Perpanjang KTP Panjaaaang Ribetnya

Saya adalah orang keseribu, atau mungkin kesejuta yang mengeluh soal repotnya mengurus KTP di negeri ini (Jakarta terutama). Yang akan saya tulis berikut ini sudah pasti sering ditulis orang, tapi saya akan tulis lagi siapa tahu malaikat menggerakkan hati para aparat pemerintah agar pengurusan KTP dipermudah dan tidak buang waktu lagi, Amin!

Pertama, untuk memenuhi syarat utama memperpanjang KTP, saya datang ke rumah sekretaris RT untuk minta surat pengantar, setelah itu saya pergi ke rumah ketua RT untuk minta tanda tangan di atas surat pengantar tadi. Baru langkah pertama saja sudah repot begini. Kenapa blanko surat pengantar tidak disimpan RT saja? Apa fungsi dari sekretaris RT sementara ketua RT hanya bertugas untuk menandatangani? Sampai disini saya diminta mengisi kas RT serelanya. Kalo ga rela gimana, pak? hehehe!

Kedua, pergi ke ketua RW untuk minta tanda tangan lagi diatas surat pengantar itu. Ndilalahnya, di lingkungan tempat tinggal saya ada kantor RW yang buka hanya pada malam hari pukul 20.00 – 21.00, telat sedikit saja harus datang lagi esok harinya. Dalam hal ini menurut hemat saya kantor RW sangat tidak perlu dan tidak berguna. Warga yang akan mengurus kelengkapan surat-surat kan bisa langsung datang ke rumah ketua RW. Lebih praktis dan langsung ketemu orang yang dituju. Sampai disini saya tidak dimintai uang sepeserpun, mungkin karena saya belagak cuek, kalau basa-basi sebentar mungkin saya harus rela keluar uang Rp 10 – 20 ribu untuk mengisi kas RW.

Senin pagi saya ke kelurahan lalu menyerahkan berkas-berkas yang diperlukan. Tunggu 5 menit lalu saya dipanggil, “Balik kesini tanggal 10 ya untuk foto, nanti bawa kertas ini untuk foto,” kata seorang petugas berseragam coklat khas Pemda kepada saya.

“Tanggal sepuluh?! Kenapa butuh waktu seminggu cuma untuk foto?!

“Ini sudah prosedur, Mbak. Oh ya, biayanya Rp 15.000.”

Apa?! Cuma menyerahkan berkas dimintai uang lima belas ribu?! Alamak! Betapa terlalu kelurahan Gandaria Utara ini!  Bukan masalah nominalnya, tapi saya itu CUMA menyerahkan fotokopi kartu keluarga, KTP asli, dan surat pengantar RT/RW kok dimintai Rp 15.000 buat apa ya? Tapi saya tak mau memperpanjang urusan dengan aparat kelurahan karena saat itu sudah jam 9.15 sementara waktu kerja saya mulai jam 8.45. Untunglah dari rumah saya ke kantor kelurahan hanya butuh 5 menit jalan kaki jadi selama itulah saya mengomel dalam hati. Kalau jaraknya lebih jauh saya akan lebih banyak dosa karena akan mengomel lebih lama lagi.

Tanggal sepuluh (saat tulisan ini diedit) saya datang ke kelurahan, dipanggil untuk foto dan ambil sidik jari, setelah  itu saya menghadap ke meja si ibu tukang foto lalu dia bilang :

“Ini ada sumbangan, mau nyumbang berapa?”

Saya sekilas melihat kalau tumpukan kertas mirip buku kwitansi kecil itu adalah sumbangan PMI. Saya tak bisa perhatikan lebih jelas karena buku itu diletakkan mepet ditangan si ibu, kalau buku itu ada ditengah meja mungkin saya bisa melihat tulisan dalam buku itu lebih jelas.



“Sepuluh ribu aja,” jawab saya. Padahal dalam hati nyumbang seribu juga saya sebenarnya ga rela, tapi andai benar untuk PMI saya rela deh kasih sepuluh ribu.

Perpindahan uang selesai. Tapi kok saya tak dapat sobekan kertas PMI itu ya. Si ibu itu cuma bilang, “Besok ambil KTPnya bisa diwakilin kok, minta tolong orang aja buat ambil KTPnya.” tapi tanpa menyobek kertas PMI untuk diserahkan ke saya.

Dalam hati, wah mau korupsi nih kelurahan, hahaha! Ah, sudah biasa itu sih. Kotupsi kecil-kecilan di  kantor pemerintahan bukan barang baru. Lagipula kok mesti besok sih ambil KTP, logikanya  kan tinggal tunggu sejam-dua jam KTP bisa diambil setelah berfoto. Urus SIM saja cepat, masa cuma perpanjang KTP yang datanya itu-itu aja butuh berhari-hari?

Ngomong soal memperpanjang KTP ini saya pernah masuk ke sebuah situs KTP Online. Sayang sekali Jakarta yang katanya ibukota metropolitan belum punya fasilitas KTP Online. Daerah yang sudah menerapkan KTP Online ini baru Denpasar dan Kudus, serta akan menyusul Tangerang Selatan, Mandailing Natal (di Sumatra Utara), dan Malang. Warga cukup mengisi formulir melalui website, meng-attach foto dan klik Submit. Bila formulir sudah lengkap diisi oleh pemohon, nanti petugas kelurahan akan mendatangi rumah pemohon KTP untuk klarifikasi.  Bahkan KTP bisa langsung diantar hari itu juga oleh petugas. Mudah sekali, bukan? Namun sistem KTP Online ini hanya berlaku untuk mereka yang akan memperpanjang KTP, untuk pengurusan KTP baru atau hilang tetap memakai prosedur lama.

Kota besar seperti Jakarta MESTINYA lebih dulu menerapkan KTP Online untuk warganya. Kenapa? Pertama, ini Jakarta, Bung! Ibukota negara Indonesia. Kedua, kantor kelurahan hanya buka Senin sampai Jumat, berbarengan dengan hari kerja. Kelurahan TIDAK BUKA pada hari Sabtu dimana Sabtu adalah hari libur orang kantoran. Bagaimana orang mau mengurus KTP? Tambah lagi kelurahan TIDAK BUKA sampai malam hari. Kalau kelurahan buka sampai malam mungkin orang-orang kantoran bisa memperpanjang sendiri KTPnya tanpa calo. Kan sekarang ada KTP Keliling? Bah! KTP keliling itu cuma menclok di satu tempat saja bergantian antara satu tempat dengan tempat lain. Saya yang warga Gandaria Utara tidak bisa memperpanjang KTP melalui KTP Keliling yang ada di  Setiabudi, misalnya, karena beda wilayah. Pun demikian dengan mereka yang tinggal di Setiabudi tidak bisa memperpanjang melalui KTP Keliling yang mangkal di Menteng, meskipun KTP Keliling itu mangkal di depan kantornya.

Penerapan KTP Online memang butuh biaya besar karena perlu infrastruktur yang memadai dan tenaga ahli di bidang IT, namun investasi besar yang dikeluarkan akan menjadikan sistem birokrasi menjadi lebih bersih. Data warga akan tertata dengan baik di database, bila ada warga yang punya KTP ganda akan mudah terdeteksi, warga yang datanya berubah juga tak perlu repot mengurus tinggal ubah saja di database. Lebih jauh lagi korupsi dan pungutan liar bisa diminimalisir. Birokrasi bersihpun terwujud dan warga tak antipati lagi terhadap aparat pemerintahan.

Lagipula Jakarta punya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar mosok membuat sistem KTP Online saja tak mampu. Lihat itu pusat  belanja bertebaran dimana-mana, gedung-gedung menjulang tinggi di seantero kota yang membuat logika kita berpikir pendapatan Pemda juga besar. Dengan pendapatan sebesar itu membangun sistem KTP Online tentu tak sulit.

Birokrasi yang panjang dan bertele-tele inilah yang menyebabkan banyak orang “nembak KTP” daripada mengurusnya secara resmi. Malahan banyak juga yang KTPnya dibiarkan kadaluarsa. Lebih parah lagi anak Pak RT di lingkungan saya mengaku kalau KTPnya sudah berbulan-bulan belum diperpanjang.

Di era digital yang serba mudah ini KTP Online adalah salah satu kemudahan yang didambakan warga Jakarta, Pemda jangan menutup mata terhadap kecanggihan teknologi kecuali mereka masih ingin meraup uang dari pungli-pungli pengurusan KTP.

Oh, last but not least, Nomor Induk Kependudukan (NIK) di KTP yang baru ini berubah lho! Ini karena ada perubahan nomor kode wilayah jadi nomor KTP kita juga berubah. Lha, jadi NIK di KTP dengan di KK beda donk? Ya iya. Sudahlah terima saja, kalau ada kerepotan dikarenakan NIK beda bilang saja, “Pemerintah saya yang tak becus mengurus kependudukan rakyatnya.”

0 komentar

Posting Komentar