Peternakan Angin

Peternakan Angin

Meski yang lebih terkenal dengan sebutan negeri kincir angir adalah Belanda, namun Inggris sekarang punya kincir-kincir raksasa untuk mendukung tenaga angin mereka. Energi dari angin ini nantinya akan menghasilkan daya listrik hingga 300 megawatt (MW) yang diambil dari peternakan angin raksasa seluas 35 km persegi. Wow!

Thanet offshore wind farm
Pembangkit listrik tenaga angin itu diberi nama Thanet Wind Farm, yang merupakan istilah untuk sebuah peternakan angin lepas pantai dan menjadi pembangkit listrik tenaga angin terbesar di dunia. Menteri energi Inggris Chris Huhne bilang energi angin ini memaksimalkan angin dan gelombang pasang dari kondisi Inggris sebagai negara kepulauan. Hmm, mestinya ini nanti juga bisa diterapkan di Indonesia yang luas negara kepulauannya lebih besar dari Inggris.

Si Gaptek Pemegang Gadget

Si Gaptek Pemegang Gadget

Inspector Gadget, seorang tokoh kartun, meskipun bernama Gadget, sungguh kalah canggih karena ia masih gaptek (gagap teknologi) . Ia tidak menggunakan gadgets mutakhir seperti Apple iPhone, iPad atau Blackberry, dia juga belum punya account di Facebook. dan belum tahu bahwa teknologi ponsel Android sedang booming. Tapi meski demikian ia patut diacungi jempol karena mahir menggunakan jam tangan telepon dan pena kamera yang menunjang pekerjaannya sebagai polisi.

Apa sih daritadi gojat-gajet terus? Gadget (baca : gaejet, atau bila di-Indonesiakan menjadi Acang. Acang?!) bila diartikan secara bebas adalah perangkat teknologi penunjang aktivitas manusia, khususnya dalam hal komunikasi, hiburan, dan informasi.

Gapteknya Inspector Gadget bisa dimaklumi karena dia lahir pada zaman dimana teknologi internet belum maju. Telepon seluler pada masa
Kaget Internet

Kaget Internet

Sudah jadi “aturan wajib” bahwa orang yang ingin aktif di dunia maya – terutama di forum- harus menggunakan nama samaran. Selain untuk melindungi identitas pribadi, orang bisa lebih bebas berekspresi dan dinilai secara objektif. Untuk selanjutnya orang-orang yang aktif berkegiatan di internet secara umum akan dinamakan netter atau netizen. Bila ia punya blog dan aktif mengelola blog itu maka secara khusus ia disebut blogger -yang belakangan ganti nama menjadi narablog.

Internet adalah dunia nyata kedua yang jadi “rumah” bagi banyak orang,  Kenapa saya bilang dunia nyata kedua? Karena dibalik layar komputer, laptop, dan ponsel yang menjadi sarana menuju dunia internet, ada manusia-manusia yang secara sadar berselancar dan membuat kehidupan baru disana. Orang merasa nyaman disitu karena ia bisa menjadi pribadi yang berbeda untuk mencari eksistensi diri yang tak didapatnya di kehidupan  sehari-hari. Bagi sebagian yang lain internet adalah media perluasan citra, popularitas, dan bisnis. Dan jeleknya, bagi sebagian lain internet dianggap dunia yang tepat untuk bermain api cinta.

Sebenarnya, jika digunakan sesuai porsinya, internet lebih banyak positifnya dibanding negatifnya.  Internet adalah tempat belajar paling luas sejagat raya. Seorang ibu rumah tangga bisa belajar membuat blog yang digunakan untuk mengumpulkan resep-resep makanan unik dari seluruh dunia, atau blog itu bisa ia gunakan sebagai tempat berjualan. Bila memungkinkan ia bahkan bisa belajar membuat website sendiri. Lalu para pelajar bisa menggunakannya untuk mempelajari pengetahuan diluar pelajaran sekolah. Kalau dulu kita mengenal sahabat pena, kini kita bisa mendapat sahabat maya.  Hal-hal diatas adalah contoh positifnya berselancar di dunia maya.  Kalaupun ada efek negatif itu hanya ekses dari perilaku pengguna internet yang “kaget internet.”

Orang yang kaget internet sekonyong-konyong merasa bebas melakukan apa saja di dunia itu. Masih ingatkah kita waktu pertama kali masuk ke internet? Surprise, terpesona,  dan takjub karena merasa begitu mudahnya melakukan banyak hal di dunia internet.  Seluruh isi bumi seolah ada ditangan kita.  Seseorang bisa melihat situs porno, membuat surat elektronik, bertemu teman lama, mencari informasi, dan berkenalan dengan orang-orang baru dari berbagai belahan bumi. Karena itulah sebelum melihat “dunia luar” melalui internet seseorang mestinya didampingi oleh orang lain yang telah mengerti menggunakan internet, agar terhindar dari “kaget teknologi.”

Kenapa harus didampingi? Supaya pemula yang belum biasa berinternet tahu apa yang mereka cari dan paham apa yang akan ditemui kelak di internet.

E-Voting yang Belum Penting

E-Voting yang Belum Penting

Beberapa waktu lalu sejumlah pihak diantaranya Hamdan Zoelva (Hakim Mahkamah Konstitusi), Ganjar Pranowo (Wakil Ketua Komisi II DPR), Abdul Azis (Anggota KPU), Bambang Eka Cahya Widodo (Anggota Bawaslu), Hammam Riza (Direktur Pusat Teknologi Informasi BPPT), dan Peter Erben (Country Director IFES Indonesia), menggulirkan kembali wacana electronic voting atau E-Voting untuk pemilihan umum.

E-Voting diyakini akan menghemat biaya karena tidak perlu mencetak surat suara, penghitungan suara lebih cepat, dan sederhana.

Ah, benarkah se-simple itu pelaksanaan E-Voting? Bagaimana dengan hacker dan cracker yang nanti akan masuk ke sistem Pemilu E-Voting dan mengacak-acaknya? Indonesia punya banyak hacker dan cracker lho! Bahkan dulu pernah hacker dari Indonesia masuk ke sistem keamanan FBI di Amerika sana.
Kemudian bagaimana kalau E-Voting dimanfaatkan pihak tertentu untuk curang dan memanipulasi sistem supaya kelompoknya menang? Pada Pemilu 2009 lalu yang "hanya" menggunakan E-Counting, kecurangan penghitungan diduga terjadi untuk memenangan pasangan calon presiden tertentu. Penghitungan manual diyakini relatif bebas kecurangan meskipun makan waktu lama.