Shin Tae Yong dan PSSI yang Enggan Juara

Kemajuan sepak bola di tanah air bukan di tangan pelatih, melainkan induk organisasi yang menaungi sepak bola. Setahun ganti pelatih sampai sepuluh kali pun kalau PSSI-nya tidak dibenahi, maka kemenangan tim nasional di ajang internasional selalu cuma mimpi.

Bakat alam

Siapa tidak kenal Kampung Tulehu di Maluku Utara. Beberapa pemain timnas dari banyak lini berasal dari Tulehu, seperti Khairil Anwar, Imran Nahumahuri, Ajie Lestaluhu, Ramdani, Hasyim Kipuw, HEndra Bayau, Ricky Sanjaya, dan Alfian Tuasalamony. 

Pelatih timnas Indonesia Shin Tae Yong (prokabar.com)

Pun ada Danone Nations Cup, ajang liga cilik untuk usia 10-12 tahun ini kerap mencetak bakat-bakat jempolan yang malah loyo justru ketika mereka masuk ke ajang profesional. Kenapa? Karena tidak difasilitasi oleh PSSI.

PSSI cenderung ingin serba cepat dengan melakukan naturalisasi, merekrut pemain asing, dan menggaji pelatih dari luar negeri. Padahal prestasi butuh keuletan dan proses. Mencetak bibit-bibit unggul butuh perencanaan matang jangka panjang,

Program pembinaan usia dini PSSI buruk sekali karena tidak berkesinambungan dan ingin hasil cepat. Saat ini PSSI bekerja sama dengan Kemendikbud punya program Gala Siswa. Program ini melatih remaja 12-16 tahun yang akan dipakai untuk squad timnas U-19. Lagi-lagi PSSI maunya serba instan.

Salah satu yang membuat PSSI ingin hasil yang instan karena jajaran pengurusnya tidak benar-benar diisi oleh orang yang mencintai sepak bola. Pengurusnya punya kepentigan yang tidak ada hubungannya dengan sepak bola.

Kepentingan non sepak bola

Ingat sanksi FIFA yang melarang Indonesia tampil di ajang internasional karena PSSI diintervensi pemerintah? Pada 2015 Kemenpora membekukan PSSI dibawah kepemimpinan La Nyalla Mattalitti karena tetap menggelar Liga Super Indonesia (LSI) dengan menyertakan Arema dan Persebaya yang saat itu mengalami dualisme kepemimpinan.

Kemenpora ingin PSSI membenahi masalah "rebutan" kepengurusan di Arema dan Persebaya sebelum mengiizinkan mereka main di liga. Wajar nanti kalau klub itu menang, klub versi siapa yang menerima piala dan hadiahnya?

Intervensi pemerintah itu membuat Indonesia kena sanksi dilarang ikut pertandingan internasional. Pada 2016 sanksi itu dicabut. Walau dicabut prestasi timnas kita belum juga menanjak, untuk jadi raja di Asia Tenggara saja susahnya setengah mati.

Lebih jauh lagi kita punya Nurdin Halid. Ketum PSSI ini memimpin dari balk jeruji besi akibat kasus impor gula ilegal dan korupsi pengadaan minyak goreng. Nurdin masuk bui pada 2004 dan dapat vonis pada 2005. Dia baru lengser dari PSSI pada 2011.

Siapa orang di belakang Nurdin Halid yang begitu powerfull menjaga dan membujuknya untuk tidak meninggalkan tampuk PSSI, padahal FIFA sendiri telah mengkritik Nurdin Halid?

Shin Tae Yong

Pelatih asal negeri ginseng ini direkomendasikan oleh eks sekjen PSSI, Ratu Tisha Destria yang mundur dari PSSI pada 13 April 2020 sejak masuknya dia pada 2017. Alasan mundurnya Ratu Tisha dikatakan karena dia ingin berkiprah di bidang lain. Padahal Tisha pernah mengatakan bahwa jika hatinya dibedah, isinya hanya sepak bola. 

Bagaimana mungkin orang yang isi hatinya hanya sepak bola lantas berkarir di bidang lain? Padahal jka ingin berbuat banyak kepada sepak bola, PSSI-lah tempat yang pas karena sebagai induk organisasi PSSI bisa melakukan APAPUN untuk kepentigan sepak bola nasional.

Di SMA Ratu Tisha ikut membangun klub bola di sekolahnya dan sebelum gabung dengan PSSI, dia juga ikut mendirikan LabBola, konsultan statistik sepak bola yang menyediakan data statistik performa tim. Statistik itu bisa digunakan klub untuk mengajukan proposal ke sponsor.

Ratu Tisha jualah yang membawa Shin Tae Yong datang ke Indonesia yang lalu membawa skuat Garuda gemilang di Piala AFF 2021 walau hanya runner-up, tumbang di tangan Thailand.

Sulit dipercaya kalau orang yang membawa Shin Tae Yong ke Indonesia mundur dari PSSI hanya karena "ingin berkiprah di bidang lain". Walaupun kini Ratu Tisha memang ada di bidang lain sebagai komisaris independen PT Electronic City Indonesia, namun kiprahnya yang berniat memajukan sepak bola Indonesia patut diingat.

***

Melihat fakta-fakta diatas rasanya ingin sekali mengatakan kalau PSSI sedari awal enggan menjadikan sepak bola Indonesia maju dan jadi juara di kancah dunia, terutama buruknya pembinaan usia dini.

0 komentar

Posting Komentar