Ponsel vs Pesawat Terbang

Kalau membaca berita tentang Kepala BKPMD Propinsi Bangka-Belitung yang asik smsan lalu memukul pramugari Sriwijaya Air karena tersinggung disuruh mematikan ponsel, saya jadi ingat bahwa pernah beberapa kali menemukan orang yang masih sempat-sempatnya smsan atau buka internet saat pesawat siap take off.

Semua peralatan elektronik, tidak cuma ponsel harus dimatikan, terutama, saat take off dan landing karena ponsel tidak hanya dapat mengirimkan atau menerima frekuensi radio, tetapi juga memancarkan radiasi tenaga listrik untuk menjangkau menara pemancar radio BTS yang kemampuannya sangat tergantung pada kualitas jaringan seluler tersebut.

Dalam kondisi on ponsel tetap dapat memancarkan sinyalnya terus menerus secara periodik meski pada jarak ketinggian tertentu. Selain itu ponsel tetap teregistrasi pada jaringannya dan akan tetap melakukan kontak dengan BTS terdekat.

Ponsel, televisi, dan radio menurut otoritas penerbangan FAA dikatagorikan sebagai portable electronic devices (PED) yang berpotensi mengganggu peralatan komunikasi dan navigasi pesawat udara. Peralatan tersebut dirancang untuk mengirim dan menerima sinyal. Pada radio FM misalnya, oscilator frekuensi di dalam radio yang mendeteksi gelombang FM mengganggu sinyal navigasi VHF pesawat udara.

Nah, saat pesawat terbang menambah jarak dan menjauhi BTS di darat, tenaga yang akan dihasilkan juga bertambah kuat, hingga dapat mencapai batas maksimum. Oleh karenanya, risiko adanya gangguan pun akan semakin besar.


However, banyak yang berpendapat bahwa menyalakan ponsel, TV, laptop selama penerbangan tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap sistem navigasi dan komunikasi karena semua pesawat sudah terisolir jalur radionya jadi tidak mudah terganggu oleh sinyal-sinyal eksternal. Namun memang, saat take off dan landing semua kemungkinan error harus dihilangkan dengan cara mematikan semua alat elektronik agar pesawat tidak sampai kehilangan daya dorong gara-gara electric failure.

Selain itu frekuensi komunikasi yang digunakan pilot berada pada frekuensi VHF (118 -136 MHz) dan frekuensi 110 - 118 MHz sebagai navigasi. Sementara ponsel menggunakan frekuensi 800-900 bahkan 1400 MHz, sehingga tidak mengganggu penerbangan. Lagipula diatas pesawat ponsel tidak dapat menerima sinyal yang bisa digunakan untuk bertelepon, SMS, MMS, atau internet. Selain itu juga belum ada kejadian pesawat kecelakaan gara-gara sinyal ponsel.

Untuk mengatasi masalah penggunaan elektronik dalam pesawat, Boeing sudah merancang pesawatnya agar penumpang dapat memakai ponsel dan perangkat multimedia lain, termasuk menyediakan Wi-Fi pada seri 747-8 Intercontinental dan 787 Dreamliner. Direncanakan pada 2014 penumpang sudah bisa internetan dan menggunakan elektronik di dalam kedua pesawat itu selama penerbangan.

Sebelumnya, beberapa maskapai sudah lebih dulu melengkapi armadanya dengan telepon satelit. Kalau ada urusan genting penumpang bisa membayar biaya telepon satelit itu untuk bertelepon. Ada isu bahwa pelarangan penggunaan ponsel dipesawat hanya upaya maskapai untuk menarik keuntungan dari penyewaan telepon satelit ke penumpang. Namanya juga isu, tak usah dipercaya.

Last but not least, keselamatan adalah yang utama, mencegah lebih baik daripada menanggulangi. Sebelum ada kejadian pesawat celaka yang disebabkan sinyal ponsel ada baiknya peraturan soal mematikan ponsel kita patuhi. Undang-undang Penerbangan No.1 tahun 2009 yang menyuruh orang mematikan ponsel dan elektronik saat berada dalam pesawat patut digalakkan. Kenapa? Karena orang Indonesia masih norak dan belum disiplin, kalau dibolehkan pakai telepon selama penerbangan, bisa-bisa pesawat jadi ramai sekali karena banyak penumpang bertelepon, jadinya berisik seperti pasar.

0 komentar

Posting Komentar