yang ratingnya tidak sesuai usia, Anda bisa mem-block aplikasi itu dan anak tidak bisa menginstalnya di ponsel mereka.

4. Membolehkan atau melarang anak sign-in atau login di situs dan aplikasi tertentu.

Anda bisa membolehkan anak untuk login atau sign-in tanpa izin Anda, atau sama sekali melarang mereka login/sign-in di aplikasi dan situs mana pun.

5. Anak harus minta izin tiap kali akan men-download apapun dari Play Store.

Anda bisa mengatur supaya game dan aplikasi tidak dapat di-download oleh anak tanpa approval dari ponsel Anda, orang tuanya.

Begitu game atau aplikasi disetujui oleh Anda, aplikasi/game itu akan ter-install di ponsel anak.

Kalau sekiranya game/aplikasi itu bukan untuk anak-anak, Anda bisa menolaknya untuk terinstall di ponsel anak.

Jika Anda akan memakai satu atau semua fitur di FamilyLink, selalu beritahukan hal itu kepada anak.

Beri penjelasan kepada mereka kenapa Anda harus mengawasi pemakaian ponsel mereka.

Ini alasan Anda harus membatasi pemakaian ponsel anak dan mengawasi aktivitas digitalnya.

1. Menghindarkan anak dari perkenalan dengan orang asing di internet.

Anak dibawah umur belum mengerti mana percakapan yang normal di internet/medsos dan mana yang berniat jelek.

Jadi sambil kita memberitahu mereka tentang baik-buruknya internet dan medsos, batasi penggunaan ponsel pada anak.

2. Menghindarkan anak dari cyber bullying.
Cyber bullying (perundungan di internet/medsos) juga bisa terjadi di dalam kolom komentar YouTube, TiKTok, Snack Video, atau di situs berita.

Anak secara polos mengomentari suatu konten, tapi komentarnya ditanggapi negatif oleh orang lain. 

Komentar negatif yang masuk ke akun anak sudah bisa disebut sebagai cyber bullying yang bisa mengganggu kesehatan mental anak.

3. Menjaga kesehatan mata.
Sejak dulu kita sering diberitahu orang tua supaya jangan nonton tivi dekat-dekat supaya mata tidak rusak.

Anak-anak akan menatap layar ponsel dengan kedipan yang lebih sedikit dari menonton tivi.

Pendaran cahaya ponsel juga membuat mata lebih cepat lelah. Itulah kenapa sekarang banyak kecil yang matanya minus karena kebanyakan lihat handphone.

4. Melatih anak agar sering bergerak. 
parenting.co.id melansir bahwa anak usia SD harus banyak bergerak supaya otot dan tulangnya kuat.

Banyak gerak juga membuat paru-paru dan jantung anak sehat.

5. Supaya orang tua dan anak saling bercengkrama dan bercerita.

Keakraban dan kedekatan keluarga salah satunya dibangun dengan cara ngobrol santai bersama anak.

Orang tua mana yang tidak mau dekat dengan anaknya sampai tutup usia?

***
Sesekali matikan downtime di FamilyLink dan biarkan anak mengatur sendiri pemakaian ponselnya supaya dia belajar cara bertanggungjawab.
Love Language dan 5 Bahasa Cinta untuk Hubungan Berkualitas

Love Language dan 5 Bahasa Cinta untuk Hubungan Berkualitas

Love language atau bahasa cinta adalah cara seseorang untuk menunjukkan kasih sayang dan penghargaan kepada pasangannya.

Pada awal kemunculan istilah ini di awal 1990-an, love language ditujukan untuk pasangan suami-istri atau kekasih yang punya komitmen membangun hubungan sehat dan bahagia selamanya. 

Sekarang love language meluas dan sudah diterapkan ke banyak hubungan interpersonal seperti orang tua dan anak, guru dan siswa, bahkan kepada antar-sahabat.

Love language pertama kali ditulis oleh pengarang Amerika Gary Chapman dalam bukunya The Five Love Languages: How to Express Heartfelt Commitment to Your Mate yang terbit pada 1992.

Chapman menyebut ada lima love language, yaitu:

1. Acts of Service (Tindakan Pelayanan)
Melakukan tindakan yang membuat pasangan, sahabat, anak, atau siswa merasa tidak sendirian, dicintai, dan dihargai.
 
2. Gifts (Hadiah)
Memberikan hadiah di hari spesial atau saat mereka meraih prestasi. Pemberian hadiah berarti kita menghargai apa yang ada pada diri mereka sekaligus mendukung kegiatan positif yang mereka lakukan.
 
3. Quality Time (Waktu Berkualitas)
Menghabiskan waktu bersama pasangan, anak, sahabat, atau murid di sekolah dan memberi mereka perhatian penuh.  
 
4. Words of Affirmation (Kata-kata Penegasan)
 Memberikan pujian untuk menunjukkan kalau kita peduli dan menghargai yang mereka lakukan.

5. Physical Touch (Sentuhan Fisik)
Sentuhan fisik tidak dianjurkan kepada pasangan pacaran yang belum menikah karena akan membangkitkan syahwat yang bisa berujung pada seks diluar nikah.
 
Sentuhan fisik paling berguna dilakukan pada pasangan suami-istri dan orang tua ke anaknya.

Love language Guru dan Siswa

 

Menurut cambridge.org penerapan love language di sekolah antara guru dan siswa atau sebaliknya punya manfaat memacu siswa supaya percaya diri dan kreatif.

Ketika siswa dapat menjawab pertanyaan dengan tepat, guru bisa memujinya sebagai anak pintar. Kalau nilai ulangan siswa bagus, guru dapat membubuhkan pesan singkat di hasil ulangannya dengan kata "Excellent", "Pertahankan", atau "Bagus!"

Bila siswa butuh bantuan saat mengerjakan tugas kelompok di kelas, guru dianjurkan membimbing dan mengarahkan sampai mereka mengerti harus seperti apa tugas kelompok itu.

Para siswa biasanya juga menunjukkan love language mereka dengan membuat puisi saat hari guru, memberi kejutan saat guru ulang tahun, atau memberi kado saat kenaikan kelas.

Anak-anak usia TK biasanya juga senang dipeluk dan digandeng oleh gurunya untuk mengurangi ketidaknyamanan mereka di sekolah yang salah satunya disebabkan tidak adanya orang tua disamping mereka.

Guru TK bisa jadi pengganti orang tua di sekolah dengan memberikan love language kepada siswa.

Love language akan mendukung kegiatan belajar-mengajar jadi menyenangkan dan para siswa bisa mengenali potensi dirinya masing-masing.

Love Language Orang Tua dan Anak

 

Sayang sekali banyak orang tua malas menggunakan bahasa cinta ke anaknya sendiri karena malu, kuatir anak jadi manja dan tidak mandiri, juga karena tidak terbiasa.

A Fine Parent menyebut kalau love language jadi salah satu cara anak membedakan mana orang tuanya dan mana yang bukan orang tuanya. Orang yang memberikan bahasa cinta lebih sering akan dianggap sebagai orang tua oleh si anak.

Makanya banyak kejadian anak lebih dekat dengan pengasuh daripada orang tuanya. Sebenarnya bukan karena orang tuanya bekerja, melainkan karena kurangnya bahasa cinta yang diberikan orang tua ke anak.

Sebelum anak berangkat sekolah, orang tua bisa memeluk dan mengelus kepala anak sambil memberikan pujian. 

Saat mau tidur orang tua bisa bertanya tentang kegiatan si anak hari itu lalu memeluk mereka sampai tertidur (bahasanya Jawanya: ngelonin).

Bagaimana kalau anaknya sudah remaja dan tidak mau dipeluk dan dikelonin?

Tetap berikan Acts of Service (pelayanan), Gifts (hadiah), dan Words of Affirmation (kata-kata penegasan) untuk menunjukkan bahwa kasih sayang orang tua tidak pernah berkurang sampai kapan pun.

Love Language Suami-Istri

 

Ini yang paling penting. Love language pada rumah tangga bertujuan untuk meneguhkan komitmen suami dan istri untuk sama-sama bahagia sesuai tujuan awal pernikahan.

Kata-kata penegasan (words of affirmation) bisa dilakukan oleh suami saat istrinya membuatkan teh dan kopi atau saat memasak makanan kesukaan suami. Bilang, "Terima kasih, ya, kopinya. Kamu gak bikin juga?"

Atau istri bisa bilang, "Kamu pakai baju ganteng, deh!" Words of affirmation ini jarang dilakukan pasangan di Indonesia karena dianggap norak. Padahal efeknya bisa memperkuat hubungan suami-istri.

Sedangkan tindakan pelayanan (acts of service), sentuhan fisik (physical touch), gifts (hadiah), dan waktu yang berkualitas (quality time) disesuaikan dengan kondisi rumah tangga.

Misal, suami-istri sama-sama kerja dan punya anak, quality time dapat dilakukan saat berangkat bareng atau saat masak sarapan bersama. Bercanda, ngobrol sebentar, atau saling menceritakan kejadian di tempat kerja.

Perbedaan Love Language 

 

Perbedaan love language pada pasangan kadang menimbulkan perselisihan bila yang satu ingin dapat sentuhan fisik lebih sering sementara yang lain mengutamakan quality time semisal melakukan hobi bersama-sama atau nonton bareng ke festival film.

Kuncinya, menurut psikolog klinis dari Lembaga Psikologi Terapan UI Irma Gustiana seperti dilansir antaranews.com, dengan mengamati pasangan love language apa yang dia sukai kemudian bicara padanya love language apa yang kita sukai.

Kalau ternyata love languagenya berbeda, bicarakan berdua (tidak usah malu, suami-istri, kok, malu?!) supaya tidak timbul rasa egois dari masing-masing individu.

Selanjutnya lakukan love language yang disukai pasangan kita dan minta pasangan melakukan love language juga kepada kita.

7 Karakter Emak Di Sekolah Anaknya

7 Karakter Emak Di Sekolah Anaknya

Sekolah adalah tempat pendidikan formal yang dirancang khusus untuk mendidik siswa secara akademis dan nonakademis.

Karakter emak

Selain sebagai tempat belajar, sekolah juga jadi berkumpulnya banyak orang dari berbagai latar belakang dan macam-macam karakter, termasuk karakter para emak yang biasanya paling sering bersentuhan dengan sekolah daripada bapak-bapak.

Karakter emak-emak berikut ini adalah yang paling dominan ada di sekolah.

1. Si Ingin Dikenal

 

Karakter orang tua seperti ini wajahnya selalu terlihat seperti sedang senyum dan aura percaya dirinya sering membuat orang lain terbanting. 

Dia juga sering mengantar-jemput anaknya sampai depan kelas dan menyapa guru-guru di sekolah. Paling senang kalau ada kegiatan yang melibatkan berkumpulnya banyak orang.

Bacaan Lain: Biaya Sekolah vs Jalan-jalan 

Si Ingin Dikenal juga akan gembira hatinya bila ada yang bertanya kepadanya tentang guru, sekolah, dan sesama orang tua karena makin banyak orang yang minta pendapatnya makin bahagia hidupnya.

Saat pengambilan rapor, Si Ingin Dikenal akan menyempatkan diri ngobrol sebentar dengan wali kelas untuk menanyakan tempat tinggal atau keluarga sang wali kelas, menyebabkan orang tua lain harus menunggu agak lama sampai Si Ingin Dikenal beranjak dari kursi pengambilan rapor.

2. Si Perhitungan

 

Si Perhitungan paling sensitif terhadap urusan duit. Karena itu dia jadi yang paling ribut kalau ada kebijakan sekolah yang menyangkut duit, baik pembelian buku pendamping, sumbangan komite, atau pembelian LKS/Modul.

Dia akan menanyakan sedetail mungkin kalau harus mengeluarkan uang. Kalau perlu dia akan membandingkan harga beras dengan harga buku sebelum sampai pada kesimpulan bahwa beras harus diutamakan daripada buku sekolah.

3. Si Enggan

 

Ini karakter orang tua yang tidak mau tahu urusan apa pun di sekolah, yang penting anaknya sekolah aja, udah.  

Si Enggan amat enggan bertanya, memberi saran atau kritikan, bahkan untuk ikut mengobrol di grup orang tua saja Si Enggan sangat enggan. 

Kalau ada info yang ingin diketahuinya dia akan menunggu sampai ada pengumumun dari sekolah atau sampai ada orang tua lain yang menanyakannya. Si Enggan juga enggan terlibat dalam kegiatan-kegiatan sekolah yang butuh bantuan orang tua. Paling mentok Si Enggan ini akan datang hanya di hari pengambilan rapor.

4. Si Tukang Curhat

 

Saat bertemu dengan orang tua lain, terutama kepada sesama orang tua yang mengantar-jemput anaknya setiap hari, Si Tukang Curhat akan selalu menceritakan kegundahan hati, kesulitan hidup, bahkan kesusahan orang lain pun akan dia curhatkan dengan penuh perasaan.

Saking senangnya curhat, dengan orang yang belum begitu dikenalnya pun Si Tukang Curhat akan curhat tanpa segan dengan gaya ala sinetron Indosiar.

5. Si Pasrah

 

Mirip dengan Si Enggan. Bedanya Si Pasrah benar-benar pasrah terhadap apa pun kebijakan sekolah. 

Kalau si Enggan tidak bergaul dengan sesama orang tua karena berbagai faktor, Si Pasrah masih mau bergaul, tapi akan menerima apa pun yang dikatakan orang lain tanpa ingin membantah atau mengutarakan pendapat lain.

Si Pasrah juga akan menerima pembagian tugas dari sesama orang tua dengan pasrah tanpa ngedumel di belakang bila ada kegiatan yang membutuhkan bantuannya.

Saking pasrahnya, Si Pasrah bahkan tidak akan marah atau banyak bertanya kepada wali kelas andai anaknya tidak naik kelas.

6. Si Ghibah


Karakter orang tua seperti ini rame banget kalau sedang bersama gengnya, tapi cenderung diam kalau bersama orang yang tidak akrab dengannya untuk mencari tahu apa yang bisa dighibahkan dari orang yang sedang bersamanya.

Si Ghibah senang membicarakan apa pun, termasuk yang bukan urusannya. Kalau perlu dia akan mengghibahkan guru-guru, kepala sekolah, bahkan isi kantin. Maka tidak heran kalau Si Ghibah jadi terlihat seperti tong kosong nyaring bunyinya.

7. Si Provokator

 

Selalu diam di forum resmi seperti pertemuan orang tua siswa dengan sekolah, komite sekolah, pembagian rapor, atau pertemuan paguyuban kelas, tapi bersuara lantang di luar forum menentang semua kebijakan sekolah yang tidak sesuai hasratnya, terutama kepada sesama orang tua.

Si Provokator akan terus memprovokasi sampai ada yang tersulut dan bertindak atas nama kelas atau sekelompok orang tua. Setelah itu Si Provokator akan diam terpuaskan.

***

Karakter emak macam apa lagi ya yang biasanya ada di sekolah anaknya? Apa pun karakternya, emak adalah pejuang pendidikan nomor satu karena bersedia mengantar-jemput sang anak walau hujan panas sekali pun.

Emak hanya akan memasrahkan anak ke tukang ojek kalau benar-benar ada kerepotan yang tidak bisa ditinggal.

Selamat berjuang, emak!

Anak Diganggu Teman di Kelas dan Cara Orang Tua Bersikap

Anak Diganggu Teman di Kelas dan Cara Orang Tua Bersikap

Anak yang masih duduk di sekolah dasar (SD) dan belum akil-baligh belum bisa berpikir layaknya orang dewasa dan lebih banyak meniru sekitarnya. 

Maka tidak aneh kalau si anak terbiasa melihat kekerasan, perkataan kasar, dan perilaku buruk  lain dari orang tua, keluarga dekat, atau lingkungan tempat tinggalnya, dia akan cenderung melakukan hal serupa.

Pendidikan Pertama Anak di Tangan Keluarga 

 

Sejak lahir, orang yang paling sering dilihat anak adalah orang tua atau keluarga dekat yang mengasuhnya, misal nenek, bibi, kakak, atau pengasuh yang dibayar orang tua.

Perkataan dan perilaku yang dilakukan orang tua atau orang yang mengasuhnya akan ditiru dan diikuti oleh si anak. 

Kenapa pendidikan pertama dan utama anak ada di tangan orang tua, bukan sekolah? 

Karena sebelum masuk sekolah, anak lebih dulu mengenal orang tuanya. Bila kedua orang tuanya bekerja dan tidak bisa menemani anak, mereka tetap bertanggung jawab mendidik dengan cara menggaji pengasuh yang baik perkataan dan perilakunya.

Kalau tidak mampu menggaji pengasuh, orang tua harus memastikan bahwa keluarga yang mengasuh tidak berperilaku buruk yang dapat ditiru anak-anaknya. Pun menjaga agar anak tidak terpengaruh bila para tetangganya ternyata misal, sering berkata kasar, temperamen, merokok, melewatkan waktu salat, atau suka memukul.

Kita sudah mengasuh dan mendidik anak sesuai akhlak agama, tapi ketika masuk sekolah, ternyata ada temannya yang suka mengganggu. Apa yang harus kita lakukan?

Sekali lagi, anak yang belum akil-baligh belum bisa berpikir secara benar layaknya orang dewasa. Apa yang diucapkan dan dilakukannya adalah hasil dari meniru orang-orang disekitar yang sering dilihatnya.

Anak yang sering marah-marah bisa jadi karena melihat ibu atau ayahnya sering meledak-ledak. Pun anak yang sering mencuri uang kemungkinan karena tidak pernah dipenuhi keinginannya dibelikan sesuatu oleh orang tua.

Maka, bila anak memiliki disruptive behavior (perilaku mengganggu) di sekolah, berarti ada yang tidak ideal dari pola asuh yang diterimanya di rumah.

Penyebab Anak Bertingkah di Kelas dan Mengganggu Teman-temannya

 

1. Broken home. Melansir Research Gate, anak yang orang tuanya bercerai cenderung berperilaku agresif karena kehilangan perasaan nyaman dan bahagia akibat orang tuanya tidak lagi bersama.

Dia juga merasa disia-siakan dan tidak diterima oleh ayah dan ibunya, bahkan banyak anak yang merasa bersalah telah menjadi penyebab orang tuanya berpisah, padahal sama sekali bukan salah mereka.

Untuk melampiaskan semua perasaan itu dia jadi agresif dan mengganggu teman-teman di kelasnya supaya segala keresahan di jiwanya hilang.

2. Kurang interaksi dengan orang tua. Orang tua yang utuh bahkan ada di rumah sepanjang waktu juga bisa jadi penyabab anak agresif karena kurangnya waktu bercengkrama dengan orang tua.

Pola pikir orang tua yang menganggap anak harus selalu menurut dan tidak boleh membantah, membuat kemampuan bicara dan mengutarakan perasaan si anak terhambat.

Anak yang tidak dekat dengan orang tua jadi lebih sering meniru lingkungannya. Kalau ada tetangga atau tontonan yang sering memperlihatkan kata-kata kasar dan berperilaku buruk, dia akan mudah mengikutinya karena tidak ada filter yang mestinya diberikan orang tuanya.

3. Ada keinginan yang tidak terpenuhi. Anak yang dijanjikan sesuatu, tapi tidak kunjung dipenuhi juga bisa membuatnya agresif dan mengganggu teman-teman.

Dia merasa dibohongi, tidak dihargai, dan tidak diperhatikan sehingga berbuat ulah dan cari perhatian di kelas.

Maka hindari menjanjikan sesuatu kepada anak kalau kita tahu janji itu tidak bakal bisa dipenuhi. Itu juga melatih kita sebagai orang tua untuk tidak membohongi anak demi membuat dia tidak rewel atau ceriwis.

4. Energi melimpah yang tidak tersalurkan. Energi anak-anak sangat berlimpah dibanding orang tua. 

Itu sebabnya mereka tidak bisa diam dan ingin selalu bergerak. Ada baiknya beri anak kegiatan fisik dan dampingi, misal bermain peran, main sepeda, karambol, atau les keterampilan sesuai minatnya.

5. Berkebutuhan khusus. Anak dengan diagnosa hiperaktif atau berkebutuhan khusus lainnya harus diterapi dan dibimbing secara khusus pula supaya terampil dan tidak mengganggu anak-anak lainnya.

Bila disatukan dengan anak-anak lain, yang berkebutuhan khusus dan yang tidak malah sama-sama tidak optimal pendidikan.

Bila Anak Terluka Karena Diganggu Teman


Terluka disini bisa berarti fisik atau mental. Anak  yang sering diledek, kesehatan mentalnya bisa terganggu. Kemampuan akademiknya juga bisa menurun dan susah untuk menormalkannya kembali.

Sementara itu terluka secara fisik juga bisa menyebabkan anak trauma. Maka yang harus kita lakukan ketika anak terluka karena diganggu temannya di kelas adalah:

1. Beritahu wali kelas lebih dulu

Wali kelas haruslah jadi orang pertama yang kita hubungi kalau ada kejadian tidak enak yang menimpa anak di sekolah.

Kenapa? Karena "tempat kejadian perkara" ada di sekolah. Secara tidak langsung, wali kelas punya tanggung jawab mengawasi anak-anak yang ada di kelasnya, walau tidak setiap waktu.

Sebisa mungkin tahan diri dengan tidak menceritakan kejadian yang menimpa anak ke sesama orang tua sebelum memberitahu wali kelas.

Memberitahu ke sesama orang tua sebelum wali kelas bisa jadi bumerang. Kalau orang tua anak yang mengganggu tahu, mereka secara agresif dapat menyebarkan berita kalau anaknya hanya membela diri karena diganggu lebih dulu.

Padahal anak kita tidak ngapa-ngapain tiba-tiba dipukul, ditendang, atau dijegal.

2. Bangun mental anak

Anak yang terluka atau habis berkelahi dengan temannya tidak perlu dimarahi apalagi dinasehati sampai berbusa. Mental anak malah akan jatuh karena merasa tidak dipercaya orang tuanya.

Cukup beritahu anak kalau dia harus menghindari temannya yang sering mengganggu. Beri alasan kenapa dia harus menghindar, misalnya supaya si teman tahu kita tidak suka diganggu dan tidak mau berteman dengannya.

Beritahu anak kalau menghindar bukan berarti penakut, tapi karena kita tidak suka dengan perilaku buruk si teman. 

Beri perhatian dan kata-kata lembut lebih banyak dari biasanya supaya anak tidak merasa sendirian menghadapi situasi tidak enak yang terjadi padanya di kelas.

3. Hindari melabrak orang tua dari anak yang mengganggu

Baik lewat WhatsApp atau bicara langsung, melabrak orang tua dari anak yang mengganggu sangat tidak disarankan karena akan membuat posisi jadi terbalik. 

Kita bisa jadi pihak yang malah bersalah bila tidak sengaja melempar ancaman, marah-marah, atau menghina si orang tua.

Walau rasanya ingin ngomel, lebih baik kita sama sekali tidak memberitahu orang tua dari anak itu. Biar wali kelas yang memberitahu supaya efektif dan terhindar dari campur tangan orang tua lain yang seringkali malah memperkeruh keadaan.

Wali kelas sudah terdidik secara akademik untuk menghadapi situasi seperti ini, meski sebelumnya belum punya pengalaman serupa.

4. Tahan diri bergosip dengan sesama orang tua

Ini banyak dilakukan ibu-ibu saat ada waktu di sela menjemput anak. Mereka bisa saling ber-ghibah mengenai anak pengganggu tadi, juga bisa membicarakan orang tua anak itu.

Ghibah sangat tidak disarankan karena bisa menjurus kepada fitnah. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan karena dampaknya bisa berlanjut amat lama.

Jadi, tahan diri sekuat mungkin meski kita jengkel ingin menjelekkan anak pengganggu dan orang tuanya. Paling penting dampingi anak kita supaya kalau terjadi sesuatu lagi padanya, anak kita bisa bercerita tanpa rasa ketakutan terhadap si teman pengganggu.

Solusi Mengawasi Anak Bila Kedua Orang Tua Bekerja

Beritahu keluarga yang mengasuh tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak.

Misal, orang yang mengasuh tidak boleh mengucapkan kata-kata negatif seperti sialan, asu, jancuk, bajingan, dan sebagainya. 

Bila perlu percayakan pada pengasuh profesional seperti babysitter atau nanny. Dengan mereka kita bisa menanamkan pola asuh ideal tanpa rasa canggung.

Bila tidak mampu membayar pengasuh, bicarakan kepada kakek-nenek, paman-bibi, atau siapa pun keluarga yang mengasuh anak di rumah supaya pola asuhnya sama dengan kita dan tidak bertolak belakang. 

Orang yang membantu mengasuh juga harus membatasi akses sinetron, YouTube, TikTok, media sosial, game, dan aktivitas internet lain bila anak sedang mengerjakan tugas sekolah.

Upayakan tetap bercengkrama dengan anak bukan cuma urusan PR dan tugas sekolah. Tentang kesukaannya, film terbaru, atau apa yang sedang disukai teman-temannya.

Mengasuh itu anak itu mudah, asal ada kemauan karena niat saja tidak cukup.

Dekorasi Kelas, Menyemangati atau Mengganggu Konsentrasi?

Dekorasi Kelas, Menyemangati atau Mengganggu Konsentrasi?

Sudah jamak kelas-kelas sekarang punya dekorasi yang wow dibanding zaman orde baru yang warna catnya cuma putih atau krem.

Dekorasi yang ada di kelas juga cuma foto Presiden Soeharto beserta wakilnya, dan nama-nama menteri disertai lambang Garuda Pancasila.

Dekorasi kelas berfungsi untuk menciptakan lingkungan yang nyaman supaya anak semangat belajar sekaligus menstimulasi kreativitasnya.

Itu sebab, dekorasi kelas dibuat semenarik mungkin, terutama di TK untuk mengenalkan aneka warna dan bentuk.

However, seperti apa dekorasi yang efektif membuat anak nyaman dan mendorong semangat belajar dan kreativitasnya? Apakah dekorasi yang ramai, megah, dan penuh warna?

Pengaruh Dekorasi Kelas

 

Riset yang dilakukan Carnegie Mellon University yang dimuat pada jurnal psikologi pada 2014, menemukan bahwa kelas yang didekorasi berlebihan dan tidak sesuai kebutuhan ternyata mengganggu konsentrasi belajar.

Anak-anak juga sering kehilangan perhatian pada guru ketika pembelajaran sedang berlangsung. Motivasi belajar juga menurun dan lebih kecil daripada mereka yang belajar di ruang kelas yang dekorasinya lebih sederhana. 

Contoh kelas dengan dekorasi angkasa luar yang berlebihan (foto: Mazaliee)

Anak-anak yang belajar di kelas dengan dekorasi berlebihan juga cenderung lebih sering mengobrol dengan teman dan melakukan aktivitas selain pembelajaran (off-task behavior).

Meski begitu, pada anak yang lebih besar, kelas 6 keatas, dekorasi yang berlebihan tidak terlalu menganggu karena mereka lebih butuh kondisi yang sepi dan tenang untuk menjaga fokus.

Dekorasi Kelas dan Kurikulum 2013

 

Sebenarnya Kemdikbudristek sudah mengarahkan sekolah-sekolah untuk menggunakan Kurikulum Merdeka. Namun, untuk jenjang SD, baru kelas 1 dan 4 saja yang menggunakannya. Kelas lain masih memakai Kurikulum 2013 atau K13.

Bacaan Lain: Fakta Sekolah Gratis, Makin Banyak Fasilitas dan Prestasi Makin Tidak Bisa Gratis

Di buku Tema K13 ada pelajaran tentang Tema. Tapi, apakah ruang kelas lantas harus di cat gambar dinosaurus aneka jenis hanya karena guru menginginkan dekorasi kelas bertema lingkungan?

Lucunya, gambar aneka jenis dinosaurus itu dilukis tepat di samping papan tulis.

Lalu, pada kelas bertema sains, tembok dan langit-langit kelas dicat gambar ruang angkasa lengkap dengan astronot dan planet-planetnya.

Apakah harus seheboh itu mendekorasi kelas?

Efek Kurikulum yang DIterapkan Salah Kaprah


Pada K13 tidak disebutkan secara eksplisit soal peran orang tua dalam pendidikan anak-anaknya di sekolah. Hanya disebutkan bahwa orang tua terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka dan dapat memberi masukan kepada guru.

Terlibat dalam pendidikan maksudnya yaitu, pendidikan anak di luar sekolah jadi tanggung jawab orang tua. Tidak seperti zaman rikiplik di mana pembentukan akhlak, karakter, dan mental diserahkan sepenuhnya kepada sekolah. Orang tua tinggal bayar SPP dan terima beres.

Didalam K13, keterlibatan orang tua terhadap pendidikan dan sekolah difasilitasi dalam bentuk paguyuban kelas. Pengurus paguyuban dipilih oleh orang tua dan wali peserta didik kelas yang bersangkutan.

Apa yang menjadi aspirasi orang tua terhadap sekolah dapat disalurkan lewat paguyuban.

Namun, yang terjadi, kurikulum yang mendorong keterlibatan orang tua itu justru dimanfaatkan untuk kepentigan dan keegoisan si orang tua. 

Misalnya, menentukan tempat karyawisata yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran atau mengutip banyak iuran kepada orang tua untuk membuat kaus kelas. 

Bacaan Lain: Biaya Sekolah vs Jalan-jalan

Mendekorasi kelas secara berlebihan juga termasuk bentuk keegoisan orang tua yang mengatasnamakan anak.

Lagipula, anak kecil usia TK dan SD belum mengerti dekorasi apa yang mereka butuhkan di kelas. Mereka cuma ingin belajar bersama bapak-ibu guru dan bermain dengan teman-teman.

Maka idealnya kita lebih memprioritaskan kebutuhan belajar anak daripada dekorasi kelas.

Biaya Sekolah Vs Jalan-jalan

Biaya Sekolah Vs Jalan-jalan

Tidak ada sekolah yang gratis. Bukan salah pemerintah karena peserta didik di sekolah negeri sudah tidak dipungut SPP (sumbangan pembiayaan pendidikan) seperti halnya sekolah swasta.

Sekolah swasta, bahkan madrasah swasta pun sekarang sudah dapat bantuan operasional sekolah bernama BOS Afirmasi yang diambil dari amanat UU sebesar 20 persen dari APBN.
 

However, dana BOS sering tidak cukup bagi sekolah unggulan dan sekolah penggerak. Mereka kesulitan memenuhi seluruh kebutuhannya hanya dengan mengandalkan BOS. Makanya mereka minta dana kepada komite sekolah untuk membayar pelatih ekstrakurikuler, pengadaan komputer, atau merenovasi toilet.
 
Nanti, komite sekolah yang akan memungut sumbangan dari wali peserta didik. Soal sumbangan ini yang sering tidak dimengerti orang tua dan wali. 

Mereka menganggap sekolah negeri sudah dibiayai pemerintah jadi orang tua tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun.
 
Maka ketika komite minta sumbangan untuk keperluan sekolah yang tidak cukup dibiayai dari BOS, para orang tua ini keberatan.

Mereka beralasan sudah mengeluarkan banyak uang untuk buku teks, buku tulis, alat tulis, seragam, sepatu dan kaus kakinya, juga untuk jajan anak.


Buku Sekolah Versus Jalan-jalan

 
Sering saya melihat orang tua yang paling getol mengajak orang lain untuk kongkow-kongkow, jalan-jalan, dan makan-makan adalah juga orang pertama yang menolak sumbangan yang diminta komite sekolah.

Bukan cuma sumbangan komite, buku teks yang diminta wali kelas pun bisa ditolak mentah-mentah dengan alasan mahal. Padahal, itu bukan buku ajaran terlarang, melainkan buku pengetahuan yang kalau dibaca dapat membuat anak jadi pintar.

Karena banyak protes dari orang tua, akhirnya tidak semua kelas memakai buku teks pendamping buku Tematik. Kelas yang sudah sepakat soal buku pendamping pun dipangkas jadi 2-3 mata pelajaran saja.

Soal buku Modul/LKS saja masih banyak orang tua keberatan membelinya. Padahal, Modul dan LKS itu tidak mahal karena tipis sekali. Fungsinya juga cuma latihan soal untuk mengasah sejauh mana para siswa menyerap materi dari buku Tema.
 

Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka

 
Buku Tema dan Modul atau LKS adalah produk dari Kurikulum 2013 (K13). Sebanyak 2500 sekolah di Indonesia sudah diarahkan untuk menggunakan Kurikulum Merdeka di kelas 1 dan 4.

Kelas lain masih menggunakan K13 yang disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. Artinya, jika sekolah itu perlu buku pendamping, terutama sekolah unggulan yang juga sekolah penggerak, maka sebenarnya orang tua tidak boleh menolak jika diminta membeli buku pendamping.
 
Pada K13, keterlibatan orang tua tidak secara eksplisit diatur dalam peraturan menteri, tapi berupa peran dalam mendukung pendidikan anak di sekolah dan luar sekolah, termasuk menyediakan bila guru membutuhkan LKS/Modul atau buku pendamping yang diperlukan. 

Fasilitas Sekolah


Padahal sekolah unggulan dan sekolah penggerak harus punya faslitas (mendekati) lengkap karena mereka "dituntut" oleh pemda dan masyarakat untuk selalu berprestasi. Bagaimana menciptakan peserta didik yang berprestasi kalau sekolahnya tidak punya fasilitas?
 
Pada pelajaran seni musik, misalnya, semua peserta didik akan mengenal alat musik gitar, keyboard, angklung, gendang sampai kolintang yang ada di sekolahnya. Siswa cuma bisa membayangkan melihat dan memainkan, tanpa menyentuh, kalau sekolahnya tidak punya fasilitas alat musik.
 
Orang tua yang anaknya tidak masuk 10 besar peringkat akademik kelas atau tidak pernah menang lomba apapun pasti bangga juga kalau orang mengenal anaknya sebagai siswa di sekolah (yang sudah dikenal) unggulan.
 

Pendidikan dan Investasi Masa Depan Anak

 
Sekolah adalah salah satu bentuk investasi yang kita berikan untuk anak. Kelak, jika anak berhasil menyerap banyak pendidikan di sekolah, dia akan jadi orang yang mudah diterima kerja, bahkan di bidang yang tidak sesuai latar pendidikannya. 
 
Pun, dia punya bekal akademik yang baik jika ingin berwirausaha. Bukan cuma modal uang, modal nama besar orang tua, apalagi modal dengkul.
 
Lalu, saat jeda semester pasca penilaian tengah dan akhir semester, klub orang tua yang gemar jalan-jalan, tapi menolak bayar sumbangan komite itu kembali mengajak orang tua di kelas anaknya untuk hura-hura, haha-hihi di tempat liburan. 

Disamping orang tua yang seperti itu, saya juga beberapa kali bertemu orang tua kalangan ekonomi pas-pasan yang demi apapun kebutuhan sekolah anaknya, dia rela tidak beli beras. Buat mereka yang penting semua buku anaknya terbeli, makan urusan nomor dua.
 
Untuk orang tua yang menomorsatukan pendidikan anak, saya angkat topi dan berdoa semoga Anda dilancarkan rejeki, panjang umur, dan sehat selalu. Aamiin!