11 Jenis Lagu yang Sering Diputar di Radio

11 Jenis Lagu yang Sering Diputar di Radio

Kata 'jenis' berbeda dengan kata 'genre'. Arti kata jenis, sesuai KBBI, adalah yang mempunyai ciri (sifat, keturunan, dan sebagainya) yang khusus; macam.

11 jenis lagu yang sering diputar di radio

Sedangkan genre diartikan sebagai jenis, tipe, atau kelompok sastra atas dasar bentuknya; ragam sastra.

Dalam semua jenis seni, genre adalah suatu kategorisasi tanpa batas-batas yang jelas. Jadi untuk musik kita menggunakan istilah "jenis musik" daripada 'genre musik'. Istilah 'genre musik' ditulis untuk membedakan jenis musik yang telah berkembang sampai punya genre dan subgenre.

Genre Musik 


Contoh penyebutan 'genre'' yang pas untuk musik adalah saat kita menyebut musik rock.

Musik rock berasal dari campuran musik country, pop, dan blues yang kemudian jadi rock n' roll dengan penyanyinya yang kita kenal mendunia bernama Elvis Presley. 

Dari rock n' roll yang muncul tahun 1950-an kemudian muncul genre baru musik rock seperti yang sering kita dengar dibawakan oleh band \Rif, Slank, Jamrud, dan Nicky Astria.

Genre rock sejak 1970-an juga telah menurunkan genre musik baru bernama metal dan punk. 

Bacaan Lain: Beda Musik Metal dan Punk

Makin berkembang, metal punya subgenre lagi yang bernama glam metal, gothic metal, trash metal, power metal, proggresive metal, dan masih ada 11 subgenre lainnya. Begitu juga dengan genre punk yang kini punya 22 subgenre.

Jenis Musik yang Sering Kita Dengar di Radio

 

Selain lagu kesayangan, radio adalah tempat pas buat kita medengar macam-macam jenis lagu. Memang ada aplikasi streaming musik seperti Spotify, Joox, dan Resso, tapi mendengar musik bebas biaya dan kita bisa berinteraksi dengan penyiar dan pendengar dari banyak tempat.

Simak jenis lagu utama yang sering kita dengar di radio versi emperbaca.com.

1. Pop

Ini jenis musik paling populer di dunia dibuktikan dengan menggilanya Korean Pop atau K-Pop yang menggeser kepopuleran king of pop Michael Jackson, queen of pop Madonna, dan princess pop Britney Spears.

3 diva
Trio vokal 3 Diva beranggotakan penyanyi papan atas Krisdayanti, Titi DJ, dan Ruth Sahanaya. Foto: KD Production

Musik pop yang banyak digemari orang di dunia membuat pemerintah Korea Selatan mempersiapkannya selama 20 tahun sebelum mengekspornya jadi industri kreatif bernama Korean Wave atau Hallyu.

Termasuk dari gelombang korea adalah drama K-Pop dan drakor (drama Korea) selain dari aneka makanan Korsel yang mendunia seperti kimchi, tteokbokki, dan bulgogi.

2. Klasik

Musik klasik adalah jenis musik tertua yang sudah ada sejak abad ke-5 dan dimainkan di pertunjukkan opera mulai abad 16 di Eropa.

Bacaan Lain: Beda Opera, Operet, dan Drama Musikal

Di Indonesia penyanyi yang mengiringi musik klasik disebut sebagai penyanyi opera, mengikuti asal kata "serius" dari bahasa Italia.

twilite
Twilite Orchestra pimpinan Addie MS sedang menggelar pertunjukkan musik klasik. Foto: twiliteorchestra.org

Penyanyi seriosa terkenal yang dimiliki Indonesia ada Putri Ayu, Vania Larissa, Christopher Abimanyu, Aning Katamsi, dan Rose Pandanwangi.

3. Hip-hop dan Rap

Jenis musik ini dikenal sebagai lagunya orang kulit Hitam sebagai bentuk pembelaan dri dan pemberontakan terhadap diskriminasi yang mereka dapat di Amerika Serikat. 

rich brian
Rapper Indonesia Rich Brian peraih Indonesian Award for Breakthrough Artist of the Year 2017. FotoL The Jakarta Post

Di Indonesia kita punya Saykoji, Iwa K, Denada dan Sweet Martabak yang sering membawakan lagu-lagu rap.

4. Folk

Folk disebut juga musik rakyat, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan musik tradisional yang berasal dari daerah tertentu, dimainkan dan disukai oleh masyarakat lokal. 

campursari
Pertunjukkan campursari khas Jawa yang menampilkan karawitan dan tembang Jawa. Foto: harianjogja.com

Musik rakyat sangat bervariasi antarbudaya dan tidak sama satu dengan lainnya. Makanya tidak ada cara khusus untuk menggambarkan seperti apa musik rakyat itu.

Termasuk jenis musik folk khas Indonesia adalah dangdut. Detingan kecapi dan degung Sunda serta karawitan juga termasuk dalam jenis musik folk.

5. EDM (electronic dance music)

Ini jenis musik yang paling sering di mainkan di klub malam atau kafe dangdut dan karenanya sering disebut sebagai musik clubbing

emperbaca.com
Band Weird Genius yang bergenre EDM. Foto: Urbanasia

EDM pada dasarnya adalah segala bentuk musik yang dibuat secara elektronik dengan perangkat komputer dan ditujukan untuk berjoget.

Musisi Indonesia yang sering menyajikan musik EDM adalah Weird Genius, Winky Wiryawan, Angger Dimas, dan Alffy Rev.

6. Metal

Musik metal jarang diputar di radio, tapi bukannya tidak ada. Itu karena metal penggemar metal jumlahnya tidak sebanyak pop.

Meski begitu, menurut survei Spotify, penggemar metal dikenal sebagai sebagai fans paling setia dengan jenis musik yang disukainya. Artinya mereka betul-betul menyukai metal dari diri sendiri, bukan karena ikut-ikutan teman apalagi gebetan.

emperbaca.com
Band metal Purgatory saat mengucapkan selamat Idul Fitri. Foto: akun Twitter @PurgatoryMoGerz

Bacaan Lain: Rekomendasi Lagu Metal Buat Orang yang Belum Suka Metal

Band metal tersohor Indonesia diantaranya ada Siksakubur dan Burgerkill yang masuk dalam jajaran 50 band metal terbaik dunia tahun 2020 versi Majalah Metal Hammer terbitan Inggris.

Voice of Baceprot juga bagus, sayang emperbaca.com kurang suka karena suara vokalisnya kedengaran seperti vokalis pop daripada metal.

7. Gospel

Lagu puji-pujian yang sering dinyanyikan umat Kristiani di gereja atau saat acara keagamaan. 

Pertunjukkan Christmas carol di Bundaran HI Jakarta. Foto: medcom.id

Lagu gospel memangnya sering diputar di radio? Enggak, sih, tapi buat referensi saja, soalnya ada tetangga-tetangga kita yang beragama Kristen, kan.

8. Blues

Biasanya dimainkan di kafe-kafe di mana pengunjungnya ingin suasana santai dan menenangkan. 

Perkembangan musik blues dimulai pada 1890 di AS yang dimainkan oleh orang-orang kulit Hitam.

emperbaca.com
Penampilan band Gugun Blues Shelter. Foto Tribunnews

Bagi telinga awam, blues terdengar sama dengan jazz. Wajar, karena jazz muncul karena perkembangan musik blues. Tempo blues lebih lambat dan didominasi oleh permainan gitar akustik, harmonika, piano, dan saksofon.

Kalau mau mendengar jenis musik blues, kita bisa mengundug aplikasi Radio Blues di Play Store atau App Store, atau streaming via internet langsung di browser (peramban).

9. Jazz

Permainan musik jazz lebih kompleks dan bervariasi daripada pop. 

Di Amerika Serikat (AS) pada akhir abad 19 dan awal abad 20, jazz digunakan sebagai bentuk ekspresi orang-orang kulit Hitam dan kontribusi yang luar biasa pada seni musik di sana. 

Musik jazz menegaskan aspirasi paling mulia dari karakter, disiplin individu, ketekunan dan inovasi pada masanya.

emperbaca.com
Penampilan Eva Celia saat manggung bareng ayahnya Indra Lesmana. Foto: kompas.com

Indonesia punya Indra Lesmana, Ireng Maulana, Krakatau Band, Ardhito Pramono, Andien, dan Eva Celia sebagai beberapa diantara banyak musisi jazz jempolan.

10. Balada 

Balada adalah musik yang berbentuk narasi. Jenis musik ini merupakan karakteristik dari puisi dan lagu dari Inggris Raya dan meluas ke Eropa lalu ke seluruh dunia.

emperbaca.com
Musikus balada legendaris Indonesia Ebiet G. Ade. Foto: merdeka.com

Ciri khas balada ada pada lagunya yang bertempo lambat dan berkisah tentang masalah sosial serta suka duka kehidupan.

Kita mengenal balada dari lagu-lagu yang dimainkan Ebiet G. Ade. Musik dan lagu yang dinyanyikan orang-orang Batak juga kental dengan ciri khas balada.

11. Reggae

Reggae adalah aliran musik yang dikembangkan di Jamaika pada 1960-an dan meluas ke banyak negara pada 1980-an. Sampai sekarang reggae identik dengan negara pulau di Laut Karibia tersebut.

emperbaca.com
Band reggae Indonesia Shaggydog. Foto: dictio.id

The Jakmania, suporter klub sepak bola Persija Jakarta, membuat lagu untuk Persija dengan lantunan musik reggae.

Musisi dan band reggae tanah air yang kita kenal ada Imanez, Mbah Surip, Tony Q. Rastafara, Jamaican Soul, Banana Jamm, dan Souljah.

Quiet Quitting, Untuk Kebahagiaan Hidup atau Kurang Motivasi?

Quiet Quitting, Untuk Kebahagiaan Hidup atau Kurang Motivasi?

Gaya kerja quite quitting disebut ingin melawan efek buruk dari etos kerja hustle culture yang membuat karyawan terpenjara dalam pekerjaan mereka. 
 
quiet quitting

 
Quiet quitting diyakini akan membuat karyawan terhindar dari stres yang diakibatkan tekanan pekerjaan.
 
Dengan begitu para karyawan akan lebih bahagia karena tidak harus bekerja berlebihan yang membuat mereka tidak ada waktu untuk melakukan hobi, kumpul bersama teman, atau melakukan aktivitas sosial lainnya. 
 

Apa Itu Quite Quitting 

 
Quite quitting adalah sikap serius dalam melakukan pekerjaan, tapi tetap dalam batas-batas uraian kerjanya (job description).
 
Seorang karyawan yang menerapkan gaya kerja quiet quitting tidak akan lembur atau melakukan pekerjaan lain hanya karena disuruh bos.
 
Misal, pada jobdesc-nya tidak tertulis tugas "memfotokopi hasil rapat". Maka dia tidak akan memfotokopi hasil rapat yang diminta bosnya, walau cuma dia sendiri dan si bos yang menghadiri rapat bersama klien.

Meskipun namanya "quitting" tapi sama sekali tidak ada hubungannya dengan berhenti bekerja atau resign. Justru quitting disini berarti tidak keluar dari pekerjaan.
 

Dipopulerkan di TikTok

 

Pada Maret 2022 lalu video unggahan pengguna bernama Brian Creely viral dan disukai lebih 100.000 akun dengan lebih dari 4000 komentar.

Brian mengutip artikel di majalah Insider yang ditulis koresponden senior Aki Ito. Tajuk dalam artikel bertuliskan, "Muak dengan jam kerja yang panjang, banyak karyawan diam-diam (quiet) memutuskan santai di tempat kerja daripada berhenti dari pekerjaan mereka (quit)."

Brian meringkas artikel itu jadi, "Lebih banyak orang berhenti diam-diam daripada berhenti (quiet quitting).
 
Sejak videonya viral dan jadi rujukan bagi orang-orang untuk bekerja apa adanya, Brian menegaskan kepada Insider kalau yang dia maksud dengan quiet quitting bukanlah malas atau bekerja asal-asalan.
 
Brian bilang, "Bukan malas atau melakukan pekerjaan yang buruk. Quiet quitting berarti memulihkan keseimbangan yang sehat dalam karier dan pekerjaan. Dengan kata lain kita melakukan persis sesuai jobdesc dan menetapkan batasan yang tegas."

Pelaku Quiet Quitting

 
Menurut poling dari Axios dan Generation Lab sebanyak 82% dari Generasi Z atau Gen Z yang ikut dalam poling meyakini bahwa quiet qutting di kantor adalah sesuatu yang sangat menarik untuk mempertahankan pekerjaan mereka.
 
 
Sebanyak 15% dari 82% Gen Z yang berpartisipasi dalam poling mengaku telah melakukan quiet quitting.
 
Gen Z menganggap mereka bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja. Jadi melakukan pekerjaan seminimal mungkin di tempat kerja bagus untuk mencegah kebosanan dan ketidakseimbangan hidup. 
 
Melihat Gen Z yang menyukai quiet quitting amat wajar karena mereka baru memasuki dunia kerja setelah lulus kuliah dan belum banyak terlibat di dalamnya. Mereka juga telah melihat bagaimana Milenial dan Gen X telah menjadi robot tanpa kehidupan selain dunia kerja.

Gen Z tidak mau terperangkap pada hustle culture dan lebih menyukai quiet qutting karena dirasa dekat dengan kehidupan mereka di kampus sebelum masuk ke dunia kerja yang serius.

Bila Gen Z melakukan quiet quitting karena sesuai dengan gaya hidup mereka yang dinamis dan tidak mau terkungkung, sebagian Milenial melakukan quiet quitting karena kecewa.
 
Mereka telah bekerja keras selama pandemi, tapi tidak dapat pengakuan atau penghargaan dari atasan sebagaimana yang mereka kira layak didapat.
 
Secara keseluruhan, quiet quitting dilakukan oleh orang yang tidak bisa resign (keluar dari pekerjaan) karena usia, pendidikan, dan alasan lainnya, sekaligus tidak mau dipecat.

Kontroversi Quiet Quitting 

 

Seorang guru bernama Maggie Perkins dalam wawancara di CNBC mengatakan kalau dia telah menerapkan quiet quitting sejak 2018, sebelum quiet quitting populer lewat TikTok.
 
Dia melakoninya karena sadar kalau karirnya sebagai guru tidak bisa bisa berkembang alias mentok. Tidak ada kenaikan pangkat dan jabatan. Walaupun seorang guru telah mendapat penghargaan Teacher of the Year, gaji dan tunjangan yang didapatnya tetap sama dengan guru yang tidak.

Jadi, Maggie tidak pernah lembur dan tidak melakukan pekerjaan selain mengajar di tempatnya bekerja. Meski begitu banyak yang bilang kalau Maggie adalah guru yang baik.
 
Konsultan karir Kelsey Wat mengatakan, orang yang ingin gajinya naik dan dapat pengakuan harusnya melakukan kerja yang berprestasi melebihi rekan-rekannya.
 
Kalau kita kerja cuma biasa-biasa saja, standar, dan alakadar, mana mungkin kita dapat kenaikan gaji atau jabatan.
 
Pete Hinosoja dari kantor konsultan personalia Insperity bilang kalau quiet quitting bisa menimbulkan konflik di kantor. Sebabnya pekerja yang betul-betul menyukai pekerjaannya di kantor, termasuk yang bersedia lembur, kerap berseberangan ide dan sulit bekerja sama dengan pekerja yang melakukan quiet quitting.

Jadi Pete berpendapat quiet quitting tidak bisa diterapkan terus-terusan di kantor. Ada waktu yang tepat untuk quiet quitting disaat kita sudah benar-benar lelah dan butuh penyegaran.

Kantor butuh pekerja yang menyukai tugasnya dan lembur bila diperlukan karena berimbas pada efisiensi dan efektivitas perusahaan secara keseluruhan.

Meski disebut bagus buat keseimbangan antara pekerjaan kantor dengan kehidupan pribadi, quiet quitting disebut lebih jelek dari yang digembar-gemborkan tentang keseimbangan hidup di dunia nyata. 
 
Itu karena kebanyakan pelaku quiet quitting tetap melakukan kewajiban mereka di kantor dengan baik, namun cenderung menganggap remeh kehidupan sosial, bahkan enggan terlibat di dalamnya.
 

Quiet Quitting yang Positif


Selain pada profesi guru, quiet quitting lebih cocok diterapkan di pekerjaan yang kenaikan gaji dan jenjang karirnya mentok seperti tukang bangunan, buruh pabrik, atau karyawan kontrak dan outsourcing.

Penting untuk sesuaikan etos kerja dengan kepentingan pekerjaan. Boleh jadi ada kantor atau pekerjaan yang butuh kerja keras dari karyawannya sebelum dipromosikan ke jabatan dan gaji yang lebih tinggi. 

Dan ada juga kantor yang menerapkan kenaikan gaji dan jabatan berdasarkan lama kerja, bukan prestasi, sehingga kita bisa saja menerapkan quiet quitting.

Beda Content Writer dan Blogger yang Tidak Sama Dengan Wartawan

Beda Content Writer dan Blogger yang Tidak Sama Dengan Wartawan

Content writer atau penulis konten adalah orang yang menulis untuk suatu blog, kolom di media massa, atau yang melakukan kegiatan jurnalisme warga (citizen journalism). 

content writer blogger

Content Writer yang Menulis Jurnalisme Warga 

 

Orang yang menulis kejadian menarik dan unik yang terjadi di wilayahnya dapat disebut sebagai penulis konten yang melakukan jurnalisme warga. 

Sementara itu arti dari jurnalisme warga adalah warga yang melaporkan kejadian unik dan menarik dalam bentuk reportase seperti wartawan yang meliput berita di lapangan. Reportase atau pelaporan ini bisa dalam bentuk video, audio seperti yang dilakukan radio, atau tulisan.

Yang harus diperhatikan kalau penulis konten ingin membuat artikel jurnalisme warga adalah sebagai berikut.

1. Memerhatikan kaidah dasar jurnalistik 5W+1H (why, what, when, where, who, dan how), dalam bahasa Indonesia diakronimkan jadi adiksimba, yaitu apa, di mana, kenapa, siapa, mengapa, dan bagaimana.

2. Tidak boleh memasukkan opini dan pandangannya terhadap suatu peristiwa, meski itu terjadi di lingkungan rumahnya sendiri.

Kenapa? Sesuai namanya "jurnalisme" tentu menyesuaikan dengan kaidah jurnalistik. Kalau si penulis ingin memasukkan opini dan pandangannya terhadap suatu peristiwa, maka dia tidak lagi menulis jurnalisme warga.

Jenis artikel yang cocok untuk ditulis kalau kita ingin memasukkan opini dan sudut pandang pada peristiwa yang sedang populer namanya feature.

3. Penulis konten tidak boleh menyebut dirinya jurnalis/wartawan. Sebabnya karena dia tidak bekerja di media massa.

Dia juga tidak boleh menyebut dirinya sebagai wartawan lepas (freelance) karena alasan sama seperti diatas. 

Content Writer di Blog Publik

 

Blog publik yang dikenal luas saat ini ada Kompasiana, IDNTimes, Seword, dan Mojok. Kita bisa pilih jadi content writer di sana kalau tidak mau repot urusan tata letak dan optimasi SEO di artikel dan blog.

Blog publik seperti yang disebut diatas juga membayar penulisnya dengan sejumlah uang setelah syarat dan ketentuan terpenuhi.

Misal, Kompasiana memberi K-Rewards kepada Kompasianer yang menulis minimal 8 artikel dengan unique view minimal 3000 telah dicapai tiap bulannya. Sementara itu Seword membayar penulisnya sebesar Rp3 per view.

Untuk Mojok tiap artikel dihargai dengan poin. Maksimal penulisnya bisa mengkonversi poin dengan uang Rp500.000 per bulan. Hal serupa dilakukan oleh IDNTimes.

Jadi, orang yang menulis di blog publik lebih tepat disebut sebagai content writer daripada blogger. 

Sebabnya karena dia menulis dan memposting tulisan di blog publik, tapi tidak memiliki dan mengelola blog tersebut.

Blog publik adalah blog yang mana semua orang bebas mem-posting tulisan mengikuti syarat dan ketentuan dari pengelola atau adminnya. Blog publik dikelola oleh tim sendiri, bukan dikelola oleh orang-orang yang menulis di blog tersebut.

Seseorang yang menulis fiksi (puisi, cerpen, novelet) di blog publik juga disebut sebagai content writer. Bila tidak mau pakai istilah content writer, mereka bisa menyebut diri sebagai penulis fiksi atau cerpenis (untuk penulis cerpen).

Blogger dan Pengelolaan Blog


Blogger, dalam bahasa Indonesia disebut sebagai narablog, adalah orang yang menulis, memiliki, sekaligus mengelola suatu blog.

Istilah blog pada 1990-an disebut sebagai web blog. Kemudian diperpendek jadi we blog karena para blogger mengelola situs, tapi situs itu tidak sama seperti situs web berita, pemerintah, swasta, perusahaan, atau yang lainnya.

We blog lalu dipendekkan jadi weblog dan sekarang hanya disebut sebagai blog saja.

Pembeda Blog dengan Situs Berita

 

1. Naungan

Situs berita dikelola oleh perusahaan pers yang terdaftar dan terverikasi di Dewan Pers. Wartawannya dilindungi oleh UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang berlaku lex specialis

Lex Specialis artinya aturan dan hukum di dalam UU Pers berlaku untuk kasus yang melibatkan wartawan, media, dan perusahaan pers. Jadi hakim tidak mengadili kasus pers memakai hukum pidana, tapi memakai UU Pers. 

Blogger tidak bernaung di bawah siapa pun. Dia bekerja sendiri untuk diri sendiri. Walau tidak ada yang menaungi, blogger tetap tunduk pada etika siber atau etika berinternet.

Termasuk dalam etika internet adalah mencantumkan sumber jika mengutip informasi dari situs lain. Sertakan juga link (tautan) yang bisa diklik ke sumber tersebut untuk menghargai bahwa situs itu telah memberi informasi yang kita butuhkan.

2. Penghasilan

Wartawan juga dapat gaji rutin dan tunjangan, seperti pekerjaan lain pada umumnya, dari perusahaan pers. 

Sedangkan blogger tidak dapat penghasilan dari siapa pun. Penghasilannya tergantung dari seberapa banyak dia memonetisasi blognya.

Monetisasi blog dapat dilakukan dengan memasang AdSense atau penyedia iklan sejenis, menjadi affiliate seller di marketplace (lokapasar) seperti Shopee. dan penulisan artikel yang dibayar sponsor yang dinamakan content placement.

3. Ciri Situs Berita dan Blog

Tiap situs berita pasti mencantumkan Pedoman Media Siber dan tim redaksi. Pada media-media arus utama seperti kompascom, detikcom, atau antaranewscom biasanya tidak mencantumkan nama-nama tim redaksi, tapi mereka pasti mencantumkan Pedoman Media Siber dan alamat kontak.

Sementara itu, blog tidak mencantumkan seperti yang ada pada media online. Yang ada pada blog adalah Privacy Policy (kebijakan privasi), About (tentang), Sitemap (peta situs), Disclaimer (penafian), dan Contact (kontak).

Keterangan-keterangan tersebut sebenarnya tidak wajib ada di blog. Keterangan itu dicantumkan untuk membuktikan kalau blog dikelola serius untuk memberi informasi kepada pengunjung internet dan isinya bisa dipertanggungjawabkan.

Bisa dipertanggungjawabkan artinya semua konten di blog itu tidak mengandung hal yang melanggar hukum seperti perjudian, pornografi, penipuan, dan tindak kriminal lainnya, juga tidak memuat berita bohong dan ujaran kebencian.

Beda Content Writer dengan Blogger


Singkatnya content writer hanya menulis untuk sebuah situs, sedangkan blogger menulis sekaligus mengatur dan mengurus situs tempat dia menulis.

Menjadi blogger butuh modal untuk membeli domain dan template blog. Sedangkan content writer tidak butuh modal materi untuk menjadi penulis pada blog publik atau media sosial.

Blogger bisa merangkap jadi content writer kalau dia menulis di blog publik atau di media massa sebagai kontributor. Sama juga, content writer bisa merangkap jadi blogger kalau dia mengelola sebuah blog dan aktif memperbarui konten blognya.

Status WhatsApp Sidiq

Status WhatsApp Sidiq

June membaca ulang percakapan WhatsApp yang telah berlangsung sejam lalu antara dirinya dengan Sidiq. Tiada kalimat buaian, apalagi rayuan, June menginginkannya setengah mati—tapi semua hanya tentang pekerjaan. 
 
cerpen baper

Manajer baru yang harusnya diangkat dari internal departemen. Kenaikan gaji Boy yang bocor yang nampaknya disengaja oleh Boy sendiri dengan membiarkan email di komputernya terbuka. Tidak ada lagi kopi dan teh di pantry untuk penghematan. Dan lain sebagainya yang boring dan ngapain diomongin di WhatsApp, menurut June. 
 
June dan Sidiq satu ruangan walaupun berbeda divisi. Itu sebab June berharap supaya percakapan di WhatsApp dengan Sidiq lebih pribadi, tidak urusan kantor lagi, kantor lagi. 
 
Sayang, harapan June tidak terwujud karena Sidiq lalu mengucapkan selamat beristirahat yang diakhiri dengan emotikon kiss, membuat June agak berbunga.
 
June menutup jendela percakapan Sidiq karena pesan dari Jeni, yang mengonfirmasi kehadirannya ke galeri, masuk ke WhatsApp.
 
Konfirmasi itu dijawab June dengan huruf o dan k.
 
Besok aku ajak adikku juga. Biar dia lihat dunia di luar kampusnya, tulis Jeni di WhatsApp.
 
Dia mau? Ketik Jeni.
 
Harus mau. Besok Sabtu mumpung dia libur. Kalau tidak, dia bakal bertelur di kampus saking semua waktunya habis di sana, balas Jeni.
 
June membalas dengan huruf o dan k lagi karena sesungguhnya bukan pesan dari Jeni yang dia harapkan. Toh kunjungan ke pameran di galeri sudah jauh-jauh hari mereka rencanakan, jadi tidak perlu konfirmasi lagi.
 
Selepas berbalas pesan dengan Jeni, June membaca ulang sekali lagi percakapannya dengan Sidiq. Ternyata Sidiq sedang online!
 
June sigap mengetik. Belum tidur?
 
Ditunggunya sedetik, dua detik, lima detik. Sidiq masih online, tapi belum membalas pesannya. Centangnya belum biru, yang artinya Sidiq sedang bercakap dengan orang lain.
Masih, balas Sidiq di detik ke-20.
 
Besok ada acara? Mau temani aku ke galeri seni rupa di Bojong?
 
June agak menyesali dirinya nekat mengajak Sidiq ke tempat yang belum tentu Sidiq suka.
 
Mau. Jam berapa? Kujemput atau ketemu di sana?
 
June terlonjak nyaris jatuh dari tempat tidurnya. Dia membaca sekali lagi balasan dari Sidiq, memastikan tidak salah baca.
 
Sidiq mau!
 
Jam 10. Ketemu di sana, ya. Soalnya enggak enak sudah janjian sama teman.
 
June mengetik sambil mengeluarkan aura rindu dan manja sekuat tenaga, berharap Sidiq merasakannya lalu dengan suka cita menawarkan untuk menjemput.
 
Aku akan ada di sana jam 10. Sampai besok, balas Sidiq.
 
“Cuma gitu aja?!” June memaki dalam hati, tidak puas.
 
Lalu Sidiq tidak lagi online. June masih ingin berbalas pesan dengannya, tapi tiga menit ditunggu Sidiq tidak juga online lagi. Maka dengan keteguhan hati June mengirim pesan lagi.
 
Memang kamu tahu tempat galerinya di Bojong sebelah mana? 
 
Tahu
 
Balasan dari Sidiq yang lebih singkat dari proklamasi kemerdekaan RI membuat June kecewa setengah mati, walau dia tahu kalau Sidiq memang sering menjawab singkat seperti itu.
 
June memberi emotikon bergambar senyum lagi kepada Sidiq. Tidak berbalas. Dia menggeser ke fitur Status untuk melihat apa yang dipos teman-temannya guna mengusir kecewa karena harapannya berlama-lama berbalas pesan dengan Sidiq tidak terwujud.
 
Ternyata ada status baru muncul dari Sidiq. Mata June membulat senang. Sidiq mengepos status berupa kartun perempuan dan kata-kata mutiara tentang wanita salihah yang jadi idamannya.
 
June ingin mengomentari, tapi gengsinya lebih tinggi dari rindunya, apalagi Sidiq tadi cuma menjawab alakadar. Bagaimana bila komentarnya malah tidak dibalas? 
 
Pukul sebelas malam June jatuh tertidur dengan ponsel terdekap di dadanya.
 
Sabtu pukul sepuluh pagi Sidiq datang lima menit lebih awal dari June, Jeni, dan adik Jeni. Dia menunggu berdiri di depan pintu galeri dan bersandar pada tiang besar. Tangan kirinya dimasukkan pada saku jeansnya sementara tangan kanannya memegang ponsel.
 
June senang bukan kepalang. Jantungnya bedebar dan mulutnya ingin terus menyunggingkan senyum. Persis remaja yang baru merasakan pengalaman cinta monyet dengan lawan jenis. 
 
Otot lengan Sidiq tampak kokoh dibalik kaos oblongnya, membuat June rasanya ingin bersandar.
 
Wajah Sidiq tidaklah tampan, tapi juga tidak jelek. Kulitnya putih. Meskipun tinggi badannya tidak termasuk kriteria lelaki idamannya, June menyukai pembawaan Sidiq yang tenang, senang bercanda, dan mudah bergaul dengan orang bermacam karakter. 
 
Sidiq orang paling lama yang bekerja di divisinya, yang terkenal punya turn over tinggi, karena yang lain hanya bertahan satu tahun saja bekerja dibawah direktur yang sulit. Sidiq menjadi tempat curhat para karyawan probie yang merasakan tekanan tanpa batas. Itu menjadikan Sidiq kepanjangan tangan para karyawan sekaligus orang kepercayaan direktur.
 
Setelah Sidiq dan Jeni saling berkenalan dan berbasa-basi tentang lalu lintas yang tumben-tidak-macet, mereka masuk ke galeri, diekori adik Jeni yang menggerutu tentang betapa tidak menariknya melihat batu-batu dipahat.
 
June melihat Sidiq tidak kesulitan menikmati seni pahat, bahkan yang oleh orang awam dianggap vulgar berupa patung putri duyung berkemben dengan lelaki yang nyaris telanjang. June agak tercengang. Andai Sidiq pura-pura menikmati, maka kepura-puraan itu sempurna.
 
Sementara adik Jeni juga tampak tertarik memandangi pahatan berbentuk lelaki bertubuh asimetris, walau setelahnya dia mengeluh betapa anehnya bentuk-bentuk seni yang ada di pameran itu.
 
Harapan June mengobrol selain urusan pekerjaan dengan Sidiq akhirnya tercapai.
 
Sidiq bertanya mengapa June menyukai seni pahat. June bertanya apa yang membuat Sidiq mau menemaninya ke pameran. 
 
Sidiq menanyakan berapa lama June bersahabat dengan Jeni. June menanyakan apakah Sidiq juga sering hangout bersama adiknya seperti Jeni atau tidak. 
 
Begitulah mereka bertukar tanya sembari melihat-lihat aneka bentuk pahatan kontemporer.
 
Pukul setengah satu siang Sidiq pamit meninggalkan pameran karena ada janji makan siang dengan orang lain.
 
June kecewa karena sebetulnya dia juga berencana mengajak Sidiq makan siang.
 
Sidiq dan June berpisah di depan galeri, betapapun June telah merayu dan berakting kesepian supaya Sidiq mau makan siang dengannya, tidak menggugah Sidiq.
 
Pekan berikutnya June hanya tiga kali berbalas pesan dengan Sidiq. Mereka tidak bertemu lagi di kantor karena Sidiq dipromosikan jadi asisstant vice president yang membuatnya pindah ruangan ke lantai 5.
 
June kemudian juga sibuk bersama tim humas untuk pembukaan kantor agen baru dan gathering bersama para wartawan. Pekerjaan yang menyita waktu di Makassar dan Palembang membuat June melupakan Sidiq sejenak.
 
Tiga pekan berikutnya, di kamarnya yang beraroma lavender, June berniat menanyakan kabar dan pekerjaan Sidiq di jabatan barunya, tapi June tergerak untuk lebih dulu menggeser fitur WhatsAppnya ke bagian Status sebelum menyapa Sidiq.
 
June hampir merasa jantungnya copot melihat status WhatsApp Sidiq berisikan foto dirinya sedang berdiri berhadapan dengan perempuan berjilbab ungu yang bajunya berwarna sama dengan Sidiq.
 
Jantung June sekarang copot betulan saat membaca keterangan foto “Bismillah. Melamarmu menuju keluarga sakinah insyaallah.”
 
Dilemparnya ponsel ke lantai dan June sesenggukan sambil menutup wajahnya dengan bantal.

Kirim Naskah ke Penerbit Mayor, Indie, atau Self-Publishing, Mana Lebih Baik?

Kirim Naskah ke Penerbit Mayor, Indie, atau Self-Publishing, Mana Lebih Baik?

Disebut penerbit mayor (besar) karena selain punya modal besar, mereka punya jaringan dan sistem baku yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan penerbitan buku.

Self-published

Niat Membuat Buku


Sebelum mengirim naskah ke penerbit, tanyakan dulu pada diri kita sendiri, apa niat kita membuat buku.

Misal,  niat kita inginnya menginspirasi orang lain agar tidak mudah menyerah dalam menggapai impian. Lalu kita pikir lagi,  supaya orang mau membaca dan terinspirasi, buku itu akan kita bagikan gratis atau orang harus beli?

Kenapa hal gituan aja dipikirin? Yang penting, kan, naskah dan bukunya.

Memikirkan akan dikemanakan buku yang telah kita tulis penting sebagai langkah awal memilih penerbit yang tepat.

Secara umum, ada empat tujuan orang menulis buku.

1. Kenang-kenangan. Menulis buku untuk kenang-kenangan terhadap diri sendiri atau untuk menginspirasi orang lain biasanya dibuat oleh tokoh masyarakat, pemuka agama, atau pemimpin daerah.

Mereka membuat buku untuk menceritakan perjalanan karir atau riwayat hidup yang penuh lika-liku sebelum akhirnya jadi orang sukses.

Kenang-kenangan seperti ini umumnya ditulis dalam bentuk memoar, biografi, dan otobiografi.

Kemudian, bagaimana cara seseorang menginspirasi lewat buku? Apakah buku itu dibagikan gratis supaya orang bisa membaca dan mendapat manfaatnya? Apakah orang harus membeli buku itu, atau bagaimana?

2. Nama dan kebanggaan. Bisa menghasilkan sebuah buku yang ditulis sendiri rasanya sebuah kebanggaan tiada tara. 

Apalagi buku yang kita tulis dipajang di toko buku dan dibeli orang secara suka rela. Rasanya bangga setengah mati.

Buku yang ditulis pendidik atau ASN juga bisa dijadikan nilai tambah untuk kenaikan pangkat dan jabatan.

3. Cari duit. Menulis untuk mendapat uang biasanya dilakukan blogger (narablog) atau penulis yang dalam setahun menghasilkan 2-3 buku.

Tapi blogger tidak menulis buku, melainkan menulis konten untuk blognya yang dimonetisasi. Sedangkan penulis buku yang menulis beberapa buku hanya dalam setahun biasanya karena mata pencaharian utamanya memang dari menulis.

4. Kepuasan batin. Orang dengan niat seperti ini biasanya tidak peduli apakah ada yang membaca bukunya atau tidak.

Yang penting mereka menulis untuk memenuhi hasrat. Orang yang menerbitkan buku untuk kepuasan batin biasanya adalah para penyuka buku yang hobi membaca.

Mereka juga tidak peduli berapa uang yang didapat dari penjualan bukunya karena sudah punya penghasilan lain. Menulis bagi mereka adalah hobi yang memuaskan batin sehingga tidak perlu dikomersialkan.

Penerbit Indie

 

Sesuai namanya, indie adalah kependekan dari independent (mandiri). Disebut independen karena penulis tidak harus mengikuti selera pasar seperti pada penerbit mayor. Juga tidak akan mengalami penyuntingan dan pemangkasan naskah berlebihan, bahkan tidak perlu mengikuti kaidah penulisan PUEBI dan KBBI.

Naskah apa pun boleh kita kirim ke penerbit indie tanpa adanya penolakan seperti yang dilakukan oleh penerbit mayor.

Penerbit indie menetapkan tarif, minimal Rp500.000 sampai jutaan rupiah tergantung kebutuhan penulis. Kalau penulis ingin bukunya dicetak dalam jumlah banyak, maka uang yang harus kita bayar juga besar.

Dengan nominal Rp500.000 biasanya kita akan dapat layanan penyuntingan naskah,  desain tata letak dan sampul buku, nomor ISBN, 1-2 buku yang dikirim ke alamat kita, dan royalti setiap bulan jika ada pembelian dari toko online si penerbit.

Salah satu penerbit indie yang mudah diajak kerja sama adalah Ellunar Publisher.

Self-Publishing

 

Penerbit atau penyedia layanan self-publshing tidak memungut tarif sepeser pun karena penyuntingan naskah, tata letak, dan sampul buku dilakukan oleh penulisnya sendiri, termasuk menjual bukunya. 

Penulis mengusahakan sendiri penerbitan bukunya secara pribadi, itulah yang dinamakan self-publishing.

Bila si penulis ingin dibuatkan sampul (cover) buku dan pengaturan tata letak, penyedia layanan self-publishing akan memberikan tarif terpisah yang sifatnya opsional, termasuk menyediakan layanan ISBN.

Jadi pada dasarnya kalau kita ingin menerbitkan buku sendiri, kita tinggal kirim naskah yang sudah tertata rapi format penulisannya dan desain sampul ke penyedia self-publishing. 

Berapa harga buku yang dijual juga kita sendiri yang menentukan. Laba atau keuntungan kita dapatkan setelah dipotong biaya pencetakan di penerbit self-publishing.

Penyedia layanan self-publishing akan menjual buku kita di toko online milik mereka dan mereka akan mengutip bagi hasil dari laba penjualan buku.

Misal, laba buku Rp9.000, penyedia self-publishing dapat Rp3.000, kita dapat Rp6.000 per buku yang terjual di toko online mereka. Kalau kita menjual langsung tanpa lewat toko online mereka, maka 100 persen laba akan masuk kantong kita sendiri.

Salah satu penyedia layanan self-publishing yang sudah lama ada adalah nulisbuku.com

Keuntungan Bila Buku Diterbitkan di Penerbit Mayor

 

Menerbitkan buku sekarang semudah menggoreng pisang. Siapa saja bisa membuat buku, menerbitkannya sendiri, lalu mempromosikan dan menjualnya sendiri. Buku sudah dilengkapi ISBN pula.

Akan tetapi, mengirim naskah ke penerbit mayor masih jadi pilihan utama banyak orang karena keuntungan yang didapat sebagai berikut.

1. Seluruh biaya ditanggung penerbit. Kita cuma menyediakan naskah saja. Pengaturan tata letak, desain sampul, penyuntingan naskah, dan penyusunan daftar isi diurus oleh penerbit.

Makanya biaya penerbitan mahal karena selain royalti untuk penulis, banyak orang yang harus dibayar untuk melakukan hal teknis selain penulisan naskah.

2. Buku sudah pasti masuk jaringan toko buku. Dibanding menerbitkan buku melalui penerbit indie dan self-publishing, buku yang diterbitkan oleh penerbit mayor sudah pasti masuk ke jaringan toko buku online dan toko fisik.

Buku kita jadi terdistribusikan ke seluruh Indonesia dan peluang lakunya jadi lebih besar.

3. Tidak perlu ikut jualan buku. Urusan promosi, distribusi, dan penjualan buku semuanya diurus penerbit. 

Kita tidak perlu jualan buku seperti kalau kita menerbitkan pada penerbit indie dan self-publishing. Tetapi kalau mau buku kita lebih laku, kita boleh saja mempromosikan buku itu dan menyarankan pembeliannya di marketplace (lokapasar) atau di toko buku terdekat.

4. Dapat pengakuan sebagai penulis yang menulis buku berkualitas. Nama penulis yang bukunya diterbikan penerbit indie lebih moncer daripada yang menerbitkan di penerbit indie dan self-publishing,

Ini terjadi karena untuk bisa tembus ke penerbit mayor sangat susah. Penulis yang menembus penerbit mayor dianggap punya kualitas naskah yang bagus.

***

Namun perlu diingat bahwa mengirim naskah ke penerbit mayor sangat amat susah untuk penulis pemula. Kalaupun naskah sudah diterima, kita akan mengalami perombakan besar-besaran yang disesuaikan selera penerbit yang mengacu pada selera pasar.

Selanjutnya soal pembagian royalti. Royalti untuk penulis debutan atau yang belum terkenal hanyalah 5 persen dari harga buku. Penulis sekelas Dewi Lestari dan Andrea Hirata pun cuma dapat 10 persen.

Royalti dibayarkan tiap enam bulan sekali jika kita pilih penerbitan naskah dengan sistem royalti. Kalau kita pilih sistem jual putus, penerbit akan membeli naskah kita seharga Rp3juta-Rp5juta.

Hak cipta sistem royalti ada di tangan penulis, sedangkan hak cipta naskah yang dijual putus ada di tangan penerbit. Andai naskah yang kita jual putus ternyata laku keras, maka kita tidak akan dapat duit sepeser pun. Semua masuk kantung penerbit karena hak cipta ada di tangan mereka dengan cara membelinya dari kita.

ISBN

 

Semua buku yang diterbitkan di penerbit mayor dan penerbit indie sudah pasti ada ISBN. ISBN sifatnya opsional kalau kita menerbitkan secara pribadi atau self-publishing.

ISBN (International Standart Book Numbering) adalah kode pengidentifikasian buku yang bersifat unik. 

Informasi tentang judul buku, penerbit, dan kelompok penerbit terangkum dalam ISBN. Karena itu satu nomor ISBN untuk satu buku akan berbeda dengan nomor ISBN untuk buku yang lain.

Di Indonesia, wewenang untuk memberikan ISBN ada di tangan Perpustakaan Nasional yang menjadi Badan Nasional ISBN.

Penulis bisa mencetak bukunya tanpa ISBN, tapi buku tersebut tidak akan masuk database Perpusnas dan Perpusda (Perpustakaan Daerah). Buku tanpa ISBN juga tidak bisa dijual di toko buku fisik dan online karena buku dianggap bukan hasil terbitan penerbit yang sah dan terverifikasi.

Penulis yang bukunya tidak ber-ISBN hanya bisa menjualnya melalui promosi di social circle miliknya dan teman-temannya, atau membagikan bukunya secara gratis.

Pajak Penulis

 

Definisi penulis menurut Direktorat Pajak adalah orang pribadi yang bekerja dengan menggunakan keahliannya berupa menulis, menggambar, dan/atau mengarang untuk menghasilkan suatu karya yang dapat dinikmati oleh orang lain.

Penghasilan royalti penulis seringkali dianggap sebagai bukan penghasilan dari kegiatan usaha sehingga menimbulkan penafsiran yang beragam terkait tata cara penentuan nilai penghasilan netonya.

Yang jadi persoalan:

  1. bayaran penulis jauh lebih minim daripada karyawan kantoran. Tidak semua yang menulis dan membuat buku itu dibayar layak. Bisa dihitung jari penulis yang dapat bayaran besar untuk karyanya. 
  2. Penulis sudah bayar pajak dari royalti mereka yang dipotong penerbit untuk pajak pembukuan.
  3. Penulis diharuskan lagi bayar pajak penghasilan (PPh) atas profesinya mereka sebagai penulis.

Inilah yang dipersoalkan Tere Liye karena ribetnya menghitung pajak penulis yang dialaminya di kantor pajak pada 2017 lalu sampai dia memutuskan seluruh kontrak yang tersisa di penerbit mayor.

Padahal penulis tidaklah bekerja seperti karyawan yang digaji rutin tiap bulannya. Penulis terkenal bahkan harus nego keras dengan penerbit mayor soal royalti yang akan mereka terima (saking kecilnya dan dipotong pajak pula).

Menkeu Sri Mulyani kemudian memberi solusi. Pajak penghasilan yang sudah dipungut oleh penerbit atas royalti dapat dijadikan sebagai kredit pajak yg akan menjadi pengurang pajak penghasilan yang terutang.

Mekanisme Norma Penghitungan

Bagi profesi penulis penghitungan normanya adalah 50 persen dari penghasilannya sebagai penulis (baik royalti maupun honorarium lainnya).

Maksudnya, biaya untuk menghasilkan buku bagi seorang penulis dianggap sebesar 50 persen dari penghasilannya. Artinya, setelah dihitung total penghasilan yang diperoleh oleh penulis selama satu tahun pajak dikalikan dengan 50%, sehingga diperoleh penghasilan netto. 

Sama dengan Wajib Pajak lain, dari penghasilan netto ini dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sehingga diperoleh penghasilan kena pajak. Kemudian, dari penghasilan kena pajak dihitung pajak penghasilan terutang menggunakan tarif pajak progresif sesuai dengan lapisan penghasilan.

Jadi, kawan-kawan yang penghasilannya dari menulis tidak sampai 4,8 miliar per tahun tidak akan dikenakan pajak.

***

pajak penghasilan yang sudah dipungut oleh penerbit atas royalti dapat dijadikan sebagai kredit pajak yg akan menjadi pengurang pajak penghasilan yang terutang.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "Ini Tulisan Sri Mulyani Tentang Tere Liye Soal Tarif Pajak Bagi Penulis", Klik selengkapnya di sini: https://kabar24.bisnis.com/read/20170911/15/688901/ini-tulisan-sri-mulyani-tentang-tere-liye-soal-tarif-pajak-bagi-penulis.
Author: Andhika Anggoro Wening
Editor : Andhika Anggoro Wening

Download aplikasi Bisnis.com terbaru untuk akses lebih cepat dan nyaman di sini:
Android: http://bit.ly/AppsBisniscomPS
iOS: http://bit.ly/A

Menerbitkan buku di penerbit mayor, indie, dan self-publishing semua ada kelebihan dan kekurangannya. Kita tinggal menyesuaikan dengan selera dan rencana jangka panjang.

Kalau kita punya rencana jangkan panjang untuk terus menerbitkan buku yang dijual di toko buku, maka usahakan agar buku kita tembus ke penerbit mayor. 

Bagaimana Caranya?

 

1. Baca ketentuan yang ada di situs milik penerbit mayor. Jangan kirim naskah sebelum kamu membaca betul-betul syarat yang mereka tetapkan.

Ada kurang lebih 31 penerbit mayor di Indonesia, beberapa diantaranya yaitu Gramedia Pustaka Utama, Mizan, Republika, Grasindo, Loka Media, Tiga Serangkai, Bentang Pustaka, Erlangga, Yudhistira, dan Diva Press.

2. Sesuaikan naskah dengan keinginan penerbit. Jangan kirim naskah novel fiksi ilmiah ke penerbit yang mengkhususkan diri pada penerbitan buku-buku Islam.

Maka sangat disarankan baca dulu ketentuan yang disyaratkan oleh penerbit di situs web mereka.

3. Naskah ditulis sesuai kaidah PUEBI dan KBBI. Naskah yang ditulis rapi membuktikan kamu benar-benar niat menerbitkan buku, bukan sekadar iseng.

Naskah yang penulisan huruf kapital, tanda baca, tanda kutip dan lain-lain yang sesuai PUEBI dan KBBI, apalagi yang tanpa typo, membuktikan kamu layak jadi penulis sekaligus memudahkan editor membaca naskah.

Naskah akan langsung masuk tempat sampah dan dianggap spam bila pada paragraf awal saja sudah banyak kesalahan penulisan.

4. Lakukan penyuntingan (editing) naskah sendiri. Diamkan naskah selama 1-2 hari tanpa dilihat sedikit pun.

Kemudian baca ulang naskah tersebut. Kamu akan lihat betapa banyak yang harus diubah, entah kaidah penulisannya, alurnya, atau pendalaman tokoh. Hal sama berlaku pada naskah nonfiksi.

5. Kirim naskah hanya kalau benar-benar sudah siap. Siap dalam arti halaman sudah rapi (tidak perlu daftar isi) lengkap dengan prakata, prolog, atau epilog bila ada.

Juga siap dalam arti tidak ada lagi kata yang typo (salah ketik), tanda baca yang berantakan dan penulisan huruf kapital yang keliru.

***

Menulis itu mudah, menerbitkan buku pun gampang, tapi bukan berarti semua prosesnya dianggap gampang. Proses menulis dan menerbitkan buku kadang bisa amat sulit, tapi hasilnya kelak akan sepadan dengan kesulitannya.

Echo Chamber dan Sisi Gelap Internet

Echo Chamber dan Sisi Gelap Internet

Pada konteks media massa dan media sosial, echo chamber berarti ruang gema, yaitu lingkungan di mana seseorang hanya terpapar pada keyakinan dan pendapat yang sesuai nilai-nilai yang telah mereka percayai.

Penyebab Kita Terpapar Echo Chamber


1. Penggunaan media sosial berlebihan. Terlalu sering membuka medsos (padahal tidak ada yang harus dibagikan) mengakibatkan kita jadi membaca informasi yang tidak seharusnya kita baca.
 
Tanpa sadar kita terpapar opini keliru dan terus-menerus mencari informasi itu karena penasaran. Lama-lama kita merasa informasi itulah yang paling benar.

2. Kurang pergaulan. Cuma mau bergaul dengan orang yang seagama, sesuku, dan seras mengakibatkan pengetahuan kita tentang dunia luar jadi terbatas.
 
Maka dalam mencari informasi, kita cenderung hanya akan menerima berita dan opini dari sumber yang menguatkan pandangan kita saja.
 
Lama-lama kita jadi merasa eksklusif dan intoleran terhadap mereka yang tidak seagama, sesuku, dan seras.

3. Terlalu tergantung pada internet. Echo chamber terjadi karena kita terlalu mengandalkan internet untuk mencari tahu pengetahun dan informasi apa pun.

Misal ingin tahu tentang agama, kita tidak bertanya kepada kyai di pondok pesantren dan lebih suka mempercayai sebuah situs di internet yang bisa saja menyajikan dalil hadis tanpa sanad. 
 
Melansir NU Online, pada masa kekhalifahan dan sesudahnya sanad digunakan untuk menguji validitas sebuah informasi berupa hadis, atsar, dan khabar yang dibawa oleh seorang rawi (informan, guru, syekh). 
 
Selain itu, ulama hadis pada masa sebelumnya membaca sanad untuk memeroleh keberkahan dan rahmat dari Allah.
 
Di masa internet ini, seorang lulusan kampus agama terkemuka boleh berdakwah, tapi sanad yang dipakainya untuk berceramah belum tentu sevalid pendakwah dari pesantren.
 
Dari situlah cikal-bakal pola pikir kadrun berasal. Disebarluaskan oleh pendakwah yang sanadnya tidak jelas. Silakan baca: Kadrun dan Pola Pikir yang Menghambat Muslim

 

Sisi Gelap Internet

 

Mudahnya penggunaan internet dengan aneka jenis mesin pencari membuat manusia makin mudah dapat informasi. 

Sayangnya kemudahan itu tanpa kita sadari malah menjerumuskan. Kita tidak lagi mencari informasi baru untuk menambah kualitas hidup, melainkan hanya untuk memperkuat keyakinan dan sudut pandang semata. Juga menjelekkan hal yang berbeda pandangan dengan kita.

echo chamber

Pada 1996, peneliti dari Massachusset Institute of Technology (MIT) Marshall Van Alstyne dan Erik Brynjolfsson telah memperingatkan sisi gelap internet.

Mereka menulis dalam sebuah makalah

"Individu yang menyaring informasi yang tidak sesuai dengan preferensi mereka dapat membentuk klik virtual, mengisolasi diri mereka dari sudut pandang yang berlawanan, dan memperkuat bias mereka. 

Di internet, pengguna internet dapat berinteraksi dengan individu yang berpikiran sama yang memiliki nilai-nilai yang sama. Dengan demikian mereka jadi kurang memercayai keputusan penting dari orang-orang yang tidak sepaham dan nilai-nilainya berbeda."

Itulah echo chamber, memaksa orang untuk menutup pikiran mereka sendiri dari fakta dan lebih suka terbuai dengan informasi bohong, hanya karena informasi itu sesuai dengan nilai-nilai yang mereka percayai.

Echo Chamber dan Khilafah


Zakiah Aini nekat membeli airsoft gun dan menembak pos jaga Mabes Polri karena echo chamber. Polisi memaparkan bahwa Zakiah terpapar paham radikal ISIS dari internet.

Makin seseorang tertarik dengan suatu paham, makin dia mencari lebih banyak meski paham itu mengajarkan kekerasan yang mana semua agama justru melarang kekerasan.

Oleh penyebar sistem khilafah, pemerintah, termasuk aparat keamanan dianggap thogut (menindas, sewenang-wenang, dan melampaui Allah)  Maka mereka menolak segala yang datang dari pemerintahan thogut.

Karena meyakini hal yang seperti itu, maka informasi yang selalu ingin mereka dengar hanyalah tentang kelemahan dan keburukan pemeritahan semata.

Karena selalu mendengar apa yang ingin mereka dengar, pengetahuan mereka tentang Indonesia jadi tertutup. Padahal sejak sebelum Indonesia dijajah Belanda, Nusantara ini bukanlah negara Islam karena agama Islam masuk belakangan setelah Hindu dan Buddha, serta agama-agama kepercayaan.

Kalau sudah jadi negara Islam, Sunan Kalijaga tidak perlu repot memasukkan doa-doa dan shalawat di setiap kegiatan masyarakat di abad 15 yang mana banyak orang Jawa masih beragama Hindu.

Maka itu tidak ada alasan mengubah ideologi bangsa dan mengganti pemeritahan dengan sistem khilafah karena Indonesia ini punya banyak suku dan agama.

Kenapa kami contohkan khilafah? Karena hoaks dan propanganda tentang agama dampak buruknya lebih besar dan merusak daripada hoaks soal Jokowi atau Prabowo Subianto.

Echo Chamber dan Covid-19

 

Orang-orang yang tidak mau divaksin Covid-19 kebanyakan adalah mereka yang tidak percaya bahwa wabah Covid-19 nyata adanya.

ketidakpercayaan dan penolakan terhadap protokol kesehatan dialami oleh Wagub Jateng Taj Yasin tiap kali mensosialisaskan bahaya Covid-19. 

Selain karena tidak percaya bahwa wabah Covid-19 benar-benar ada, mereka juga terpapar disinformasi berita yang mengatakan kalau vaksin Covid mengandung babi.

Disinformasi itu mereka telan mentah-mentah karena mereka sudah tidak mau lagi mendengar informasi apa pun dari kelompok lain, walau kelompok lain itu mungkin menyampaikan kebenaran.

Itulah echo chamber. 

Istilah Lain Echo Chamber

 

  1. Filter bubble. Selengkapnya tentang Filter Bubble klik di sini.
  2. Hugbox
  3. Cult
  4. Mutual Admiration Society

Bahaya Echo Chamber

 

1. Pola pikir seseorang jadi menyempt. Echo chamber membuat orang terlena karena menganggap apa yang dipikiran dan diyakininya yang paling benar.

Seseorang juga bisa kehilangan rasa empatinya karena selalu berpikir dari sudut pandang dan pola pikirnya saja.

2. Tertutup pada pengetahuan dan informasi baru. Seseorang yang terpapar echo chamber tidak pernah siap menerima perubahan.

Padahal dunia selalu berubah karena setiap harinya manusia menemukan pengetahuan dan kemajuan teknologi.

3. Perpecahan di masyarakat. Bila tiap kelompok menganggap kelompoknya yang paling benar, maka masyarakat mudah dipolarisasi untuk kemudian diadu domba.

Bangsa Indonesia yang besar dengan beragam suku terancam pecah kalau suku dan agama mayoritas tidak merangkul agama dan suku lain hanya karena merasa suku dan agama lain jelek.

Menghindari Jebakan Echo Chamber

 

1. Biasakan bertanya pada orang yang lebih paham tentang suatu hal daripada mencarinya di Google. 

Bila ingin tahu soal urusan agama, tanya kepada guru agama atau kyai di pondok pesantren. Kalau mau tahu tentang ilmu kepenulisan, tanyakan pada penulis, bukan tukang cilok supaya tidak sesat.

2. Kurangi melihat media sosial. Gunakan medsos hanya kalau benar-benar perlu dan bukan untuk mengisi waktu.

Selebriti medsos bahkan hanya menggunakan medsos untuk mengisi konten dan membalas komentar netizen seperlunya karena penghasilan mereka dari medsos, bukan untuk menghabiskan hidup di medsos.

Isi waktu luang dengan mendengarkan radio, beres-beres rumah, menonton pertunjukkan teater, menikmati konser musik, atau menonton film.

3. Mengakui kalau manusia diciptakan berbeda-beda. Perbedaan justru membuat hidup lebih dinamis dan bervariasi.

Dengan mengakui kalau banyak perbedaan di dunia ini, kita bisa terhindar dari pola pikir sempit yang selalu menolak perubahan.

8 Karakter Pengendara Motor dan Mobil di Jalan, Nomor 7 Bikin Ngakak!

8 Karakter Pengendara Motor dan Mobil di Jalan, Nomor 7 Bikin Ngakak!

Beda kepala sudah pasti beda pikiran juga, walau rambut sama hitam. Demikian juga cara seseorang mengemudi tidak bisa diseragamkan, ada yang ugal-ugalan, ada yang tertib, dan ada yang penakut.
 
Apa pun karaktermu dalam mengemudi, yang penting paham rambu dan marka, juga patuhi etika dan aturan di jalan raya.

Karakter pengendara

Berikut tipe dan karakter pengendara yang biasa kita temui di jalanan.

1. Si Mahal

 

Ini tipe pengendara paling percaya diri di jalan karena harga kendaran mereka yang mentereng dibanding mobil LCGC (low cost green car) dan city car. Karena paling percaya diri mereka juga yang paling sering menyalip sembarangan dan mengagetkan pengendara lain.

Biasanya yang terlalu percaya diri sampai terkesan belagu adalah pengendara kendaraan menengah seperti Fortuner, Pajero Sport, atau motor NMax.

Pengendara mobil premium seperti Mercy S Class, Land Cruiser, BMW Seri 7 justru lebih kalem walau harga mobil mereka lebih mahal. Pengendara mobil-mobil mewah ini biasanya suka menyalip-nyalip dan ngebut hanya kalau sedang berada di jalan tol.

2. Si Pengalah

 

Si Pengalah mengalah bukan karena kalah. Dia memilih mengalah karena sudah lelah dan tidak mau mencari masalah. 

Karakter pengendara motor dan mobil ini tetap mengemudi sesuai aturan. Kalau perlu kencang, dia akan jalan kencang. Kalau perlu menyalip, dia akan menyalip sesuai aturan. 

Si Pengalah tidak pernah merasa diburu-buru dalam berkendara walau dia sudah terlambat ke tujuan. Dia tetap senang hati mengalah walau berada di jalan yang benar.

3. Si Naik Darah

 

Gampang marah bila ada kendaraan lain yang menyalipnya meski itu salipan wajar dan sesuai aturan. Si Naik Darah juga mudah terpancing untuk ugal-ugalan di jalan bila ada pengendara lain yang memanasinya untuk balapan.

Aturan menyalip menurut UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (UULLAJR).

1. Pasal 109 UULLAJR menjelaskan: kendaraan yang akan melewati harus menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan dari kendaraan yang akan dilewati, mempunyai jarak pandang yang bebas, dan tersedia ruang yang cukup.

2.  Pasal 112 ayat (1) menyebutkan bahwa, "Pengemudi kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan."

3.  Pasal 112 ayat (2) berbunyi, “Pengemudi kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang kendaraan serta memberikan isyarat."

4. Pasal 117 menerangkan kalau pengemudi yang akan memperlambat kendaraannya harus mengamati situasi Lalu Lintas di samping dan di belakang kendaraan dengan cara yang tidak membahayakan kendaraan lain.

Selain gampang marah dan terpancing, yang termasuk Si Naik Darah adalah anak-anak sekolah dan kuliahan yang merasa keren kalau bisa ngebut atau mengalahkan pengemudi lain di jalan.

Dalam pasal 109 dijelaskan, pengemudi kendaraan bermotor yang akan melewati Kendaraan lain harus menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan dari kendaraan yang akan dilewati, mempunyai jarak pandang yang bebas, dan tersedia ruang yang cukup.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jangan Sembarangan, Menyalip Kendaraan Ada Aturannya", Klik untuk baca: https://otomotif.kompas.com/read/2021/12/12/152100515/jangan-sembarangan-menyalip-kendaraan-ada-aturannya?page=all.
Penulis : Arif Nugrahadi
Editor : Azwar Ferdian

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
pasal 109 dijelaskan, pengemudi kendaraan bermotor yang akan melewati Kendaraan lain harus menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan dari kendaraan yang akan dilewati, mempunyai jarak pandang yang bebas, dan tersedia ruang yang cukup.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jangan Sembarangan, Menyalip Kendaraan Ada Aturannya", Klik untuk baca: https://otomotif.kompas.com/read/2021/12/12/152100515/jangan-sembarangan-menyalip-kendaraan-ada-aturannya?page=all.
Penulis : Arif Nugrahadi
Editor : Azwar Ferdian

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

4. Si Nekat

 

Tipe pengendara ini merasa punya sklil mengemudi yang hebat padahal hanya modal nekat. Karena itu cara mengemudi Si Nekat kerap membahayakan dan membuat celaka pengendara lain.

Termasuk di dalamnya adalah emak-emak bermotor yang sering menerabas lampu merah, menyalakan lampu sign tidak sesuai arah belok, dan menyalip tanpa perhitungan. 

Si Nekat juga engggan mempelajari rambu dan marka jalan karena tidak merasa perlu tahu, yang penting dia bisa nyetir dan jalan.

5. Si Tidak Taat Aturan

 

Si Tidak Taat Aturan bisa dibilang jago dalam urusan nyetir, termasuk hal yang tidak berani dilakukan pengendara lain. Walau lampu kuning sudah ganti jadi merah, Si Tidak Taat Aturan malah ngegas dengan alasan "mau berhenti udah nanggung".

Walau terampil mengemudi, Si Tidak Taat Aturan enggan punya SIM karena menganggap SIM cuma formalitas. Yang penting adalah kemampuan menyetir, bukan koleksi SIM. 

Kalau kebetulan ada razia, Si Tidak Taat Aturan akan putar balik ke arah yang tidak ada razia atau mengandalkan kamera dashboard supaya untuk menakut-nakuti polisi supaya tidak ada pemeriksaan SIM.

6. Si Kalem

 

Mau diserobot seperti apa pun dia tetap kalem, tidak terpancing, dan tetap melanjutkan perjalanan dengan nyaman.

Si Kalem biasanya punya jam terbang mengemudi tinggi dan berpengalaman mengemudikan jenis dan merek mobil/motor sehingga mudah menguasai kendaraan yang disetirnya.

Selain piawai mengemudi, Si Kalem biasanya sering bepergian jarak jauh dan paham mesin dan seluk-beluk kendaraan yang dikemudikannya.

Termasuk dalam kategori Si Kalem adalah supir taksi, supir pribadi, pengendara bus malam, kurir, dan tukang ojek.

7. Si Cuek

 

Si Cuek ini paling sering bikin pengendara lain meriang karena saking cueknya dia itu enggak peduli kalau mobil atau motornya jalan pelan, tapi enggak mau minggir ke lajur kiri.

Kalau sudah diklakson berkali-kali oleh banyak pengendara, barulah Si Cuek mau minggir dan melajukan kendaraannya di lajur kiri. Yang termasuk dalam kategori Si Cuek ini adalah para lansia.

8. Si Baru Belajar

 

Tipe pengendara ini mudah dikenali karena jalannya pelan, selalu di kiri dan tidak berani menyalip walau kesempatan terbuka sangat lebar.

Walau sudah mengantungi SIM, Si Baru Belajar belum berani bermanuver. Kadang ada juga Si Baru Belajar yang sengaja jalan ditengah-tengah marka supaya dia tahu cara mengemudinya lurus atau tidak.

JANGAN PERNAH mengklakson Si Baru Belajar karena akan membuatnya panik dan kehilangan kendali. Kita salip saja dan lanjutkan perjalanan.

Apa pentingnya pula mengejek Si Baru Belajar, toh kita juga pernah jadi seperti dia waktu belum jago nyetir.

***

Mengendarai kendaraan (termasuk sepeda dan otoped listrik) di jalanan memang harus hati-hati, tenang, dan tidak mudah panik kalau mau selamat sampai tujuan.